CAMPUR KODE
DALAM FILM ALANGKAH LUCUNYA NEGERI
INI
Disusun guna memenuhi tugas akhir
mata kuliah Sosiolinguistik
Dosen pengampu Bapak Ahmad Sayfudin
Oleh :
1. Nita
Lustia (2101410036)
2. Gigih
Wahyu Wijayanti (2101410057)
3. Ambar
Kurniawati (2101410146)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Bahasa Indonesia
yang berfungsi sebagai alat komunikasi, mempunyai peran sebagai alat penyampai
informasi. Melalui bahasa terungkap informasi yang ingin disampaikan penutur
dan mitra tutur. Olah karena itu, kebenaran berbahasa sangat berpengaruh
terhadap kebenaran informasi yang akan disampaikan. Namun, sekarang ini justru
banyak terjadi fenomena bahasa yang berdampak buruk pada tatanan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Pemakaian
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia
film mulai bergeser, digantikan dengan pemakaian variasi bahasa campur kode.
Campur kode bahasa yang sering muncul dalam tuturan sehari-hari maupun dalam
film, biasanya memiliki dampak negatif, karena penutur tidak konsisten dengan
bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Namun, selain memiliki
dampak negatif, campur kode juga memiliki dampak positif, karena mempermudah
pemahaman mitra tutur dalam menangkap informasi yang disampaikan oleh penutur.
Penulis
meneliti campur kode dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” yang
dikelompokkan dalam bentuk kalimat atau tuturan. Film Alangkah Lucunya Negeri
Ini menampilkan berbagai tuturan yang digunakan oleh masyarakat yang heterogen.
Hal itu terlihat dari banyaknya tuturan campur kode yang digunakan oleh para
tokoh. Campur kode tersebut dilakukan guna memperjelas makna tuturan sehingga
mitra tutur dengan mudah memahami informasi yang diberikan. Dalam film Alangkah
Lucunya Negeri Ini, terdapat campur kode dari bahasa Inggris, bahasa Sunda, bahasa
Arab, dan bahasa Betawi ke dalam tuturan bahasa Indonesia.
Film
Alangkah Lucunya Negeri Ini mengambil lokasi di sebuah perkampungan padat
penduduk di kota Jakarta. Di perkampungan tersebut ada masyarakat tutur yang
berasal dari tingkat sosial dan tingkat pendidikan yang berbeda. Padatnya
penduduk dalam perkampungan tersebut, mendorong peristiwa campur kode
berkembang pesat. Hal itu karena beranekaragamnya asal daerah penutur.
Masyarakat
yang ada di perkampungan tersebut menggunakan bahasa yang beraneka ragam
sehingga kemungkinan untuk terjadi campur kode sangat besar. Bahasa dominan
mereka adalah bahasa Indonesia non formal. Namun, karena latar yang berbeda,
dalam bahasa Indonesia tersebut disisipi dengan bahasa Inggris, bahasa Sunda,
bahasa Betawi, dan bahasa Arab.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana bentuk campur kode bahasa
Arab, bahasa Ingris, bahasa Sunda, bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa
Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini?
2.
Apa faktor-faktor penyebab terjadinya
campur kode bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Sunda dan bahasa Betawi dalam tuturan
berbahasa Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini?
C. TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
untuk mengetahui bentuk campur kode
bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Sunda, dan bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa
Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini.
2.
untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode bahasa Arab, bahasa Inggris,
bahasa sunda, dan bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa Indonesia pada film
Alangkah Lucunya Negeri Ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sosiolinguistik
Dalam penelitian ini, kami membahas
materi yang berkaitan dengan sosiolinguistik. Karena banyaknya cakupan mengenai
sosiolinguistik, kami mengerucutkan materi pada fenomena bahasa yaitu campur
kode.
Sosiolinguistik (Chaer, 2004:2) merupakan ilmu antardisiplin
antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan
yang erat. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di
dalam masyarakat dan lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam
masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi,
berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang
mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya.
Sumarsono (2007:2) mendefinisikan sosiolinguistik
sebagai linguistik institusional yang berkaitan dengan pertautan bahasa dengan
orang-orang yang memakai bahasa itu.
Rafiek
(2005:1) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi bahasa dalam
pelaksanaannya itu bermaksud atau bertujuan untuk mempelajari bagaimana
konvensi-konvensi tcntang relasi penggunaan bahasa untuk aspek-aspek lain
tcntang perilaku sosial.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam
kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2.2
Pengertian Kode
Istilah kode dipakai untuk menyebut
salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang
mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia),
juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek
Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial
atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum
dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian
kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak). Kenyataan
seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language
pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam,
gaya, dan register.
2.3
Campur Kode
Thelander (dalam Chaer, 2004:115) menyatakan
bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase
yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa
atau frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang
terjadi adalah campur kode.
Kachru ( 1978:28 dalam Suwito 1991:89)
memberikan batasan campur kode sabagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan
saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara
konsisten.
Campur kode (code-mixing)
terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa
secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini
biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak
ada padanannya,
sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain,
walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense
kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur
kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli
dengan segala variasinya.
2. Campur
kode ke luar (outer code-mixing):
Campur
kode yang berasal dari bahasa asing.
2.4. Penyebab Terjadinya Campur Kode
Campur
kode ke dalam nampak misalnya apabila seorang penutur menyisipkan unsur-unsur
bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialeknya ke dalam
bahasa daerahnya atau unsur-unsur ragam dan gayanya ke dalam dialeknya.
Selain
itu, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan
(penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai
latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu
untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode ini
dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadiya di dalam
masyarakat.
Campur
kode dipengaruhi oleh adanya unsur prestise, yaitu anggapan bahwa bahasa yang
satu dianggap lebih tinggi, lebih bergengsi, lebih superior atau sebaliknya
bahasa itu dianggap lebih rendah dan tidak bergengsi mengakibatkan terjadinya
campur kode. Hal ini sering dilakukan seseorang untuk menunjukkan
eksistensinya. Jika dia ingin merendahkan orang pun biasanya menggunakan campur
kode dengan bahasa yang dianggap rendah (wordpres.com)
Jadi
factor penyebab terjadinya campur kode antara lain: daerah asal penutur dan
mira tutur, situasi, tingkat pendidikan/ kemampuan berbahasa, status sosial
(prestise).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. LOKASI
PENELITIAN
Penelitian gejala campur kode dalam
film Alangkah Lucunya Negeri ini dilakukan dengan mengambil setting/
tempat-tempat di mana peristiwa tutur itu terjadi. Setting pembuatan film Alangkah
Lucunya Negeri ini di perkampungan padat penduduk di kota Jakarta, yaitu di
pasar, perusahaan yang sudah bangkrut, masjid, pos ronda, rumah tokoh, rumah
tua/ markas para pencopet.
B. DATA
DAN SUMBER DATA
Data yang diambil dalam film
Alangkah Lucunya Negeri ini berupa kata-kata dari bahasa lain (di luar bahasa
Indonesia formal) yang masuk ke dalam kalimat tuturan para tokoh. Tuturan itu berupa dialog antartokoh yang
bermain dalam film tersebut.
Contoh
data yang dianalisis dari film tersebut, yaitu :
Tukang ramal di pasar : “Ane ramalkan, Ane kalau ngramal nggak
sembarang ngramal. Ramalan Ane shahih
sampai mati. Sok atuh…..”
***
Muluk :
“Diem….diem-diem Lu diem, ato Gue bawa ke kantor polisi! Lu tahu nggak? Gue
udah dua tahun nyari kerja supaya bisa dapet duit. Enak aja nyomot dompet
orang. Nyinggung perasaan Gue tahu. Orang susah-susah nyari kerja. Diem-diem
duitnya Lu ambil. Lu nggak bisa minta baik-baik apa?”
***
Bos Perusahaan :“Saudara Muluk ilmu apa yang
You punyai? I terus terang sama You ya. Segala macam ilmu sudah I terapin buat
nyelametin ini perusahaan termasuk ilmu You. You lihat buku-buku tebel ini? You
lihat ini buku manajemen barat yang paling mutakhir dari Amerika……..”
C. TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara pengamatan. Hasil dari pengamatan ditulis secara deskriptif. Hal itu
karena objek yang diteliti bukan merupakan data yang berupa angka, namun data
tersebut berupa rangkaian kata dalam kalimat yang diucapkan oleh penutur dan
mitra tutur.
Untuk mendapatkan data yang berupa
campur kode dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini, diambil dengan cara memutar
film tersebut dan mencatat kata-kata dalam kalimat tuturan yang tergolong
campur kode kemudian di analisis. Teknik ini biasa disebut teknik dengar-catat.
Trinskripsi data dari hasil pengamatan
yang dilakukan yaitu :
Slamet
Raharja (Haji Rahmat) : “Laillahailallah….
Laillahailallahh….Ya Allah ampuni kami yang telah mendzalimi diri ini Ya Allah”
Dedy
Miswar (Pak Makbul) : “Orang
berpendidikan selalu bisa memecahkan masalahnye.”
Jaja Miharja (Haji
Sarbini) : “Kite lihat saja nanti….”
Haji Rahmat : “Astagfirullahalaziimm,…Ya
Allah Ya Allah Ya Allah..”
D. TEKNIK
ANALISIS DATA
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB
V
PENUTUP
Halo Gigih.
BalasHapusNice blog! ;-)
Sedang iseng googling nama sendiri, ternyata ketemu tulisan ini.
Terima kasih sudah mencantumkan tulisan saya sebagai sumber/rujukan tulisan ini. :-)
Kanya 'Doenia Devi' Puspokusumo - http://doeniadevi.wordpress.com
Good Work :)
BalasHapusThis material greatly help in the study of sociolingustic ,..