Selasa, 09 April 2013

Kerawang Bekasi dan The Young Soldiers


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sastra Bandingan
Dosen pengampu : Prof. Raminah Baribin


Oleh :
Gigih Wahyu Wijayanti
2101410057
Rombel 02



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
I.       PENGANTAR
Sastra bandingan adalah kajian kesusastraan yang menyeberangi batas Negara. Sastra bandingan menitikberatkan pada kajian jenis sastra (genre) yang menjdi tumpuan dan pokok kajian sastra karena wujudnya unsur-unsur kebenaran dan fakta sebagai dasar tunjangan kajian. Tujuan sastra bandingan adalah membandingkan dua karya sastra yang dianggap serupa untuk mengetahui isi masing-masing karya sastra sehingga dapat diketahui apakah karya sastra yang satu dengan lainnya mempunyai hubungan atau tidak.
Pada makalah ini akan dibandingkan puisi “Krawang Bekasi” karya Chairil Anwar dengan puisi “ The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish.  Kedua puisi tersebut digunakan dalam kegiatan membandingkan sastra bandingan karena kedua karya sastra itu memenuhi syarat sastra bandingan yaitu memiliki genre sastra yang sama yakni puisi. Selain itu, kedua karya sastra tersebut memiliki tema yang sama yaitu tentang kepahlawanan.
Puisi “Kerawang Bekasi” memiliki tipografi yang biasa saja yaitu rata kiri, berisi tentang cerita kepahlawanan dan harapan para pahlawan kepada para kaum muda. Diksi yang digunakan dalam puisi tersebut menggunakan bahasa sehari-hari. Sama halnya dengan puisi “Kerawang Bekasi” , puisi “The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish juga memiliki bentuk yang sama yaitu berbait dan menggunakan tulisan rata kiri. Isinya juga tentang kepahlawanan dan harapan para pahlawan pada kaum mudanya. Diksi yang digunakan pun sederhana yakni menggunakan bahasa sehari-hari.
Puisi Karawang-Bekasi merupakan puisi yang dibuat pada tahun 1946 oleh Chairi Anwar setelah ia mendapatkan inspirasi dari kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi ini menceritakan perjuangan para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan menjaga tokoh negara. Mereka gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya memperoleh kemerdekaan.  Sedangkan puisi The Young Dead Soldiers karya Archibald mendapatkan inspirasi dari kejadian perang yang ada di dunia. Ia menggambarkan keinginan para prajurit untuk dikenang dan keinginan lain seperti mendapatkan perdamian, kejayaan seusai perang, dan perang segera berakhir.



II.    PERBANDINGAN
A.    Puisi “ Krawang Bekasi” karya Cahiril Anwar
KARAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “merdeka” dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliput debu.
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus digaris batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliput debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Chairil Anwar 1946

Analisis puisi “Kerawang Bekasi” karya Chairil Anwar berdasarkan lapis-lapis normanya yaitu sebagai berikut:
1.      Lapis bunyi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “merdeka” dan angkat senjata lagi.

Pada bait pertama puisi “Kerawang Bekasi” mengandung bunyi yang semacam/sama. Pada bait satu terdapat asonansi “a” dan “i” dan aliterasi “k-l”. pada bait satu juga terdapat sajak awal, tengah, dan akhir yang sama yaitu “i”. asonansi “a” dan “i” juga terlihat pada bait kedua. Begitu juga aliterasi pada bait kedua juga menggunakan huruf “k-l”. Namun, sajak yang digunakan tidak senada. Hal itu dapat dilihat pada penggalan puisi berikut ini.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Pada bait ketiga dan keepat pada puisi di atas mengandung asonansi “a” dan “i”. selain asonansi, kedua bait tersebut juga mengandung aliterasi yaitu “t” dan “d”. Persajakan awal menggunakan sajak “I”, sajak tengahnya ‘u”, dan sajak akhirnya “I”. hal itu dapat dilhat dari penggalan berikut ini.
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliput debu.
Kenang, kenanglah kami

Bait lima dan bait enam memiliki asonansi bunyi “a” dan “I” yang diselingi dengan bunyi “u”. Aliterasi dari kedua bait tersebut berbeda. Untuk bait kelima, memiliki aliterasi “ k-m” sedangkan pada bait keenam memiliki aliterasi “ k-b”. perbedaan aliterasi itu dimaksudkan agar bunyi yang dihasiklan berbeda dan bervariasi. Selain asonansi dan aliterasi, kedua bait tersebut memiliki persajakan yang hampir sama. Keduanya memiliki sajak awal “I” sajak tengah “ I” dan sajak akhir” a”. hal tiu terlihat dari kutipan di bawah ini.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Sama halnya dengan bait-bait sebelumnya. Pada bait ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh memiliki sajak akhir yang sama yaitu “a”. sajak tengah “a” dan “u”. sedangkan sajak awalnya dominan “I”. Asonansi yang digunakan pada keempat bait itu dominan “a-I” dan diselingi dengan “u-e”. selain asonansi, ada juga aliterasi. Aliterasi yang dominan yaitu “k-m” dan diselingi b-p-t”. hal itu dapat dilihat pada penggalan berikut ini.
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Bait kekesebelas merupakan bait yang berisikan pesan dari pengarang. Hal tiu terlihat dari susunan kata yang selalu diulang-ulang. Hal itu dimaksudkan untuk mempertegas makna. Pengulangan kata tersebut mempengaruhi bunyi yang dihasilkan. Untuk itu, pada bait kesebelas ini asonansi bunyi yang digunakan “a-u” yang diselingi dengan “e-i”. Aliterasi yang digunakan yaitu “b-m”. hal itu terlihat dari kata “Bung” yang selalu diulang pada baris berikutnya dan kata “Menjaga” yang selalu diulang-ulang pula.pada kedua kata tersebut terdapat bunyi huruf “u” dan “e” serta “m” dan “b”. hal itu dapat diperjelas dengan penggalan puisi berikut ini.


Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Pada dua bat terakhir, mengandung asonansi “a” diselingi “i-e-u”. selain itu juga mempunyai aliterasi “k” yang diselingi “m-b-t”. persajakan yang digunakan pun dominan mengguanakan persajakan awal “ e” sajak tengah “ a” dan sajak akhir “i”. persajakan yang bervariasi tersebut membuat puisi menjadi terkesan berwarna dan tidak monoton.

2.      Lapis arti
Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Analisis lapis arti pada puisi “Kerawang Bekasi” adalah sebagai berikut.

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Pada kata “Kami yang terbaring antara Krawang-Bekasi” ini mengandung makna berapa banyak para pejuang yang telah gugur di daerah Krawang dan Bekasi. Hal itu di perkuat lagi dengan kata:
“Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”
Pada Kalimat tersebut tertulis “Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”. Betapa banyaknya pahlawan yang telah gugur sampai-sampai sang penyair mengingatkan pada kita apa arti dari 4 sampai 5 ribu nyawa yang telah menjadi tulang-tulang yang berserakan,dan tulang-tulang yang berserakan itu berada di daerah kecil yang bernama “KRAWANG dan BEKASI”. Sebuah pengorbanan menjadi total ketika segenap jiwa dan raga menjadi taruhannya. Bumi akan bahagia bila sang putranya menyiram dengan darah para pejuang. Bumi mempunyai nilai lebih bila di tempat itu bersemayam bunga-bunga bangsa yang senantiasa menjadi pembelanya. Bumi tidak akan kecewa karena dari situlah dilahirkan putra-putra terbaiknya yang senantisa siap untuk menjaga dan membelanya.
Makna selanjutnya dijelaskan pada bait di bawah ini:
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan dan harapan

Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Rangkaian kata di atas menggambarkan bahwa para pahlawan yang telah gugur di Kerawang dan Bekasi tinggal tulang-tulang saja. Namun, tulang-tulang itu adalah milik para pejuang selanjutnya yang masih hidup. Hal itu menandakan bahwa para pejuang yang telah gugur membela tanah air demi para pejuang selanjutnya, demi kita semua rakyat Indonesia.
Hal itu dipertegas dengan rangkaian kata pada bait selanjutnya. Tulisan itu menyatakan bahwa perjuangan mereka (para pahlawan yang telah gugur) demi hidup ita semua memiliki nilai yang sangat besar. Oleh sebab itu, perjuangan yang mengorbankan jiwa itu mengharapkan nilai dari kita semua. Nilai yang dimaksud adalah kesediaan para pejuang untuk meneruskan perjuangannya.
Selanjutnya, pada bait

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Pada baris pertama memiliki arti bahwa para pahlawan bicara pada kita, penerus perjuangan dalam dunia baru mereka yaitu alam kubur yang sunyi sepi. Dilanjutkan pada baris selanjutnya, memperkuat harapan pengarang terhadap kaula muda untuk mengingat perjuangan mereka supaya kaula muda memiliki tekad untuk melanjutkan perjuangan.



Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Rangkaian kata dalam satu bait tersebut merupakan ungkapan para pejuang yang telah gugur kepada para pemuda sebagai penerus bangsa. Para pejuang yang telah gugur mengharapkan para pemuda untuk meneruskan dan menjaga hasil perjuangannya. kata-kata menjaga para tokoh tersebut memiliki maksud bahwa kita harus menjaga kemerdekaan yang mana para tokoh-tokoh itulah yang memproklamasikan kemerdekaan negara kita. Rangkaian kata-kata itu merupakan pesan inti dari penyair kepada kita sebagai pembaca.

3.      Lapis dunia
Puisi Karawang-Bekasi merupakan puisi yang dibuat pada tahun 1946 oleh Chairil Anwar setelah ia mendapatkan inspirasi dari kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi ini menceritakan perjuangan para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan menjaga tokoh negara. Mereka gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya memperoleh kemerdekaan. Hal itu dapat dilihat dari pilihan kata yang ada dalam puisi tersebut.

4.      Lapis metafisis
Lapis metafisis merupakan lapis yang menumbuhkan minat pembaca tersebut merenungkan (berkontemplasi) isi dari setiap puisi yang diungkapkan. Lapis metafisis yang terdapat pada puisi. Pada puisi “Krawang-Bekasi” ini sikap penyair terhadap pembaca adalah rendah hati dan tegas hal itu terlihat pada kata pengharapan yang ada yaitu :

Kenang,kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai,belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserekan
Tapi adalah kepunyaanmu

Pada bait di atas terlihat betapa sang penyair dengan kalimat pengaharap kepada pembacanya, penikmatnya, pemerhatinya menggunakan pilihan akhiran “lah” pada kata “kenanglah” dan rasa rendah hati itu dipertegas pada kalimat berikutnya yaitu : “Kami sudah coba apa yang kami bisa”. Pada kalimat tersebut dapat kita ketahui bahwa perjuangan itu penuh risiko tetapi sang penyair menyatakan bahwa ia sudah mencoba apa yang ia bisa walaupun nyawa jadi taruhannya. Meskipun begitu tetap ia menyatakan apa yang dilakukan belum selesai, memang selamanya perjuangan itu akan berkelanjutan sampai hayat dikandung badan. Kalimat lain yang menyatakan merendah adalah :”Kami Cuma tulang-tulang yang berserakan.Tapi adalah kepunyaanmu”. Pada kalimat itu ada kata “Cuma” yang seakan-akan hal itu tidak berarti, karena dinyatakan sebagai tulang-tulang yang berserakan. Padahal tulang-tulang yang berserakan itu adalah tulang para pejuang yang telah mengorbankan diri untuk tanah air dan bangsa.

B.     Puisi “ The Young Dead Soldiers” karya Archibald

The Young Dead Soldier
Archibald MacLeish
   

The young dead soldiers do not speak
Nevertheless they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)

They have a silence that speaks for them at night
And when the clock counts.

They say,
We were young. We have died. Remember us.

They say,
We have done what we could
but until it is finished it is not done.

They say,
We have given our lives
but until it is finished no one can know what our lives gave.

They say, Our deaths are not ours,
they are yours,
 they will mean what you make them.

They say,
Whether our lives and our deaths were for peace and a new hope

or for nothing
we cannot say.  it is you who must say this.

They say,
We leave you our deaths,
give them their meaning,
give them an end to the war and a true peace,
give them a victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their meaning.
We were young, they say,
We have died.
Remember us.



Prajurit (yg) Mati Muda
Archibald MacLeish

Prajurit-prajurit muda yang telah mati tak dapat bicara
tetapi  mereka didengar di rumah- rumah sunyi
( siapa tidak mendengar mereka? )

Mereka dalam diam berbicara padamu di malam hari
Dan ketika jam dinding berdetak

Mereka berkata,
Kami (masih) muda, kami (telah) mati.  Ingatlah kami.

Mereka berkata,
Kami telah bekerja apa yang kami dapat
Tetapi sampai selesai (kerja) belum apa-apa

Mereka berkata,
Kami telah memberikan jiwa kami.
Tetapi sampai selesai tak seorang pun tahu pengorbanan kami

Mereka berkata,
Kematian kami bukan milik kami
(kematian) Itu milikmu.
(kematian) Itu berarti bila engkau (member) arti

Mereka berkata,
Baik kehidupan dan kematian kami untuk perdamaian dan sebuah harapan baru

Atau tidak untuk apapun
Kami tidak dapat berkata, itu kamu yang harus berkata ini

Mereka berkata,
Beri mereka keinginan mereka,
Beri mereka sebuah ahir peperangan, perdamaian yang sesungguhnya
Beri mereka sebuah kemenangan dalam ahir peperangan, perdamaian yang abadi.
Beri merka keinginan mereka.
Kami masih muda, mereka berkata,
Kami telah mati
Ingatlah kami.

Puisi “The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish dapat dianalisis berdasarkan lapis-lapis norma sebagai berikut.
1.      Lapis bunyi
Pada bait pertama puisi di atas mengandung asonansi bunyi “e”. Hal itu dibuktikan pada setiap kata yang ada mengandung huruf “e”. Aliterasi yang ada pada bait tersebut yaitu “ t-d”. persajakan awal, tengah, dan akhir didominasi dengan persajakan “e”. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini.
The young dead soldiers do not speak
Nevertheless they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)

Pada bait kedua, ketiga, keempat, dan kelima mengandung asonansi “e-o”. Aliterasi yang digunakan dominan “t-w’. persajakan awalnya menggunakan sajak “ e”, sajak tengahnya “ e” dan sajak akhirnya “ i-u-e”.Berdasarkan identifikasi tersebut dapat kita lihat bahwa persajakan yang digunakan dominan “e”.
They have a silence that speaks for them at night
And when the clock counts.

They say,
We were young. We have died. Remember us.

They say,
We have done what we could
but until it is finished it is not done.

They say,
We have given our lives
but until it is finished no one can know what our lives gave.

Bait-bait berikutnya jugan dominan menggunakan asonansi “e’ dan diselingi “o-u”. Aliterasi yang digunakan dominan “t” karena terdapat pengulangan kata “they” yang digunakan sebagai penekanan.
Berbeda dengan bait-bait sebelumnya, pada bait terakhir terdapat asonansi yang beraneka ragam. Asonansi yang digunakan yaitu “e”, “I”, “a”, yang porsinya sama jadi tidak ada yang dianggap dominan. Aliterasi yang digunakan yaitu “t” ,”w”, “g” , dan “v” yang jumlahnya juga hampir sama. Asoanansi yang digunakan itu merupakan perpaduan antara sajak awal, sajak tengah, dan sajak akhir. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini.
They say,
We leave you our deaths,
give them their meaning,
give them an end to the war and a true peace,
give them a victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their meaning.
We were young, they say,
We have died.
Remember us.

2.      Lapis arti
Sama halnya dengan puisi “Kerawang Bekasi” karya Cahiril Anwar, puisi “The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish juga mengandung makna yang disampaikan melalui rangkian kata-katanya.
The young dead soldiers do not speak
Nevertheless they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)

Rangkaian kata itu bermakna bahwa banyak prajurit bangsa mati muda dalam pertempuran. Namun, kematiannya tidak sia-sia karena mereka dikenang oleh rakyatnya yang masih hidup dan menikmati perjuangannya.
Pada puisi itu juga menceritakan tentang perjuangan para prajurit demi perdamaian negaranya. Para prajurit itu berjuang hingga ajal menjemput mereka. Mereka mengharapkan perdamaian dan harapan. Mereka juga menginginkan agar para generasi penerusnya senantiasa melanjutkan perjuangannya. karena mereka berpikir, sekarang bukan mereka yang bicara, tapi para penerus yang masih hidup.Hal itu disampaikan oleh penyairnya melalui kata-kata di bawah ini.
They say, Our deaths are not ours,
they are yours,
 they will mean what you make them.

They say,
Whether our lives and our deaths were for peace and a new hope

or for nothing
we cannot say.  it is you who must say this.

Pada puisi itu juga terdapat pesan bahwa para pejuang(prajurit) itu telah meninggal dunia. Mereka mengharapkan nyawa mereka mempunyai nilai bagi para pemuda yang masih hidup. Para pejuang juga mengharapkan agar perjuangan mereka tidak sia-sia. Ketidaksiaan itu dengan diwujudkannya perdamaian dan harapan baru. Pesan-pesan itu disampaiakn melalui penggalan puisi di bawah ini.

They say,
We leave you our deaths,
give them their meaning,
give them an end to the war and a true peace,
give them a victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their meaning.
We were young, they say,
We have died.
Remember us.




3.      Lapis dunia
Pada puisi The Young Dead Soldiers karya Archibald mendapatkan inspirasi dari kejadian perang yang ada di dunia. Ia menggambarkan keinginan para prajurit untuk dikenang dan keinginan lain seperti mendapatkan perdamian, kejayaan seusai perang, dan perang segera berakhir. Untuk menciptakan suasana yang berat, pengarang menggunakan pengulang pada setiap bait menggunakan kalimat They say. Pengulangan ini digunakan untuk memperlihatkan bahwa para prajurit ingin menyampaikan harapan-harapan mereka yang tertunda dan tidak dapat disampaikan langsung kepada pembaca.

4.      Lapis metafisis
Sikap pengarang terhadap pembaca pada puisi “ The Young Dead Soldier” yaitu rendah diri. Hal itu sama dengan sikap pengarang pada puisi “ Kerawang Bekasi”. Sikap rendah hati itu ditunjukkan pada penggalan puisi berikut.

They say,
We have done what we could
but until it is finished it is not done.

Selain sikap rendah hati, penyair juga bersikap pantang menyerah untuk meminta para pembaca mengingat perjuangannya. Hal itu ditunukkan pada kata “ remember us” yang selalu diulang-ulang sebagai penegasan.
Penyair juga bersikap mengurui pembaca dalam puisi tersebut. Hal itu secara tersirat tertuang dalam rangkaian kata-kata yang dibuatnya. Kita dapat mengetahui sikap menggurui itu dengan mengartikan puisi yakni dalam puisi tersebut penyair berkali-kali mengingatkan pembaca untuk menjada perdamaian dan harapan.

C.    Interpretasi Puisi “Kerawang Bekasi” dan “The Young Dead Soldiers”
Puisi “Kerawang Bekasi” mengandung arti bahwa pada zaman penjajahan dahulu, terdapat pertempuran di Kerawang dan Bekasi. Kota kecil di Jakarta. Banyak para pejuang bangsa yang gugur di medan pertempuran. Mereka tidak dapat lagi berteriak merdeka dan angkat senjata. Namun, banyak masyarakat sekarang yang mendengar jeritan mereka dan harapan mereka. Para pahlawan itu mengungkapkan impiannya pada para kaula muda sekarang dalam keheningan kematiannya. Mereka meminta pada kaula muda untuk mengenang mereka dan melanjutkan perjuangan mereka. Harapan mereka itu bertujuan agar perjuangan dan kematiannya yang masih berumur muda tidak sia-sia. Kini mereka tingal tulang-tulang yang berserakan. Yang hanya meminta belas kasihan atas pengorbanannya. mereka berteriak dalam kuburnya dan menghinbau pada kita semua untuk tetap emmpertahankan kemerdekaan dan harapan bangsa yang baik. Mereka mengingatkan kita akan perjuangan para pahlawan proklamator kita Sukarno-Hatta. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka penyair mengharapkan kita untuk terus mengenang jasa pahlawan dan melanjutkan perjuangannya.
Puisi “The Young Dead Soldier” memiliki makna yang tidak jauh beda dengan puisi “Kerawang Bekasi”. Pada puisi itu mengandung makna tentang perjuangan para prajurit muda dalam peperangan membela perdamaian. Melalui syairnya, penyair berusaha mengungkapkan peristiwa tragis itu kepada pembaca supaya pembaca tahu perjuangan demi mendapatkan perdamaian itu tidaklah mudah dan butuh pengorbanan. Sama halnya dengan puisi “Kerawang bekasi”, pada puisi itu juga mengungkapkan pada pembaca untuk tetap mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dan terus melanjutkan perjuangannya dalam menegakkan perdamaian demi harapan yang lebih baik. Melalui penyair, pejuang-pejuang yang telah gugur itu meminta arti pengorbanannya kepada para pembaca. Pemberian arti yang dimaksudkan adalah mengenang mereka dan mewujudkan harapan mereka yang belum terlaksana.

D.    Persamaan dan Perbedaan Puisi “Kerawang Bekasi” dan “The Young Dead Soldiers”
Berdasarkan uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedan antara kedua puisi tersebut. Persamaan keduanya terletak pada tema yang diangkat yaitu mengenai kepahlawanan. Selain itu, kedua pengarang puisi tersebut mempunyai latar belakang yang sama yaitu hidup dimasa peperangan dan kehidupan yang tidak dalam ketentraman.
Setelah membicarakan mengenai persamaan, maka pada paragraph ini akan dibahas mengenai perbedaan antara kedua puisi tersebut. Perbedaan antara kedua puisi tersebut terlihat dari segia tujuan (arti) atau maksud masing-masing penyair. Untuk puisi “ Kerawang Bekasi” mengandung maksud untuk meraih kemerdekaan dan harapan. Sedangkan untuk puisi “The Young Dead Soldier” mengandung maksud untuk menegakkan perdamaian setelah peperangan. Perbedaan juga terlihat pada persajakan yang digunakan. Untuk puisi “Kerawang Bekasi” dominan menggunakan persajakan “a” dan “I” namun juga ada selingan bunyi vocal yang lain. Sedangkan pada puisi “The Young Dead Soldier” dominan menggunakan asonansi “e”. namun juga ada selingan bunyi vocal lain. Bunyi konsonan yang digunakan juga berbeda.

III. SIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab II, kita dapat menyimpulkan beberapa hal pada kedua puisi tersebut diantaranya:
A.    Segi Bentuk
Puisi “Kerawang Bekasi” dan puisi “The Young Dead Soldier” mempunyai bentuk yang sama yaitu sama-sama berbentuk puisi. Tampilannya (tipografinya) pun sama yaitu menggunakan penulisan rata kiri.

B.     Diksi
Diksi yang digunakan pada kedua puisi tersebut merupakan kata-kata yang umum digunakan sehari-hari. Penyair memilih kata yang berkaitan dengan perjuangan dan kepahlawanan. Setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, puisi “The Young Dead Soldiers” menggunakan pilihan kata (diksi) yang hampir sama dengan puisi “Kerawang Bekasi”.

C.    Isi (tema)
Pada puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers memiliki tema yang sama yaitu tentang kepahlawanan dan perjuangan. Dalam kedua puisi ini mengisahkan seorang prajurit muda yang gugur di dalam peperangan, dan mereka gugur untuk bisa selalu diingat oleh banyak orang, karena mereka gugur bukan untuk dirinya sendiri tetapi mereka gugur untuk membela dan memperjuangkan tanah air yang sekarang di tempati oleh orang-orang tersebut. Hal ini bisa di katakan sama dengan puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi, bahkan bait-bait yang terdapat dalam kedua puisi ini mempunyai kemiripan.

D.    Lingkungan masyarakat
Berdasarkan penafsiran yang dilakukan dalam menganalisis kedua puisi di atas, dapat kita lihat bahwa kedua penyair hidup dalam lingkungan masyarakat yang tidak baik. Dari keadaan lingkungan yang sama, namun memiliki perbedaan penyebab keadaan yang tidak baik itu. berdasarkan rangkaian kata yang digunakan dapat ditafsirkan bahwa penyair puisi “Kerawang Bekasi” hidup pada masa penjajahan yang memiliki musuh untuk mendapatkan kemerdekaan. Berbeda halnya dengan penyair puisi “The Young Dead Soldier” hidup pada masa yang kurang baik karena tidak ada perdamaian di masyarakatnya.

E.     Kategori karya puisi “Kerawang Bekasi”
Setelah kita bandingkan kedua puisi itu secara cermat, tampak jelas bahwa sebenarnya Chairil Anwar telah menciptakan sesuatu yang baru dalam puisinya itu dengan meminjam dan sekaligus diilhami oleh beberapa larik pada puisinya Archibald Macleish. Puisi Archibald Macleish mengandung nilai-nilai yang bisa diterima di mana saja. Para prajurit muda yang telah mati dalam puisi yang berjudul The Young Dead Soldiers. Itu tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Pada puisi Kerawang-Bekasi bisa dianggap seperti tafsir bangsa Indonesia pada zaman perjuangan fisik terhadap puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers tentang adanya Perang Dunia II. Dengan “mengubah dirinya” karya sastra bisa menembus yang namanya ruang dan waktu. Hal itu sangat sering terjadi sehingga pembaca tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berhubungan langsung dengan karya sastra yang berasal dari zaman atau negeri lain. Jika demikian halnya maka kita tidak perlu gegabah memandang rendah seorang penyair yang terpengaruh oleh penyair lainnya. Lebih-lebih pada masalah adanya pengaruh kemiripan antara puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers. Jadi, berdasarkan uraian tersebut, puisi “Kerawang Bekasi” karya Chairil Anwar merupakan karya pengaruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar