Selasa, 09 April 2013

Penelitian Campur Kode pada Film








CAMPUR KODE
DALAM FILM ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI
Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Sosiolinguistik
Dosen pengampu Bapak Ahmad Sayfudin



Oleh :
1.      Nita Lustia                            (2101410036)
2.      Gigih Wahyu Wijayanti          (2101410057)
3.      Ambar Kurniawati                (2101410146)






PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012










BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi, mempunyai peran sebagai alat penyampai informasi. Melalui bahasa terungkap informasi yang ingin disampaikan penutur dan mitra tutur. Olah karena itu, kebenaran berbahasa sangat berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang akan disampaikan. Namun, sekarang ini justru banyak terjadi fenomena bahasa yang berdampak buruk pada tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
      Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia film mulai bergeser, digantikan dengan pemakaian variasi bahasa campur kode. Campur kode bahasa yang sering muncul dalam tuturan sehari-hari maupun dalam film, biasanya memiliki dampak negatif, karena penutur tidak konsisten dengan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Namun, selain memiliki dampak negatif, campur kode juga memiliki dampak positif, karena mempermudah pemahaman mitra tutur dalam menangkap informasi yang disampaikan oleh penutur.
      Penulis meneliti campur kode dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” yang dikelompokkan dalam bentuk kalimat atau tuturan. Film Alangkah Lucunya Negeri Ini menampilkan berbagai tuturan yang digunakan oleh masyarakat yang heterogen. Hal itu terlihat dari banyaknya tuturan campur kode yang digunakan oleh para tokoh. Campur kode tersebut dilakukan guna memperjelas makna tuturan sehingga mitra tutur dengan mudah memahami informasi yang diberikan. Dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini, terdapat campur kode dari bahasa Inggris, bahasa Sunda, bahasa Arab, dan bahasa Betawi ke dalam tuturan bahasa Indonesia.
      Film Alangkah Lucunya Negeri Ini mengambil lokasi di sebuah perkampungan padat penduduk di kota Jakarta. Di perkampungan tersebut ada masyarakat tutur yang berasal dari tingkat sosial dan tingkat pendidikan yang berbeda. Padatnya penduduk dalam perkampungan tersebut, mendorong peristiwa campur kode berkembang pesat. Hal itu karena beranekaragamnya asal daerah penutur.
      Masyarakat yang ada di perkampungan tersebut menggunakan bahasa yang beraneka ragam sehingga kemungkinan untuk terjadi campur kode sangat besar. Bahasa dominan mereka adalah bahasa Indonesia non formal. Namun, karena latar yang berbeda, dalam bahasa Indonesia tersebut disisipi dengan bahasa Inggris, bahasa Sunda, bahasa Betawi, dan bahasa Arab.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana bentuk campur kode bahasa Arab, bahasa Ingris, bahasa Sunda, bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini?
2.      Apa faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Sunda dan bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini?

C.     TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      untuk mengetahui bentuk campur kode bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Sunda, dan bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini.
2.       untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa sunda, dan bahasa Betawi dalam tuturan berbahasa Indonesia pada film Alangkah Lucunya Negeri Ini.










BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sosiolinguistik
Dalam penelitian ini, kami membahas materi yang berkaitan dengan sosiolinguistik. Karena banyaknya cakupan mengenai sosiolinguistik, kami mengerucutkan materi pada fenomena bahasa yaitu campur kode.
Sosiolinguistik (Chaer, 2004:2) merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang erat. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat dan lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.
Sumarsono (2007:2) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai linguistik institusional yang berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu.
Rafiek (2005:1) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi bahasa dalam pelaksanaannya itu bermaksud atau bertujuan untuk mempelajari bagaimana konvensi-konvensi tcntang relasi penggunaan bahasa untuk aspek-aspek lain tcntang perilaku sosial.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2.2 Pengertian Kode
Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak). Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register.
2.3 Campur Kode
Thelander (dalam Chaer, 2004:115) menyatakan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.
Kachru ( 1978:28 dalam Suwito 1991:89) memberikan batasan campur kode sabagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
 Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.
2.      Campur kode ke luar (outer code-mixing):
Campur kode yang  berasal dari bahasa asing.






2.4.  Penyebab Terjadinya Campur Kode

Campur kode ke dalam nampak misalnya apabila seorang penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialeknya ke dalam bahasa daerahnya atau unsur-unsur ragam dan gayanya ke dalam dialeknya.
Selain itu, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan (penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode ini dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadiya di dalam masyarakat.
      Campur kode dipengaruhi oleh adanya unsur prestise, yaitu anggapan bahwa bahasa yang satu dianggap lebih tinggi, lebih bergengsi, lebih superior atau sebaliknya bahasa itu dianggap lebih rendah dan tidak bergengsi mengakibatkan terjadinya campur kode. Hal ini sering dilakukan seseorang untuk menunjukkan eksistensinya. Jika dia ingin merendahkan orang pun biasanya menggunakan campur kode dengan bahasa yang dianggap rendah (wordpres.com)
Jadi factor penyebab terjadinya campur kode antara lain: daerah asal penutur dan mira tutur, situasi, tingkat pendidikan/ kemampuan berbahasa, status sosial (prestise).














BAB III
METODE PENELITIAN


A.    LOKASI PENELITIAN
Penelitian gejala campur kode dalam film Alangkah Lucunya Negeri ini dilakukan dengan mengambil setting/ tempat-tempat di mana peristiwa tutur itu terjadi. Setting pembuatan film Alangkah Lucunya Negeri ini di perkampungan padat penduduk di kota Jakarta, yaitu di pasar, perusahaan yang sudah bangkrut, masjid, pos ronda, rumah tokoh, rumah tua/ markas para pencopet.

B.     DATA DAN SUMBER DATA
Data yang diambil dalam film Alangkah Lucunya Negeri ini berupa kata-kata dari bahasa lain (di luar bahasa Indonesia formal) yang masuk ke dalam kalimat tuturan para tokoh.  Tuturan itu berupa dialog antartokoh yang bermain dalam film tersebut.

Contoh data yang dianalisis dari film tersebut, yaitu :
Tukang ramal di pasar       : “Ane ramalkan, Ane kalau ngramal nggak sembarang ngramal.                                                       Ramalan Ane shahih sampai mati. Sok atuh…..”
 ***
    Muluk                                : “Diem….diem-diem Lu diem, ato Gue bawa ke kantor polisi! Lu tahu nggak? Gue udah dua tahun nyari kerja supaya bisa dapet duit. Enak aja nyomot dompet orang. Nyinggung perasaan Gue tahu. Orang susah-susah nyari kerja. Diem-diem duitnya Lu ambil. Lu nggak bisa minta baik-baik apa?”
***
           Bos Perusahaan                 :“Saudara Muluk ilmu apa yang You punyai? I terus terang sama You ya. Segala macam ilmu sudah I terapin buat nyelametin ini perusahaan termasuk ilmu You. You lihat buku-buku tebel ini? You lihat ini buku manajemen barat yang paling mutakhir dari Amerika……..”





C.     TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan. Hasil dari pengamatan ditulis secara deskriptif. Hal itu karena objek yang diteliti bukan merupakan data yang berupa angka, namun data tersebut berupa rangkaian kata dalam kalimat yang diucapkan oleh penutur dan mitra tutur.
Untuk mendapatkan data yang berupa campur kode dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini, diambil dengan cara memutar film tersebut dan mencatat kata-kata dalam kalimat tuturan yang tergolong campur kode kemudian di analisis. Teknik ini biasa disebut teknik dengar-catat.
      Trinskripsi data dari hasil pengamatan yang dilakukan yaitu :
Slamet Raharja (Haji Rahmat)      : “Laillahailallah…. Laillahailallahh….Ya Allah ampuni kami yang telah mendzalimi diri ini Ya Allah”
Dedy Miswar (Pak Makbul)         : “Orang berpendidikan selalu bisa memecahkan masalahnye.”
Jaja Miharja (Haji Sarbini)             : “Kite lihat saja nanti….”
Haji Rahmat                                  : “Astagfirullahalaziimm,…Ya Allah Ya Allah Ya Allah..”


D.    TEKNIK ANALISIS DATA


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V
PENUTUP


2 komentar:

  1. Halo Gigih.
    Nice blog! ;-)

    Sedang iseng googling nama sendiri, ternyata ketemu tulisan ini.
    Terima kasih sudah mencantumkan tulisan saya sebagai sumber/rujukan tulisan ini. :-)

    Kanya 'Doenia Devi' Puspokusumo - http://doeniadevi.wordpress.com

    BalasHapus
  2. Good Work :)
    This material greatly help in the study of sociolingustic ,..

    BalasHapus