BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Di dunia sastra, terdapat beberapa model
karya sastra yaitu puisi, prosa, dan drama. Diantara ketig macam karya sastra
tersebut, puisi merupakan karya sastra yang paling mengandung unsur keindahan.
Hal tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri puisi yaitu menggunakan bahasa
pemadatan, pilihan kata juga sangat diperhatikan, dan masih banyak ciri puisi
yang lain.
Puisi merupakan salah satu karya seni
sastra yang dapat dikaji dari beberapa aspek. Puisi dapat dikaji dari seg struktur
dan unsur-unsurnya, mengingat puisi adalah struktur yang terdiri atas
bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Puisi juga dapat dikaji dari
segi jenis-jenis atau ragamnya. Karena banyaknya unsur yang membangun puisi,
maka orang tidak akan mudah memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui
dan menyadari bahwa puisi itu merupakan karya estetis yang bermakna dan
mempunyai arti. Oleh karena itu, sebelum seseorang melakukan suatu
pengapresiasian puisi, maka harus mengetahui unsur-unsur yang membangun sebuah
puisi.
Puisi dibangun dari dua unsur, yaitu
struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik suatu puisi terdiri atas
diksi, bunyi, versivikasi, bahasa kias, tipografi puisi, enjambemen, sarana
retorika, dan citraan. Sedangkan struktur batin suatu puisi meliputi nada dan
suasana serta makna dan rasa.
Pada makalah ini akan dibahas tentang
beberapa macam puisi beserta bentuk apresiasinya berdasarkan struktur fisik dan
struktur batin.
II.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Barangkali karya
Amir Hamzah?
2. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Hanya kepada
Tuhan karya Or. Mandank?
3. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Gembala
karya Moh. Yamin?
4. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi diponegoro
karya Chairil Anwar?
5. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Dengan Puisi,
Aku karya Taufik Ismail?
6. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Doa karya
Chairil Anwar?
7. Bagaimana
bentuk apresiasi dari puisi Burung
Kesunyian karya Jamal D. Rahman?
III.
Tujuan
Untuk
mengetahui bentuk apresiasi puisi .
BAB
II
ISI
I.
Puisi Barangkali karya Amir Hamzah
BARANGKALI
(Amir Hamzah)
Engkau yang lena dalam
hatiku
Akasa swarga
nipis-nipis
Yang besar terangkum
dunia
Kecil terlindung alis
Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang
dendang
Bangkit gunung
Buka mata-mutiara-mu
Sentuh kecapi firdusi
Dengan jarimu menirus
halus
Biar siuman dewi-nyanyi
Gambuh asmara lurus
lampai
Lemah ramping melidah
api
Halus harum mengasap
keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara
swarna
Barangkali mati di
pantai hati
Gelombang kenang
membanting diri
ANALISIS
Puisi
di atas merupakan jenis puisi prismatic. Hal itu terlihat dari pilihan diksi
yang digunakan kebanyakan mengandung makna kias.
A. Struktur Fisik
1. DIKSI
Dalam menulis puisi, pengarang sangat
memperhatikan diksi yang akan digunakan. Diksi akan membuat suatu puisi menjadi
indah. Selain itu, diksi juga menimbulkan kesan dan makna tersendiri bagi
pembaca.
Pada puisi `barangkali` karya Amir
Hamzah, penggunaan diksinya sangat bagus dan indah. Pengarang dengan pandainya
menggunakan diksi yang menimbulkan makna semakin kuat. Misalnya pada bait satu disebutkan kata
`lena` yang berarti tidur, membuat rangkaian kata dalam satu baris menjadi
indah. Antara kata `tidur` dan `lena` mempunyai makna yang sama, namun kata
`lena` lebih terkesan lebih indah.
Selain itu, pada baris kedua kata `akasa swaga` mempunyai makna sesuatu
yang berhubungan dengan surga. Namun, oleh pengarang kata surga dirasa belum
memberikan makna yang membelit, sehingga pengarang menggunakan kata lain yang
sama artinya dengan surga. Kata surga sudah umum digunakan, maka akan membuat
pembaca dengan mudah mendapatkan makna dari puisi tersebut. Oleh karena itu,
pengarang menggunakan permainan kata.
Puisi yang berjudul `barangkali`
mencerminkan suatu kehidupan yang romantic. Untuk itu, pengarang berusaha
memilih kata yang terkesan indah dan romantis laksana rayuan gombal saat
pacaran. Hal itu dibuktikan adanya kata-kata yang romantic yaitu `kudaduhkan`
(pada baris kedua bait 3). Kata itu mungkin mengungkapkan tentang tidur atau
menidurkan. Tapi untuk menambah kesan romantic, pengarang menggunakan kata yang
lain yang semakna dengan tidur.
Masih banyak lagi kata yang menimbulkan
efek romantic dari puisi tersebut. Kata itu misalnya `gambuh asmara`, `dara
asmara`, dan `pantai hati`. Kata-kata itu mencerminkan rayuan-rayuan gombal
dikala orang dilanda asmara, yang mana semua kata-kata diusahakan bermakna kias
dan menarik.
2. BUNYI
Unsur bunyi dalam sebuah puisi akan
memberikan efek keindahan tersendiri untuk pembaca. Pada bait ke-2 dan ke-3,
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Kupangku
di lengan lagu
Kudaduhkan
di selendang dendang
Pada awal baris dari kedua bait itu
terdapat pengulangan bunyi u pada kata kujunjung, kupuji, kupangku, dan
kudaduhkan. Kesamaan bunyi yang digunakan menimbulkan kesan indah dan enak
dalam pengucapannya. Dari keempat baris yang mempunyai kesamaan bunyi awal
tersebut lebih menekankan makna bahwa tokoh yang dimaksud adalah sama. Bunyi
ku-. Ku-, ku-, dan ku-, membuat makna semakin tegas.
Kombinasi bunyi juga dimunculkan pada
bait ke-4. Pada bait ini, pengarang menampilkan bunyi u pada kata-kata terakhir
dari setiap baris. Hal itu menimbulkan keserasian pengucapan kata dalam puisi.
Bangkit
gunung
Buka
mata-mutiara-mu
Sentuh
kecapi firdusi
Dengan
jarimu menirus halus
Setelah menggunakan
bunyi yang kuat dan bulat yaitu bunyi u, pada bait ke-5 dan ke-6, pengarang
menggunakan suara lirih `i` dan dilanjutkan suara lemah `a`.
Biar
siuman dewi-nyanyi
Gambuh
asmara lurus lampai
Lemah
ramping melidah api
Halus
harum mengasap keramat
Mari
menari dara asmara
Biar
terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
Bunyi `i` dan `a` yang bergantian muncul
menarik perhatian pembaca seolah-olah pengarang menggunakan variasi bunyi untuk
mempermainkan penyerapan makna kata oleh pembaca.
3. VERSIFIKASI (SAJAK, METRUM DAN
IRAMA, RIMA, BAIT)
Sajak dalam puisi disebut juga rima yang
merupakan ulangan bunyi pada setiap baris dalam puisi. Sajak berfungsi sebagai
hiasan suatu puisi. Pada puisi di atas, sajak yang ditampilkan merupakan sajak
identic yang terlihat pada kutipan berikut ini.
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Kupangku
di lengan lagu
Kudaduhkan
di selendang dendang
Pengulangan bunyi ku- yang diulang
secara berurutan memberikan kesan yang cantik pada puisi. Selain itu dalam
puisi tersebut juga terdapat asonansi. Misalnya asonansi e`sentuh kecapi`, `gelombang kenang`, dan `selendang dendang`. Asonansi I `biar siuman`, asonansi a
`halus harum`, `swara swarna`, `pantai hati`.
Asonansi-asonansi yang ada pada puisi
itu membuat kesan halus, merdu, dan indah. Apalagi suatu karya puisi itu
mengandalkan unsur keindahannya. Karena puisi bukan kumpulan kata yang
membentuk kalimat melainkan kumpulan kata yang telah dipadatkan. Karena adanya
pemadatan kata itu, maka keindahan menjadi unsur yang ditonjolkan.
Pada puisi di atas juga terdapat
persamaan rima akhir, yaitu rima akhir I dan rima akhir a. Persajakan vocal ini
menimbulkan pola sajak yang indah dalam pengucapan maupun saat didengar.
Biar
siuman dewi-nyanyi
Gambuh
asmara lurus lampai
Lemah
ramping melidah api
…
Mari
menari dara asmara
Biar
terdengar swara swarna
…
…
Irama pada suatu puisi berhubungan
dengan bunyi yang dihasilkan pada saat puisi itu dibacakan. Tinggi rendahnya
intonasi, panjang pendeknya pengucapan kata, dan keras lembutnya pengucapan itu
berhubungan dengan irama suatu puisi. Irama puisi ada yang beraturan ada juga
ynag tidak teratur.
Pada puisi berjudul barangkali di atas,
mempunyai irama yang lumayan bervariasi. Hal itu bida dilihat saat kita
memaknai kata-kata yang terlihat pada setiap larik. Misalnya pada larik dibawah
ini,
Mari
menari dara asmara
Biar
terdengar swara swarna
Pada dua larik diatas, kita bisa
membacanya dengan intonasi yang berbeda atau membuat variasi panjang pendek
suara pengucapan dari setiap kata. Misalnya, kata mari menari kita ucapkan
dengan nada tinggi dengan bantuan bunyi I, kemudian kata dara asmara kita baca
dengan suara pelan atau lembut seakan mendayu dengan bantuan bunyi a. Dengan
demikian sudah terlihat irama yang bervariasi dalam satu baris saja. Belum lagi
baris yang lainnya.
Selain itu, pada kutipan baris kedua,
kombinasi bunyi I, e, kemudian a, merupakan unsur penggerak intonasi yang
semakin melembut. Jadi ada penurunan bunyi dalam satu baris tersebut.
4. BAHASA KIAS
Pada puisi di atas, terdapat bahasa kias
yang membuat bermacam penafsiran bagi pembaca. Pengarang menggunakan pengiasan
dalam bentuk frase. Hal itu terrekan dalam kata `dara asmara`. Dua kata itu
mempunyai satu arti yaitu seorang gadis. Oleh pengarang seorang gadis yang
dipuji-puji oleh tokoh aku diibaratkan sebagai dara asmara. Selain itu,
pengarang juga mengibaratkan pangkuan sebagai selendang dendang yang dipakai
untuk menidurkan si gadis. Seorang gadis yang cantik bermata bening dan indah
diibaratkan sebagai mata mutiara oleh pengarang. Pengibaratan ini memperindah
makna puisi.
Tidak sekadar mengibaratkan, pengarang
juga membandingkan sesuatu yang besar dengan dunia.
Yang besar terangkum dunia
Selain itu, pengarang menggunakan
perumpamaan `pantai hati` untuk menggambarkan perasaan seseorang. Pengarang
membuat pengiasan sedemikian rupa sehingga puisi terlihat indah. Apalagi puisi
di atas bertemakan dengan keromantisan, yang mana romantis berhubungan dengan
kata-kata indah yang umumnya penuh dengan rayuan.
5. TIPOGRAFI PUISI
Pada puisi `barangkali` karya Amir Hamzah, tipografi
yang ditampilkan adalah bentuk rata kiri dan lurus bawah. Puisi itu diberi
wajah yang sederhana untuk memperkuat makna yang disampaikan, yaitu tentang
keromantisan.
Tipografi puisi diatas dibentuk oleh enam bait, yang
mana jumlah baris tiap bait berbeda-beda. Pada bait pertama, terdiri atas empat
baris yang mana tiap baris mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga
menimbulkan tampilan yang tidak rata kana-kiri melainkan hanya rata kiri saja.
Pada bait kedua terdiri atas dua baris yang disusun sama seperti bait
sebelumnya. Bait ketiga terdiri atas dua baris. Bait ketiga, keempat, dan
kelima, masing-masing terdiri atas empat
baris yang disusun sama seperti bait sebelumnya. Antara bait satu dan yang
lainnya diberi jeda (spasi). Hal itu sebagai penanda perpindahan bait. Karena mungkin
setiap bait mengandung makna yang terpisah.
Jumlah baris dalam satu bait berbeda-beda. Demikan
juga jumlah kata dalam satu baris juga berbeda-beda. Hal itu menimbulkan
panjang pendeknya tampilan baris. Walaupun baris dibuat rata kiri, namun
sebelah kanan terlihat tidak rata (berberaturan). Penampilan yang semacam itu
tidak akan membuat pembaca atau penikmat puisi bosan.
Puisi yang berjudul barangkali karya Amir Hamzah,
ditulis dengan menggunakan awalan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.
Jadi, kita harus memiliki kreatifitas sendiri memberi intonasi pada akhir baris
saat membaca.
6. ENJAMBEMEN
Enjambemen adalah pemenggalan makna pada
puisi. Pada dasarnya, satu baris atau satu bait puisi bukan merupakan satu
kalimat yang utuh, namun memiliki makna yang berlainan dan belum tentu satu kesatuan
makna. Oleh pengarang, jika makna yang ditampilkan tidak berhubungan, maka
pengarang memilih pergantian baris. Misalnya terlihat pada kutipan berikut ini
:
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Kupangku
di lengan lagu
Kudaduhkan
di selendang dendang
Pada kutipan di atas, pengarang
menceritakan kegiatan seseorang yang menjunjung, memuji, memangku, dan
menidurkan (mendaduhkan). Hal itu merupakan penggambaran satu peristiwa pada
satu waktu yang dilakukan oleh orang yang sama, yaitu tokoh aku. Namun, oleh
pengarang hal itu tidak dijadikan dalam satu baris. Sesuai hak yang dimiliki
oleh pengarang, amir Hamzah memenggal setiap macam aktivitas. Hal ini bermaksud
untuk mengganti kata penghubung `dan`. Tanpa menampilkan kata penghubung,
pengarang bermaksud memberi tahu pembaca bahwa kegiatan itu berkelanjutan. Dan
hal itu dilakukan pengarang dengan memenggal uraian kata ke baris berikutnya.
7. SARANA RETORIKA
Untuk menekankan makna puisi tanpa
mengurangi unsur keindahan puisi, pengarang menggunakan sarana retorika. Sarana
retorika pada umumnya berupa majas atau sesuatu yang tidak bermakna lugas.
Amir Hamzah dalam berpuisi menggunakan
sarana retorika yang unik dan indah. Beliau tidak hanya menggunakan satu atau
dua majas saja sebagai unsur pembentuk sarana retorika, namun pada puisi yang
dibuatnya mengandung beberapa majas, diantaranya majas perulangan, hiperbola,
personifikasi, dan metafora.
Majas perulangan bisa dilihat pada
kutipan dibawah ini :
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Kupangku
di lengan lagu
Kudaduhkan
di selendang dendang
Pada kutipan di atas, kita lihat adanya
pengulangan suku kata yaitu suku kata ku- yang terletak pada awal baris.
Pengulangan suku kata itu, menekankan pada makna bahwa tokoh yang digambarkan
dalam puisi itu benar-benar cinta.
Selain itu, kita juga bisa melihat
penggunaan majas hiperbola pada kutipan berikut
Yang
besar terangkum dunia
Kecil
terlindung alis
Gelombang
kenang membanting diri
Beberapa rangkaian kata yang terdapat
pada tiga baris puisi di atas menimbulkan majas hiperbola yang maknanya
berlebihan. Hal itu dianggap berlebihan karena susunan kata dan pemilihan kata
yang digunakan sangat berlebihan maknanya. Misalnya sesuatu yang besar kita
bayangkan seperti suatu benda yang dirangkum dunia. Hal itu melebih-lebihkan
besarnya benda atau sesuatu yang dimaksud. Selain itu, pada kata ` gelombang
membanting diri `, seakan-akan kita sangat bersalah sehingga terbanting oleh
gelombang yang posisinya tidak berada disembarang tempat. Selain bermakna
hiperbola, kata itu juga menimbulkan majas personifikasi yang menggambarkan
suatu benda berupa ombak yang statusnya benda mati bisa membanting diri
seseorang. Hal itu memang bukan hal yang baru, namun seolah-olah ombak
diposisikan oleh pengarang sebagai ajang mengadili.
Pada puisi di atas juga banyak
ditampilkan rangkaian kata yang menggunakan majas metafora. Majas metafora
memang cocok untuk suatu puisi yang bertemakan cinta atau sesuatu yang
romantis. Kata-kata yang menyatakan majas metafora yaitu:
Engkau
yang lena dalam hatiku
Akasa
swarga nipis-nipis
Biar
siuman dewi-nyanyi
Gambuh
asmara lurus lampai
Barangkali
mati di pantai hati
8. CITRAAN
Untuk menimbulkan unsur keindahan, pengarang
menggunakan sarana pencitraan dalam seatu puisi. Citraan itu meliputi
pemanfaatan alat indera kita. Citraan meliputi citraan penglihatan,
pendengaran, perabaan, perasaan, dan peniuman.
Pada puisi `barangkali` karya Amir Hamzah, terdapat
beberapa citraan diantaranya adalah citraan penglihatan (visual). Hal itu
ditunjukkan pada baris :
Engkau
yang lena dalam hatiku
…
…
…
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Bangkit
gunung
Buka
mata-mutiara-mu
Sentuh
kecapi firdusi
Dengan
jarimu menirus halus
Rangkaian kata yang terlihat di atas
merupakan beberapa wakil kata yang lain yang mencerminkan citraan visual. Pada
setiap rangkaian kata dalam stiap baris, membuat kita seakan-akan melihat
kejadian yang digambarkan. Orang yang tertidur, orang yang menjunjung, orang
yang memuji, yang terekam dalam tiga baris awal dalam kutipan diatas membuat
kita membayangkan dan seolah-olah kita melihat hal itu. Melalui citraan yang
ada, kita seakan-akan menjadi pengamat perilaku tokoh dan menjadi penonton
aktivitas tokoh dalam puisi.
Pada empat baris terakhir yang ada dalam
kutipan di atas, kita dapat melihat bagaimana seorang pengarang mengajak
pembaca untuk ikut menikmati keindahan dari gunung dan permainan kecapi
jari-jari halus seorang gadis.
Selain citraan penglihatan atau visual,
pengarang juga menggunakan citraan pendengaran atau audio. Hal itu dapat
dilihat dari kutipan di bawah ini.
…
Biar
terdengar swara swarna
…
…
(bait 6)
Berdasarkan
kutipan di atas, kita dapat ikut membayangkan betapa merdunya suara yang
dinyanyikan oleh gadis yang diceritakan oleh pengarang dalam baris
sebelumnya. Selain itu juga ada
kombinasi dua citraan yaitu citraan perabaan dan penciuman. Hal itu terekan
dalam rangkaian kata di bawah ini,
Halus
harum
mengasap keramat
Citraan-citraan yang ditampilkan oleh
pengarang akan membuat pembaca lebih meresapi maksud yang akan disampaikanpengarang
pada pembaca. Selain itu, pembaca juga akan mendapatkan kesan tersendiri akan
citraan yang dia buat berdasarkan apa yang dia baca.
B. Struktur Batin
1. MAKNA DAN RASA
Makna
yang terdapat dalam puisi di atas bisa dilihat dari setiap kata maupun dalam
satu baris. Misalnya pada bait kedua dan ketiga, kita dapat menarik makna
sekaligus pada setiap baris bukan tiap kata.
Kujunjung
di atas hulu
Kupuji
di pucuk lidah
Kupangku
di lengan lagu
Kudaduhkan
di selendang dendang
Pada beberapa baris di atas kita dapat
menyimpulkan makna dari bahwa tokoh aku yang ditampilkan dalam puisi itu sedang
memuja-muja sosok orang (gadis) yang ia cintai. Dia junjung tinggi, ia puji, ia
peluk, dan bahkan ia selalu ada sampai si gadis menutup mata. Jadi, empat baris
di atas mengandung satu makna yang berkesinambungan.
Selain mengandung makna, puisi itu juga
mengandung nilai rasa. Rasa yang ditimbulkan oleh puisi itu merupakan rasa
cinta yang romantic dari tokoh aku kepada seorang gadis. Si aku terlihat sangat
menikmati perasaan cintanya. Hal itu diwujudkan dengan rangkaian kata yang
mengandung makna memuja-muja si gadis.
2. NADA DAN SUASANA
Nada merupakan sikap penyair terhadap
pembaca, sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi.
Nada yang ditimbulkan oleh penyair adalah nada santai. Dalam puisinya, penyair
ingin bercerita tentang kisah cinta tokoh aku kepada seorang gadis. Tokoh aku
selalu melakukan kegiatan yang romantic, mendayu-dayu, merayu, sehingga puisi
itu terkesan santai. Penyair berusaha memberitahu pembaca tentang tanda-tanda
orang yang kasmaran. Bagi penyair, cinta adalah sesuatu yang sangat berharga.
Anggapan semacam itu penyair utarakan kepada pembaca melalui rangkaian
kata-katanya.
Jika nada yang ditampilkan pada puisi
itu adalah nada santai, maka suasana yang hadir juga tidak jauh beda. Setelah
membaca puisi itu dan mendapatkan makna yang terkandung, maka pembaca akan
merasakan betapa indahnya merasakan cinta kasih kepada seseorang. Mungkin
pembaca akan melakukan hal yang serupa dengan apa yang dilakukan tokoh dalam
puisi jika pembaca sedang mengalami jatuh cinta.
Memang tidak dapat kita pungkiri, bahwa
orang yang sedang berkasih akan melakukan apa saja untuk orang yang dikasihi.
Dia akan memuja-muja orang itu dan berbuat sebaik mungkin kepada orang
tersebut.
II.
Puisi hanya kepada Tuan karya Or.
Mandank
·
Hanya
Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
Analisis :
Puisi di ats merupakan jenis puisi
bebas yang tidak terikat oleh aturan tertentu. Namun, melihat ada dua bait yang
terdiri atas lima baris, maka puisi itu juga bisa disebut quint.
A.
Unsur Fisik
1.
Diksi
Diksi atau pilihan kata yang digunakan oleh pengarang
lumayan sederhana, namun tidak mengurangi makna yang akan disampaikan. Pengarang
lebih menonjolkan kata ulang dalam puisinya. Hal itu terlihat pada kata
`satu-satu` yang selalu dipakai disetiap bait. Penulis atau pengarang lebih
memilih menggunakan kata-kata yang resmi atau baku yang tercermin pada kata
`saya`. Saya merupakan kata baku untuk sebutan orang pertama. Selain kata saya,
ada kata lain yang memiliki arti yang sama, yaitu aku, beta, awak, daku, dan
lainnya. Namun, pengarang lebih memilih kata saya karena disesuaikan dengan
makna puisi yang resmi. Hal itu membuat makna puisi lebih terkesan tegas. Unsur
ketegasan atau suatu perbedaan posisi diperlukan dalam puisi itu. Dengan
begitu, permainan kata juga harus disesuaikan. Puisi itu menceritakan tentang
dua sosok makhluk yang mempunyai perbedaan derajat atau posisi. Untuk itu
terjadi interaksi yang agak kaku. Hal itu tercermin dari pemilihan kata yang
digunakan oleh pengarang. Untuk menonjolkan makna, pengarang juga menggunakan
kata yang semakna misalnya `diresak gelisahkan`, dua kata itu semakna namun,
digunakan secara bersamaan. Kata yang digunakan oleh pengarang kurang
bervariasi. Pengarang menggunakan kata-kta yang rata-rata memiliki makna yang
sama. Hal itu terlihat dari kata `katakan` pada bait pertama, `kisahkan` pada
bait kedua, dan `nyatakan` pada bait ketiga. Ketiga kata itu sama maknanya.
Namun, digunakan secara bergantian pada tiap baitnya.
2.
Bunyi
Unsur bunyi yang mendominasi puisi
di atas adalah bunyi a. Oleh pengarang, puisi itu digambarkan sebagai suasana
yang lemah lembut. Jadi, unsur bunyi rendah seperti a cocok untuk ditampilkan.
Hal itu terekam dalam rangkaian kata pada semua baris yang berakhiran –an.
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Keserasian suku kata akhir yang sama dimaksudkan untuk
memberi keindahan pada puisi tersebut. Namun, oleh pengarang semua baris dibuat
berakhiran yang sama, sehingga membuat pembaca agak bosan.
Selain bunyi a, pengarang juga
menimbulkan bunyi u pada awal-awal kata. Bunyi u yang berurutan memberikan
unsur keindahan yang berbeda apalagi dikombinasikan dengan bunyi a yang
mengelilinginya.
Satu-satu perasaan
…
…
…
Satu-satu kegelisahan
…
…
…
…
Satu-satu kenyataan
…
…
…
…
Satu-satu kegelisahan
…
…
…
…
Satu-satu kenyataan
…
…
…
…
Bunyi u yang mantap dan bulat
sangat cocok ditampilkan di depan kata atau kata yang mengawali sebuah bari
maupun bait. Kata yang diucapkan bulat akan menimbulkan kesan yang menggugah
semangat pendengar untuk mendengarkan lebih lanjut. Selain itu, suara bulat
pada awal kata bisa mengimbangi suara lemah yang ada pada rangkaian kata
brikutnya.
Pengarang juga menggunakan sedikit
bunyi e yang letaknya berkesinambungan, sehingga pengucapannya pun bergantian
tanpa jeda yang lama. Hal ini mengesankan terjadi kombinsi bunyi kata pada
puisi.
Yang pernah diresah
gelisahkan
Yang enggan
menerima kenyataan
3.
Versifikasi (sajak, metrum dan
irama, rima, bait)
Sajak dalam puisi disebut juga rima
yang merupakan ulangan bunyi pada setiap baris dalam puisi. Sajak berfungsi
sebagai hiasan suatu puisi. Pada puisi di atas, sajak yang ditampilkan
merupakan sajak identik yang terlihat pada kutipan berikut ini.
Satu-satu perasaan
…
…
…
Satu-satu kegelisahan
…
…
…
…
Satu-satu kenyataan
…
…
…
…
Satu-satu kegelisahan
…
…
…
…
Satu-satu kenyataan
…
…
…
…
Pada puisi
di atas, pengarang juga menggunakan rangkain asonansi yang didominasi oleh
asonansi a. Karena puisi tersebut terkesan menggambarkan peraduan seseorang
kepada seseorang yang lebih dihormatinya, maka oleh pengarang dibuat nada atau
intonasi rendah.
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
…
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
…
Selain menggunakan asonansi,
pengarang juga menggunakan rima yang sama. Hal itu ditonjolkan pada rima akhir
yang mana puisi yang trdiri atas tiga bait itu memiliki rima akhir yang sama
yaitu –an.
Rima akhir yang sama dengan jumlah
yang banyak membuat asonansi menjadi tidak kelihatan. Apalagi asonansi yang
digunakan juga berbunyi a. Melihat bentuk asonansi dan rima yang digunakan,
maka puisi itu didominasi dengan irama yang rendah. Pembaca akan membaca puisi
itu dengan nada yang rendah, menghalus, dan lembut. Tetapi, mungkin akan ada
variasi bunyi bulat agak tinggi pada saat pengucapan kata `satu-satu`.
4.
Bahasa Kias
Puisi di atas tidak banyak
menggunakan bahasa kias. Hampir semua kata yang dipilih bermakna lugas.
Kata-katanya langsung bisa kita mengerti, jadi memudahkan kita untuk menarik
makna.
Namun, pengarang tidak sepenuhnya
mengambil makna yang benar-benar lugas atau murni lugas. Pengarang juga
menyelipkan bahasa lugas yang seolah-olah mengiaskan, misalnya `diresah
gelisahkan`, mungkin pengarang memberi maksud untuk kedua kata itu bahwa
benar-benar membuat orang gelisah.
5.
Tipografi
Puisi yang berjudul hanya kepada
tuan karya Or. Mandank, terdiri atas tiga bait. Bait pertama disusun dari empat
baris yang memiliki jumlah yang berbeda pada setiap barisnya. Pada bait kedua
terdiri atas lima baris yang jumlah katanya pun berbeda. Dan, pada bait ketiga
terdiri atas lima baris.
Baris-baris yang menyusun tiap bait
puisi itu membentuk tipografi suatu puisi. Tipografi yang digambarkan oleh
pengarang pada puisinya yaitu tipografi yang lurus kiri, yaitu penulisannya
rata kiri, lurus ke bawah, namun panjang kata tiap baris tidak beraturan,
sehingga bagian kanan terlihat panjang pendek.
Penulisan puisi itu selalu diawali
dengan huruf besar pada awak baris tanpa diakhiri dengan tanda baca. Jadi,
untuk mendapatkan intonasi pada puisi, maka kita harus mengira-ira sendiri unut
mendapatkan kesan yang lebih baik.
6.
Enjambemen
Pemenggalan atau enjambemen yang
terlihat pada puisi terjadi pada tiap bait. Menurut saya, dalam satu bait puisi
di atas merupakan rangkaian satu kalimat yang utuh. Jadi, agar tidak menjadikan
baris berukuran panjang maka rangkaian kata itu dipenggal-penggal menjadi
beberapa baris. Misalnya terlihat pada bait pertama,
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Pada bait pertama tersebut, terdiri
atas empat baris yang merupakan udalan dari satu kalimat yaitu `Satu-satunya perasaan, saya katakan kepada
tuan yang pernah merasakan`. Itu merupakan makna yang utuh. Namun, karena
puisi mempunyai ciri pemadatan, maka kalimat itupun dibentuk sedemikian rupa sehingga
menjadi menarik.
Pemenggalan juga terlihat pada kta
` kepada tuan` yang hanya dalam stu baris dan diteruskan kata berikutnya di
baris berikutnya pula. Jadi, jika kit abaca terkesan itu pemenggalannya.
7.
Sarana retorika
Pengarang puisi di atas tidak begitu
menonjolkan unsur majas. Mungkin hanya beberapa majas saja yang itupun tidak
jelas terlihat sehingga kita harus menerka-nerka lebih jauh. Misalnya ada majas
hiperbola pada kutipan di bawah ini :
Yang pernah diresah gelisahkan
Kata diresah
gelisahkan mengambarkan kesan sedih atau resah yang berlebihan. Hal itu
karena terjadi pengulangan makna walaupun dalam bentuk yang berbeda.
8.
Citraan
Pencitraan ynag dilakukan pengarang
pada puisi di atas kebanyakan adalah citraan perasaan. Perasaan yang resah dan gelisah.
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Yang saya serahkan
Selain itu, setelah membaca puisi tersebut kita juga bisa
berimajinasi tentang seseorang yang sedng bercakap dengan orang lain. Hal itu
bisa digolongkan pada citraan penglihatan atau visual.
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
Dari kutipan itu, kita seakan-akan melihat seseorang sedang
berbicara. Karena puisi tersebut kata-katanya monoton sehingga tidak terdapat
banyak citraan yang ditampilkan.
B.
Unsur Batin
1.
Makna dan rasa
Makna puisi di atas dapat dilihat
dari rangkaian kata pada satu kesatuan baitnya. Baris-baris yang dalam puisi
itu saling berhubungan dan berkesinambungan membentuk satu makna. Dan makna itu
terbentuk dari kumpulan baris yang disebut bait. Pada Bait kedua dengan kutipan
sebagai berikut :
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Pada bait itu diceritakan tentang seseorang yang sedang
mencurahkan keluh kesahnya kepada tuan. Tuan dianggap paling bisa mengerti
tentang apa yang dirasakan oleh tokoh yang ada dalam puisi. Melihat rangkaian
kata itu, kita bisa merasakan keadaan hati seseorang yang sedang dilanda
masalah yang sulit untuk dipecahkan. Dia berusaha meminta petunjuk kepada Tuan
yang dirasa pernah merasakan hal yang sama. Perasaan resah, gelisah bisa kita
lihat pada baris selanjutnya. Orang yang suasana hati tidak karuan. Resah,
gelisah yang dia rasakan.
2.
Nada dan suasana
Nada
merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana adalah keadaan jiwa
pembaca setelah membaca puisi. Dengan begitu, berdasarkan unsur nadanya, puisi
di atas memiliki nada yang serius. Pengarang berusaha mengungkapkan sikap
menasihati pembaca dengan membuat penggambaran tentang kisah pengaduan seseorang
yang berkenaan dengan orang lain. Pengarang bermaksud memberitahu pembaca bahwa
kita sebagai manusia tidak hidup sendiri dan ada kalanya kita bisa berbagi
dengan orang lain untuk meminta nasihat.
Pengarang
berharap setelah membaca puisi itu, pembaca bisa lebih menikmati kondisi hidup
yang dialami. Bahwa kita dengan kondisi itu, kita bisa melakukan banyak hal
dengan mengatakan, mengisahkan , atau pun menyatakan kepada orang yang tepat.
Selain itu, kita juga tidak boleh melupakan tuhan. Kita perlu berserah diri
setelah berusaha. Karena sesungguhnya hanya dia yang maha kuasa.
III.
Puisi Gembala karya Moh. Yamin
Gembala
Perasaan
siapa ta ‘kan nyala
Melihat
anak berelagu dendang
Seorang saja di tengah padang
Seorang saja di tengah padang
Tiada
berbaju buka kepala
Beginilah
nasib anak gembala
Berteduh di bawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang ke rumah di senja kala
Berteduh di bawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang ke rumah di senja kala
Jauh
sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Wahai gembala di segara hijau
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Wahai gembala di segara hijau
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
Maulah
aku menurutkan dikau
(Muhammad Yamin)
(Muhammad Yamin)
Analisis :
Puisi di
ats trmasuk dalam puisi bebas yang memiliki empat belas baris dalam satu
baitnya. Oleh karena itu, puisi itu bisa disebut sonata.
A.
STRUKTUR
FISIK :
1. DIKSI
Pilihan diksi yang dilakukan pengarang
tidak terlalu sulit untuk diterjemahkan. Diksi-diksi yang dipilih lumayan
sederhana sehingga pembaca tidak kesulitan untuk menemukan makna yang
terkandung di dalamnya.
Walaupun diksi ynag digunakan hanya
sederhana, namun diksi-diksi itu merupakan kata yang indah. Misalnya `tiada
berbaju` yang berarti tidak memakai baju. Jika dalam baris puisi itu langsung
dituliskan kalimat aslinya, maka akan mengurangi keindahan. Apalagi suatu puisi
memiliki ciri pemadatan kata. Selain itu, pengarang juga lebih memilih kata
yang menarik dan romantic, misalnya kata `senja` yang sama artinya dengan sore
ataupun petang. Namun, pengarang lebih suka menggunakan kata senja sehinggga
bisa dihubungkan atau dikombinasikan dengan kata selanjutnya.
Pulang ke rumah di senja
kala
Selain
kata-kata itu, pengarng juga memilih kata indah yang lain.
Melagukan alam nan molek
permai
Pengarang tidak melihat status si penggembala yang hanya
pekerjaan biasa, namun oleh pengarang dibuat suasana menggembala itu indah
dengan cara menampilkan kata-kata yang indah pula. Dengan kata-kata yang
dipilihkan oleh pengarang itu, pembaca bisa ikut merasakan suasana
penggembalaan di suatu padang rumput.
2. BUNYI
Bunyi
yang terdapat pada puisi di atas didominasi bunyi a. Bunyi a hampir terdapat
pada semua kata dan baris. Dengan kehadiran bunyi a ini akan memberikan efek
yang halus karena bunyi a merupakan bunyi rendah.
Seorang saja di tengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib
anak gembala
Bunyi-bunyi itu membuat unsur keindahan pada puisi. Selain
bunyi a, pengarang juga menampilkan kombinasi bunyi yang indah, yaitu kombinasi
bunyi i dan u yang letaknya berselang-seling dalam kata. Hal itu menimbulkan
kesan yang bervariasi dalam pengucapan Dan bunyi itu akan mempengaruhi
keindahan pada saat puisi itu dibacakan.
Jauh sedikit sesayup sampai
Selain ada bunyi kombinasi, pengarang juga menampilkan
bunyi yang seragam sehingga mempermudah pelafalan oleh pembaca. Selain itu,
manfaat yang lainnya adalah dengan bunyi yang seragam, maka suara yang
dihasilkan pun akan seiringan dan senada. Bunyi seragam semacam ini akan lebih
indah jika didendangkan.
Mendengarkan puputmu
menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
Dua baris puisi itu memiliki unsur bunyi yang hampir sama.
Apalagi pada tiapbaris puisi itu mempunyai kata yang sama yaitu `menurutkan`.
Bunyi yang sama terjadi pula di akhir kata, yaitu tiap kata akhir memiliki suku
kata yang bunyinya sama, yaitu –au. Bunyi –au ini akan memperindah puisi saat
dibacakan karena bunyi ini terdengar mantap, bulat, dan ekspresif.
3. VERSIFIKASI (SAJAK, METRUM DAN IRAMA, RIMA,
BAIT)
Sajak
yang ditampilkan dalam puisi di atas sangat beragam. Terdapat banyak asonansi
dalam puisi tersebut, namun asonansi a lebih mendominasi. Asonansi a akan sering muncul sehubungan
dengan kata yang mengandung bunyi a.
Perasaan siapa ta
‘kan nyala
Asonansi
a ditimbulkan pada setiap kata yang menyusun baris di atas. Asonansi a ini akan
menimbulkan suasana melemah. Selain asonansi a, ada juga asonansi yang lain,
yaitu e dan u. Asonansi itu terlihat pada kutipan di bawah ini.
Melihat anak berelagu dendang
Maulah aku menurutkan dikau
Selain terdapat asonansi, juga
terdapat bunyi yang hampir sama pada kata yang berurutan. Namun, kemiripan
bunyi itu membuat puisi menjadi lebih indah. Kata yang berkesinambungan itu
seakan-akan membawa dampak keserasian yang indah pada pengucapan.
Jauh sedikit sesayup sampai
Persamaan bunyi se- dan sa- yang
terdapat dalam satu baris di atas merupakan serangkaian sajak awal yang
identik.
Pada puisi di atas, terdapat rima
akhir yang sama. Hal itu terlihat pada kutipan dibawah ini.
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Wahai gembala di segara hijau
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
Kesamaan rima akhir itu merupakan bunyi diftong dalam
bahasa Indonesia, yaitu diftong ai dan au. Penambahan bunyi diftong ini
memperindah bunyi kata dan mempercantik kejelasan pendengaran penyimak. Selain
itu, efek dari bunyi diftong juga memperkuat makna.
4. BAHASA KIAS
Pengarang
tidak menampilkan banyak bahasa kias pada puisi di atas. Hal itu karena, puisi
tersebut tergolong jenis puisi lanskap yang mana penjelasan atau kata yang
digunakan relatif bermakna lugas. Namun, ada beberapa kata yang bermakan kias
yaitu `buka kepala` yang terdapat pada
baris keempat, yang berarti tidak memakai penutup kepala (topi atau
caping). Kata kias yang lain yaitu `kayu nan rindang`. Oleh pengarang, kata itu
diberi makna sebuah pohon yang berdaun lebat sehingga memberikan kerindangan
bagi orang disekitarnya. Selain itu juga
ada kiasan yang bermakna tempat yang luas, yaitu `segara hijau`. Segara hijau
di sini bermakna suatu tempat yang luas yang penuh dengan rerumputan berwarna
hijau.
Pengarang
sengaja menggunakan kata kias semacam ini guna memperindah kata atau diksi pada
puisi yang dibuatnya.
5. TIPOGRAFI PUISI
Tipografi
puisi yang ditampilkan cukup sederhana, karena puisi ini hanya terdiri atas
satu bait saja. Satu bait puisi ini terbentuk dari kumpulan empat belas baris
puisi. Keempat belas baris itu tersusun rapi kebawah dengan penulisan rata
kiri. Sedangkan bagian kanan bait terlihat tidak teratur. Hal ini karena jumlah
kata dalam satu baris tidak sama. Selain mengenai penulisan letak, pada puisi
ini juga terlihat penulisan huruf yang diawali dengan huruf kapital. Namun,
pada puisi ini tidak ditemukan adanya tanda baca. Sehingga untuk menimbulkan
intonasi yang beragam, maka pembaca harus pandai-pandai menempatkan intonasi
yang tepat pada tiap kata atau baris.
6. ENJAMBEMEN
Pemenggalan
makna yang terdapat pada puisi di atas bisa kita lihat pada setiap barisnya.
Tiap baris puisi memiliki makna yang koheren sehingga tidak bisa dipisahkan.
Rata-rata pada satu baris puisi terdiri atas
empat kata, yang mana empat kata itu terbagi dalam dua kelompok kata,
kata pertama dengan kata kedua memiliki maksud yang utuh, begitu juga kata
ketiga dan keempat.
Perasaan siapa ta ‘kan nyala
Dari
baris di atas dapat kita penggal menjadi perasaan siapa dan ta`kan nyala.
Pemenggalan-pemenggalan semacam itu juga berlaku untuk baris yang lainnya.
7. SARANA RETORIKA
Puisi
gembala tidak mengandung majas yang berlebihan. Hanya saja untuk memperlembut
keadaan, maka pengarang menyisipkan majas metafora. Hal itu terlihat pada baris
di bawah ini
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Rangkaian
kata-kata itu terlihat indah dan seolah-olah terkandung nilai kelembutan yang
penuh dengan rayuan.
Selain
itu, ada juga majas hiperbola yang ditunjukkan pada kata dalam baris berikut
ini.
Wahai gembala di segara hijau
Kata
`segara hijau` dianggap sebagai unsur majas hiperbola karena kata itu
seakan-akan melebih-lebihkan makna luas. Mungkin yang dimaksud pengarang segara
hijau adalah lapangan rumput yang digunakan penggembala menggembalakan
kerbaunya. Namun, oleh pengarang lapangan rumput itu digambarkan sangat luas
bak segara (laut).
8. CITRAAN
Pada
puisi di atas terdapat citraan penglihatan dan pendengaran. Hal itu dapat kita
lihat pada kutipan di bawah ini.
Melihat anak berelagu dendang
Seorang saja di tengah padang
Seorang saja di tengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Berdasarkan kutipan di atas, seolah-olah kita dapat melihat
seorang anak yang sedang bernyanyi seorang diri di tengah lapang tanpa
menggunakan baju dan penutup kepala. Kita menkmati kondisi itu dengan bantuan
indera pemglihat kita. Jadi, dalam hal ini yang berperan adalah citraan
penglihatan atau visual.
Selain citraan visual, ada juga citraan audio atau
pendengaran. Citraan pendengaran ini mengajak kita seolah-olah kita
mendengarkan sesuatu.
Terdengar olehku bunyi serunai
B. STRUKTUR BATIN
1. MAKNA DAN RASA
Puisi yang berjudul Gembala karya Moh
Yamin tersebut memiliki makna yang sederhana. Pengarang hanya ingin menceritakan
kehidupan seorang anak yang sedang menggembala kerbaunya. Pengarang berusaha
menampilkan kesan ynag mendalam pada pembaca tentang aktivitas penggembala.
Oleh pengarang, situasi saat menggembala digambarkan dengan penuh citraan
visual dan audio. Dari puisi tersebut, kita dapat mengetahui bahwa seorang
penggembala itu akan menggembalakan kerbau-kerbaunya di padang rumput yang
luas. Penggembala juga berpakaian yang sederhana. Selain itu, pengarang juga
menggambarkan betapa rajinnya pengembala karena berangkat pagi dan pulang
petang.
Selain memiliki nilai makna, puisi
tersebut juga mempunyai rasa. Oleh pengarang rasa yang ditampilkan hanya
sederhana yaitu rasa senang yang ditunjukkan oleh pengembala saat mengembalakan
kerbaunya. Rasa senang dan bahagia itu tergambar pada saat pengembala duduk
tenang di bawah pohon yang rindang sambil bernyanyi.
Berteduh
di bawah kayu nan rindang
…
…
…
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan molek permai
Melagukan alam nan molek permai
2. NADA DAN SUASANA
Pengarang menciptakan puisi itu guna menceritakan
sekaligus memberitahukan kepada pembaca
tentang kehidupan seorang pengembala. Bagaimana seorang pengembala
mengembalakan kerbaunya, bagaimana dia berpakaian, kapan dia pergi, dimana dia
menggembala, dan apa saja yang dilakukannya saat mengembala. Dengan memberikan
gambaran-gambaran semacam itu, pengarang berusaha membagi pengetahuan kepada
pembaca tentang kehidupan sisi lain.
Setelah pengarang menyampaikan maksudnya
lewat rangkaian kata-katanya itu, maka pembaca diharapkan bisa mengambil
pelajaran yang positif dari peristiwa tersebut.
Misalnya, setelah membaca itu, pembaca akan meniru kerajinan pengembala
yang pergi pagi pulang petang. Mungkin juga pembaca akan meniru keuletan dari
pengembala yang tahan terhadap cuaca walupun tanpa baju dan berada di alam
bebas. Jadi, dari puisi tersebut, kita dapat mengambil banyak pelajaran.
IV.
Puisi
Diponegoro karya Chairil Anwar
Diponegoro
Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan
sekali tuan menanti
Tak
gentar. Lawan banyaknya
Seratus
kali
Pedang
dikanan, keris dikiri
Berselempang
semangat
Tak bisa
mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah
diatas menghampa
Binasa
diatas ditindas
Sesungguhnya
jalan asal
Baru
tercapai
Jika hidup
harus merasa
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Chairil
Anwar)
Analisis:
Melihat
isi cerita dalam pusi tersebut, maka puisi itu dapat dimasukkan dalam jenis
puisi epic, yaitu puisi yang bercerita tentang kepahlawanan.
A.
STRUKTUR FISIK
1.
Diksi
Untuk
mencapai unsur keindahan dalam puisi, maka pengarang perlu memperhatikan diksi
yang digunakan. Pada puisi Diponegoro karya Chairil Anwar ini menggunakan diksi
yang kuat. Kata yang digunakan merupakan kata-kata yang keras dan tergolong
kata tegas. Hal itu akan terlihat jika puisi itu dibacakan. Kata-kata keras itu
misalnya terlihat pada bait terakhir, yaitu:
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Jika
kata-kata itu diucapkan, akan menimbulkan suara yang keras dan tegas. Dengan
demikian akan menambah mantapnya makna yang ingin disampaikan pengarang.
Pedang dikanan, keris dikiri
Berselempang
semangat
Pilihan kata yang dilakukan oleh pengarang sangat cocok
dengan makna dan situasi yang ingin disampaikan. Seperti kutipan di atas,
berdasarkan rangkaian kata yang tidak jauh dari senjata, kita dapat memaknainya
sebagai semangat pahlawan kita pada zaman dulu. Kata `berselempang semangat`
yang dipilih oleh pengarang menandakan suatu semangat yang menyeluruh yang
sudah tersimpan dalam jiwa dan raga.
2.
Bunyi
Pada
puisi di atas, mengandung bunyi yang tinggi. Kebanyakan bunyi i dan u
mendominasi disetiap baris dan bait. Unsur bunyi i dan u akan menampilkan bunyi
yang berat, tinggi, sehingga mengena pada makna. Dapat kita lihat dari kutipan
di bawah ini.
Sekali berarti
Sudah itu mati
Bunyi
I pada kata itu akan menghasilkan suara yang tinggi. Sehingga terdapat
penekanan pada setiap kata. Selain bunyi I, ada juga bunyi u dan a.
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Bunyi
u yang dihasikan pada kata-kata itu, akan menimbulkan suara atau bunyi yang
bulat dan merdu. Selain itu, bunyi u cocok digunakan untuk bunyi panjang.
Misalnya kata `maju` bisa dibaca `majuuuuuuuu` (panjang).
Sebagai
kombinasi bunyi, pengarang juga memunculkan bunyi lemah pada puisinya. Misalnya
bunyi a. Bunyi a ini akan menjadi pereda bunyi-bunyi tinggi yang telah
mendominasi, sehingga suasana tidak selalu tegang.
Punah diatas menghampa
Binasa diatas ditindas
Sesungguhnya jalan asal
3.
Versifikasi (sajak, metrum dan
irama, rima, bait)
Sajak yang ditampilkan dalam puisi
di atas sangat beragam. Terdapat banyak asonansi dalam puisi tersebut, namun
asonansi I dan u lebih mendominasi.
Asonansi I atau u akan sering muncul sehubungan dengan kata yang
mengandung bunyi tersebut. Namun selain
terdapat asonansi u dan I, ada juga asonansi a.
Didepan sekali tuan menanti
Asonansi
I yang ada pada kata-kata yang menyusun baris itu memberikan makna kata yang
meninggi. Asonansi itu menggambarkan suasana yang lagi genting. Hal itu akan
diperkuat oleh baris berikutnya yang juga menggunakan asonansi i.
Bagimu negeri
Menyediakan api
Selain
asonansi I, ada juga asonansi a dan u.
Punah diatas menghampa
Binasa diatas ditindas
Unsur asonansi u yang memberikan
kesan suara bulat, misalnya :
Tuan hidup kembali
Selain
adanya asonansi, pada puisi tersebut juga ada sajak yang identik dan rima akhir
yang sama. Hal itu menambah keindahan puisi yang dibuat. Dengan sajak identic
kita bisa memberi makna bahwa itu saling berhubungan atau saling menguatkan.
Sajak identic dapat kita lihat pada baris berikut ini.
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Satu
kata maju yang ditampilkan dua kali itu merupakan tanda adanya sajak identic.
Sajak identik itu ada pada awal baris dan hanya ada kata maju saja dalam satu
baris itu. Hal itu benar-benar menggambarkan keberanian yang membara.
Selain
itu, puisi di atas juga menampilkan rima akhir yang sama pada beberapa baris.
Keserasian bunyi akhir ini menambah indahnya pengucapan puisi pada saat dibaca.
Sehingga pendengar pun akan merasa terlena.
Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan
sekali tuan menanti
4.
Bahasa Kias
Puisi yang berjudul Diponegoro karya Chairil Anwar tidak
banyak menggunakan bahasa kias. Hal itu kemungkinan dikarenakan oleh jenis
puisi yang merupakan tergolong puisi epic. Jadi, kata yang digunakan ksebagian
besar memiliki makna lugas. Namun, ada beberapa kata kias yang sederhana pada
puisi tersebut. Kata kias itu misalnya `berselempang
semangat` yang mempunyai makna penuh semangat atau semangat yang membara.
Namun, oleh pengarang makna itu agak dilebih-lebihkan sehingga menarik.
Selain itu, ada lagi kata kias, yaitu `menyediakan api`. Dari kata itu, pengarang bermaksud menjelaskan
bahwa negara atau negeri ini menyediakan mendukung sepenuhnya perjuangan yang
dilakukan oleh bangsanya. Melalui kata-kata kias tersebut, pengarang mengajak
pembaca untuk sedikit berpikir demi mendapatkan makna atau pesan yang
terkandung pada puisi.
5.
Tipografi
Wajah atau bentuk yang ditampilkan
pada puisi tersebut sangat indah dan bervariasi. Puisi itu terdiri atas lima
bait yang mana penulisan antara bait satu dan satunya tidak lurus sama.
Penulisan bait satu, tiga, dan lima sejajar dan perataan kirinya sama.
Sedangkan pada bait ke-2 dan ke-4 memiliki letak yang sejajar. Penulisannya
dibedakan dengan bait 1,3, dan 5, karena penulisan bait 2 dan 4 agak menjorok
ke dalam.
Selain dari segi penulisan bait,
pada puisi ini juga ditemukan tanda baca. Hal itu bisa kita lihat pada utipan
di bawah ini.
Tak gentar.
Lawan banyaknya
Seratus
kali
Pedang
dikanan, keris dikiri
Pada baris tersebut, terdapat tanda
baca titik (.) dan koma (,) ditengah-tengah baris. Dengan adanya tanda baca
itu, maka dapat dimanfaatkan sebagai pembantu mengatur intonasi saat membacakan
puisi tersebut. Selain berkenaan dengan
tanda baca, unsur pembentuk wajah puisi tersebut adalah penulisan kata pertama
pada setiap baris menggunakan huruf kapital. Selain itu, ada beberapa bait yang
menampilkan baris yang hanya terdiri atas satu kata saja. Misalnya :
Maju
Serbu
Serang
Terjan
Dengan
keberagaman penulisan, membuat tampilan puisi menjadi jauh lebih indah dan
memiliki unsur seni yang lumayan tinggi. Selain itu, dengan tampilan yang tidak
monoton, akan bisa menarik perhatian pembaca atau penikmat puisi.
6.
Enjambemen
Konsep
pemenggalan kata pada puisi tersebut berlaku pada tiap kata. Tiap kata pada
tiap baris dan bait memiliki makna yang berbeda dan bukan merupakan satu makna
yang menyeluruh. Pemenggalan tidak hanya terjadi pada tiap kata dalam satu
baris saja, namun juga berlaku pada bait. Pemenggalan itu bisa dicontohkan
sebagai berikut :
Pedang dikanan, keris
dikiri
Pemenggalan
pada baris ini terlihat jelas karena ada tanda baca yang memisahkan mereka.
Akan tetapi, pemenggalan yang dilakukan juga semacam itu.
Pada
dasarnya pemenggalan bisa dilakukan kapan pun sesuka pembaca. Namun, dalam
proses pemenggalan harus memperhatikan makna kesatuan kata yang akan
ditimbulkan.
7.
Sarana Retorika
Sarana
retorika yang digunakan berupa majas. Majas yang muncul pada puisi itu antara
lain :
·
Majas
hiperbola, yang mana pengarang melebih-lebihkan rasa kagumnya, sehingga memilih
kata yang maknanya berlebihan juga. “ Dan
bara kagum menjadi api”, “ bagimu negeri, menyediakan api”.” Berselempang
semangat”, dan lainnya.
8.
Citraan
Citraan yang ditampilkan oleh pengarang dalam puisinya
berupa citraan :
·
Visual
(penglihatan). Hal itu tercermin pada:
Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan
sekali tuan menanti
Pada beberapa baris tersebut dijelaskan bahwa, dengan
membaca itu kita sebagai pembaca mempunyai bayangan atau gambaran tentang
seseorang yang dianggap berjasa hidup kembali dengan memiliki semangat yang
besar berdiri di depan untuk menghadang musuh yang datang. Mungkin semacam itu
bayangan yang kita dapatkan dari kata-kata itu.
·
Audio
(pendengran). Hal itu tercermin pada:
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Dengan membaca kata-kata itu, maka kita sebagai pihak
penikmat akan merasakan teriakan-teriakan dari para pahlawan yang maju
berperang. Jeritan mmberi semangat itu akan terdengar keras dan lantang
sehingga bisa membangkitkan semangat.
·
Perasaan.
Hal itu dijelaskan pada
Punah diatas menghampa
Binasa diatas ditindas
Dari
kata itu, kita bisa ikut merasakan betapa menderitanya pahlawan kita dulu.
Mereka berjuang untuk menang tanpa takut akan kematian. Perasaan mereka yang
penuh dengan pilu hanya bisa berpasrah saja pada yang kuasa.
B.
STRUKTUR BATIN
1.
Makna dan Rasa
Puisi Diponegoro tersebut menceritakan perjuangan para
pahlawan pada zaman dahulu. Mereka berjuang dengan penuh semangat. Kematian dan
penyiksaan tidak menjadikan semangat mereka pupus. Dengan bersenjatakan keris
dan pedang, yang merupakan senjata yang sederhana, mereka berani maju menyerang
musuh.
Dari peristiwa semacam itu, kita merasakan suatu kejadian
yang menakutkan, yang mana pada saat itu, nyawa manusia sungguh tidak ada
artinya. Kemerdekaan dan kemenangan yang menjadi tujuan utama. Rasa haru, pilu,
sedih, dan semangat sangat membuat pembaca merinding dn ikut merasakan rasa apa
yang ada dalam cerita yang berupa puisi tersebut.
2.
Nada dan Suasana
Melalui puisi tersebut, pengarang bermaksud untuk mengajak
pembaca mengenang dan mngingat masa lalu. Masa dimana para pahlawan kita
berjuang mati-matian membela negara demi mendapatkan kemerdekaan. Untuk itu,
melalui puisi itu juga, pengarang berusaha memberi motivasi pada kaula muda
untuk tetap berjuang di masa sekarang ini.
Setelah
membaca puisi ini, pembaca seharusnya sadar dan tahu maksud yang ingin
disampaikan oleh pengarang kepadanya. Pembaca yang tergugah hatinya akan
senantiasa melanjutkan perjuangan di masa lalu namun dengan cara ynag berbeda,
bukan perang seperti waktu itu.
V.
Puisi
Dengan Puisi, Aku karya Taufik Ismail
Dengan
Puisi, Aku
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi pun aku bercinta
Berbatas car wula
Dengan
puisi aku mengarang
Keabadian
yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan
puisi aku mengutak
Nakas
jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
(Taufik
Ismail)
Analisis:
Dilihat
dari diksi yang digunakan dan dihubungkan dengan bunyi-bunyi yang ditampilkan,
maka puisi itu termasuk puisi lirik, yaitu puisi yang bisa dijadikan lirik
suatu lagu.
A.
Unsur Fisik
1.
Diksi
Diksi
dalam puisi sangat memperngaruhi unsur keindahan dalam puisi. Diksi bisa
diciptakan dengan pilihan kata-kata yang dianggap coock dan bagus untuk mengungkapkan
makna puisi yang akan dibuat. Pada puisi yang berjudul `Dengan Puisi, Aku`
karya Taufik Ismail pilihan kata yang dilakukan lumayan bervariasi namun
merupakan kata-kata yang sudah umum digunakan. Namun ada beberapa kata yang
merupakan kata yang belum umum digunakan. Misalnya kata car wula, mengutak, nakas. Kata-kata tersebut terdapat pada kutipan
baris di bawah ini.
Berbatas car wula
Dengan puisi aku mengutak
Nakas
jaman yang busuk
Kata car wula pada baris pertama,
trmasuk dalam kata khusus yang dalam puisi tersebut berarti usia. Makna car
wula yang sama artinya dengan usia itu lebih dipilih oleh pengarang dalam
menimbulkan kesan indah pada diksi puisi yang dibuatnya. Secara sepintas, kata
car wula tidak akan bermakna tanpa melihat kata sebelumnya, karena kata itu
belum umum digunakan. Dengan kata-kata yang baru seperti itu, pengarang
berusaha menampilkan puisi dengan diksi yang menarik.
Selain kata car wula, ada juga kata
menguntak. Kata menguntak ini juga belum umum digunakan. Yang mana menguntak
berarti mengorek-orek atau mengingat. Oleh pengarang digunakan kata menguntak
dibandingkan kata mengingat karena pengarang ingin menmpilkan diksi yang
berbeda dan bunyi yang berbeda pula. Kata menguntak akan dilanjutkan dengan
kata nakas yang sama artinya dengan luka. Pengarang menganggap kata nakas lebih
indah dan cocok digunakan dibandingkan dengan kata luka.
Pemilihan diksi yang khusus memang
harus dilakukan oleh pengarang untuk memperindah puisinya dan juga guna
menyesuaikan bunyi dengan diksi-diksi yang lainnya.
2.
Bunyi
Pada
puisi yang berjudul `dengan puisi, aku` karya taufik Ismail di atas, kita bisa
melihat adanya persamaan bunyi yang bervariasi pada diksi-diksinya. Oleh
pengarang, bunyi diksi dibuat seragam untuk beberapa baris yang saling berhubungan.
Pada
tiap bait puisi di atas terdapat bunyi i yang berasal dari kata `dengan puisi`.
Kata itu selalu hadir disetiap bait sebagai pembuka kata yang lainnya. Hal itu
karena, pengarang menggunakna pengulangan kata yang identik dengan judul.
Pengarang
puisi ini sangat memperhatikan unsur bunyi dari setiap akhir baris. Hal itu
terlihat pada kutipan di bawah ini.
Dengan
puisi aku bernyanyi
Sampai
senja umurku nanti
Dengan
puisi pun aku bercinta
Berbatas
car wula
Pada
empat baris kutipan puisi di atas, kita lihat ada persamaan bunyi akhir yang
secara berurutan pada baris satu dan setelahnya. Pada baris pertama dan kedua,
olh pengarang dibuat dengan persamaan bunyi akhir i. Iringan bunyi akhir yang
sama menciptakan keindahan pada pembacaan puisi. Jika puisi itu dilafalkan juga
akan terdengar indah dan serasi. Selanjutnya pada baris ketiga dan keempat,
terdapat persamaan bunyi akhir a Yang berurutan. Setelah bunyi i yang terdapat
pada baris sebelumnya, yang mana I merupakan salah satu bunyi yang tinngi, dan
dilanjutkan bunyi a yang merupakan bunyi
rendah, akan membuat kombinasi nada bunyi yang bervariasi tinggi rendah.
Kombinasi seperti itu sangat indah.
Selain
terdapat bunyi akhir baris yang berbntuk vocal, pada puisi itu juga ada bunyi
akhir yang sama yang berbentuk konsonan. Walaupun bunyi konsonan, namun tetap
saja menimbulkan variasi bunyi pada puisi.
Dengan
puisi aku mengarang
Keabadian
yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan
puisi aku mengutak
Nakas
jaman yang busuk
Persamaan
bunyi akhir konsonan menimbulkan kesan seperti tanda titik. Sehingga persamaan
bunyi konsonan itu tidak bisa diucapkan dengan intonasi yang panjang.
3.
Versifikasi
Dalam
versifikasi puisi, terdapat rima, ritma, maupun irama. Rima yang digunakna
sangat bervariasi. Banyak ditemukan asonansi dan aliterasi pada bunyi-bunyi
akhir. Hal itu nampak pada baris-baris di bawah ini.
Dengan
puisi aku bernyanyi
Sampai senja
umurku nanti
Pada
dua baris tersebut, terdapat aliterasi bunyi s pada kata sampai dan senja.
Bunyi huruf s yang berurutan membentuk aliterasi yang indah. Selain itu, pada
dua baris itu juga terdapat rima akhir yang sama yaitu bunyi –i.
Dengan
puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Pada dua baris selanjutnya ini, terdapat
asonansi bunyi a yang berurutan pada kata jarum dan waktu. Selain itu juga ada
asonansi bunyi e pada kata kejam dan mengiris. Bunyi vocal yang sama dan
berurutan ini membuat keserasian dalam pengucapan puisi. Hal itu menjadi salah
satu unsur keindahan pada puisi.
Ada rima akhir yang sama pada dua
baris puisi tersebut. Rima akhir itu adalah –is. Keserasian ini menimbulkan
kekompakan pelafalan pada saat pembacaan puisi.
Selain asonansi dan aliterasi, pada
puisi itu juga mengandung rima identik. Rima identik adalah rima yang
ditimbulkan dari pengulangan diksi pada beberapa baris. Hal itu terlihat pada
kata `dengan puisi aku` yang selalu diulang-ulang setiap dua baris sekali.
Pada puisi itu juga terdapat rima
sempurna. Yang mana rima sempurna adalah pengulangan bunyi yang berupa bunyi
vocal dan konsonan yang secara bersamaan pada suatu kata yang berurutan. Hal
itu terlihat pada kutipan di bawah ini yang menampilkan pengulangan konsonan
dan vocal secara berurutan yaitu pu.
Dengan puisi pun aku bercinta
Dalam
versifikasi, selain trdapat rima, juga ada irama. Irama menunjukkan bunyi
panjang pendeknya suara dan tinggi rendahnya suara. Bunyi panjang pendek dan
tinggi rendah akan timbul dari irama yang ada. Irama yang membuat diksi itu
menumbuhkan kesan kemerduan, kesan nuansa makna tertentu.
4.
Bahasa Kias
Umumnya,
bahasa kias selalu ditemukan dalam sebuah puisi. Begitu juga pada puisi di
atas. Puisi itu mengandung beberapa bahasa kias yang mungkin sulit untuk
diartikan tanpa menghubungkan dengan kata lain sebelum atau sesudahnya. Hal itu
karena kata kias yang digunakan merupakan satu kesatuan kata dalam frase.
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai
senja umurku nanti
Dengan puisi pun aku bercinta
Berbatas
car wula
Dengan puisi aku
mengarang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum
waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku
mengutak
Nakas jaman yang busuk
Pada kutipan di atas, ada beberapa
baris puisi yang ditulis tebal. Itu adalah beberapa bentuk bahasa kias yang
digunakan pengarang pada puisi yang dia buat.
Pada baris tebal pertama `sampai
senja umurku nanti` hal itu mengungkapkan tentang kematian. `Berbatas car wula`
maksudnya adalah batas usia. `Keabadian yang akan datang` maksudnya tentang
kematian dunia kedua ataupun tentang surge dan neraka kelak. ` jarum waktu bila
kejam mengiris` yang berarti kisah lama yang sangat tragis. Dan `nakas jaman
yang busuk` adalah tentang keadaan yang tidak baik.
5.
Tipografi
Tipografi
merupakan tampilan wajah puisi yang dibuat oleh pengarang. Puisi di atas
memiliki tampilan bait yang tidak seragam. Penulisan antara bait yang satu
dengan bait yang lainnya tidak lurus kiri, namun ada perbedaan atau selang yang
dibuat agak menjorok dari garis batas kiri, sehingga ada perbedaan penulisan
posisi antara bait yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, ada kombinasi
jumlah baris pada tiap bait. Pada bait pertama terdiri atas empat baris. Namun,
pada bait selanjutnya hanya terdiri atas dua baris saja. Penulisan puisi itu
tidak menggunakan tanda baca, sehingga kita tidak bisa mengikuti intonasi
melainkan menciptakan intonasi sendiri. Puisi itu juga menggunakan kombinasi
huruf capital dan huruf kecil. Tidak ditulis dengan huruf kecil semua dan juga
tidak huruf capital semua. Namun, ditulis sesuai menulis sebuah kailimat
diawali dengan huruf kapital tetapi tidak berakhir dengan titik.
6.
Enjambemen
Enjambemen
selalu ada pada suatu puisi. Enjambemen berfungsi untuk memperkuat makna dan
sebagai tempat pengambilan nafas pada saat pembacaan puisi. Enjambemen dapat
dilakukan pada tiap satuan kata, baris atau bait. Namun, pada umumnya,
pemenggalan itu terjadi pada setiap satu satuan baris. Jadi, antara baris satu
dan satunya terjadi pemenggalan pengucapan. Namun, pada puisi ini, pemenggalan
dilakukan pada tiat beberapa kata. Karena pada puisi itu terdapat empat kata
pada setiap barisnya, maka pemenggalan dapat dilakukan dengan cara
mengelompokkan dua kata-dua kata pada satu baris.
Dengan
puisi aku bernyanyi
Sampai
senja umurku nanti
Pada
kutipan di atas, kita dapat mengambil makna pada tiap satuan kelompok kata yang
dalam satu penggalan. Jadi, bila dituliskan seperti kalimat biasa, puisi itu
menjadi `dengan puisi,aku
bernyanyi, sampai senja, umurku nanti`. Melihat
pemenggalan tersebut, kita bisa mengibaratkan pemenggalan itu sebagai pengganti
tanda baca yang tidak dihadirkan oleh pengarang.
7.
Sarana Retorika
Sarana
retorika pada suatu puisi meliputi majas. Majas mempunyai berbagai macam bentuk
yang tergabung pada kelompok yang berbeda. Pada puisi di atas, terlihat adanya
perumpamaan yaitu pengarang mengumpamakan puisi sebagai suatu yang bisa
digunakan untuk apa saja. Puisi dianggap sebagai suatu sarana atau alat.
Dengan
puisi aku bernyanyi
Dengan
puisi pun aku bercinta
Dengan puisi aku mengarang
Dengan
puisi aku menangis
Dengan
puisi aku mengutak
Dengan
puisi aku berdoa
Kutipan
itu membuktikan bahwa pengarang menggunakan suatu puisi untuk bernyanyi,
bercinta, mengarang, menangis, menguntak, dan berdoa. Berdasarkan kutipan itu,
puisi dianggap sebagai sarana atau teman atau alat yang digunakan seseorang
dalam melakukan aktivitasnya.
8.
Citraan
Pencitraan
akan selalu hadir dalam suatu puisi. Hal itu karena, suatu puisi tidak akan
lepas dari penginderaan manusia. Kata-kata yang dirangkai itu akan merangsang
indera manusia untuk seolah-olah ikut menikmati dan merasakan.
Terdapat
banyak pencitraan pada puisi diatas, misalnya :
·
Citraan
penglihatan
Citraan
penglihatan terlihat pada kutipan dibawah ini.
Dengan
puisi pun aku bercinta
Dengan puisi aku mengarang
Dengan
puisi aku bernyanyi
Dengan
puisi aku mengutak
Dengan
puisi aku berdoa
Pada
kutipan itu, kita sebagai pembaca bisa ikut merasakan tentang apa yang sedang
terjadi. Seolah-olah kita melihat orang bercinta, mengarang, menangis,
menguntak, dan berdoa. Dengan penggambaran semacam itu, indera kita dapat
menikmati karena pada dasarnya kata-kata itu juga dibentuk dari penginderaan
yang dilakukan oleh pengarang.
·
Citraan
pendengaran
Citraan
pendengaran adalah daya imaji yang dilakukan oleh pembaca berdasarkan apa yang
diterima oleh alat pendengarannya. Dari diksi-diksi pada puisi, indera
pendengar pembaca seolah-olah bisa ikut merasakan kondisi yang ada.
Dengan
puisi aku bernyanyi
Dengan
puisi aku menangis
Berdasarkan
kutipan di atas, kita sebagai pembaca puisi seakan-akan dibawa oleh pengarang
untuk mendengarkan suara nyanyian dan tangisan.
·
Citraan
perabaan
Citraan
perabaan merupakan imaji yang dihasilkan oleh indera peraba manusia. Indera peraba itu tidak lain adalah kulit.
Jarum
waktu bila kejam mengiris
Dengan
melihat dan membaca kata dalam puisi itu kita akan ikut merasakan dan
membayangkan betapa pedihnya jika anggota tubuh kita diiris. Mungkin semacam
itu yang dibayangkan oleh pembaca ketika membaca puisi tersebut.
·
Citraan
penciuman
Citraan
penciuman yang berkerja adalah hidung kita. Dengan kata pun hidung kita bisa
merasakan suatu bau tertentu sesuai apa yang disampaikan oleh kata itu. Namun,
hasil penciuman yang didapat bukanlah berwujud nyata melainkan hanya dalam
bayangan semata.
Nakas
jaman yang busuk
B.
Unsur Batin
1.
Makna dan Rasa
Suatu
puisi dibuat guna menyampaikan pesan yang berupa makna kepada pembaca. Oleh
karena itu setiap puisi pasti mengandung makna. Makna yang terkandung dalam
puisi tersebut adalah suatu curahan hati seseorang tentang kondisi hidupnya.
Orang atau tokoh aku yang ditampilkan oleh pengarang itu seolah-olah dia
melakukan apa saja dengan menggunakan puisi. Tokoh aku berusaha untuk menerima
kenyataan yang ada setelah masa lalu yang dialaminya berlalu walaupun kenyataan
itu menyakitkan sekalipun. Tokoh aku bertekad untuk menerobos masa depan yang
baik.
Rasa
yang ditimbulkan oleh pengarang dari puisinya tersebut adalah perasaan
menyesal, sakit hati, kepedihan,dan penyesal terhadap sesuatu yang dilakukannya
pada masa dulu. Hal itu terlihat dari kata-kata ynag dipilih oleh pengarang
untuk mengungkapkan pesan itu.
2.
Nada dan Suasana
Nada
merupakan sikap pengarang terhadap pembaca. Berdasarkan puisi di atas, pengrang
berusaha untuk meceritakan kisah hidup seseorang dalam menghadapi hidupnya yang
tidak selalu berjalan baik dan menyenangkan. Pengarang memberitahu pembaca
bahwa walaupun kita dalam kondisi yang terpuruk atau sakit sekalipun, kita
tetap harus bangkit dan sesegera mungkin menata diri kembali untuk menyongsong
kehidupan mendatang. Kita tidak harus
selalu dalam keterpurukan. Oleh pengarang, untuk melepaskan atau alat yang
digunakan untuk mengungkapkan itu adalah puisi.
Suasana
merupakan tanggapan atau sikap pembaca setelah membaca puisi dan
mengetahuimakna atau pesan yang disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan makna
puisi itu, pembaca akan melakukan ynag terbaik untuk hidupnya. Pembaca tidak
akan menyesali dan terpuruk dalam kesedihan masa lalu. Selain itu, pikiean
pembaca juga akan terbuka untuk melakukan hal yang benar-benar bermanfaat.
VI.
Puisi
Doa karya Chairil Anwar
DOA
(kepada pemeluk teguh)
Tuhanku
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut namaMu
Biar
susah sungguh
mengingat
kau penuh seluruh
cayaMu
panas suci
tinggal
kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku
hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku
mengembara di negeri asing
Tuhanku
di
pintuMu aku mengutuk
aku
tidak bisa berpaling
(Chairil
Anwar)
Analisis :
Berdasarkan
jenis kata yang digunakan mengandung banyak makna kias, cerita tidak
disampaikan secara langsung, sehingga puisi itu bisa digolongkan bermotif
prismatic.
A.
Struktur
Fisik
1.
Diksi
Puisi yang
berjudul doa karya Chairil Anwar di
atas, merupakan jenis puisi prismatic. Hal itu terlihat dari sesunan katanya
yang tidak langsung memancarkan makna. Jadi, untuk mendapatkan makna yang kita
cari, maka pembaca harus mengira-ira maksud dari tiap kata atau baris.
Pada puisi itu,
pengarang menggunakan diksi yang sederhana, namun dari diksi ynag sederhana itu
timbul rangkaian bahasa kias. Mengenai diksi, pengarang menggunakan kata yang
berlainnan untuk menyebutkan makna yang sama. Misal, pada puisi di atas
dituliskan kata `penuh menyeluruh`
dua kata itu hampir sama maknanya, namun oleh pengarang digunakan secara
bersamaan. Kata itu sesungguhnya bukan makna yang sebenarnya. Oleh pengarang,
kata `penuh menyeluruh ` itu
merupakan gambaran tuhan yang benar-benar ada . Selain itu, pada puisi itu juga
terdapat kata atau diksi `hilang bentuk`
hal ini bermakna kehancuran. Jika pengarang langsung saja menggunakan kata
hancur, walaupun maknanya sama, namun keutuhan makna dalam baris tidak akan
terbentuk sempurna.
2.
Bunyi
Bunyi yang dihasilkan dari rangkaian
kata-kata dalam puisi di atas, sangat menarik dan bisa membantu menegaskan
makna. Pada bait pertama yang hanya terdiri atas satu baris saja menampilkan
bunyi yang utuh ynag terpancar dari kata `teguh`. Bunyi u merupakan bunyi bulat
yang utuh dan sangat mantap untuk kesan suara berat. Apalagi diikuti dengan
bunyi h yang merupakan penutup suara. Jadi peran bunyi h adalah untuk
mengakhiri bunyi u yang dilafalkan sebelumnya.
kepada pemeluk teguh
Bunyi
yang ditampilkan oleh pengarang pada puisi itu sangat teratur dan seragam.
Selalu ada persamaan bunyi akhir walaupun hanya dua baris saja yang sama.
Persamaan bunyi akhir juga bervariasi antara pasangan baris satu dengan yang
lainnya.
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut
namaMu
Kesamaan bunyi akhir u pada tiga baris sekaligus
menimbulkan kesan yang mendalam. Karena bunyi u merupakan bunyi yang bulat dan
utuh. Bunyi u dapat menimbulkan kemerduan. Selain bunyi u yang berdiri sendiri
tanpa penutup, ada juga bunyi u yang disrtai penutup yang berupa huruf konsonan
h yang merupakan unsur titik bagi bunyi u.
Biar susah sungguh
mengingat kau penuh
seluruh
Bunyi i juga yang ditampilkan pada akhir baris puisi
tersebut. Setelah bunyi u yang bulat, dilanjutkan bunyi i yang tinggi, maka
akan menimbulkan variasi bunyi ynag bisa berpengaruh dengan irama.
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di
kelam sunyi
3.
Versifikasi
Pada puisi yang
berjudul `doa` di atas mengandung rima akhir, rima identic, asonansi, dan juga
aliterasi.
Rima akhir yang dominan adalah u
dan i. Bunyi u memberikan kesan yang penuh atau bulat. Dengan bunyi u juga bisa
memberikan kesan menguatkan makna. Selain u, ada juga bunyi i. Bunyi I disini
memberikan kesan nada tinggi. Kombinasi bunyi u dan I membuat nada pengucapan
pada puisi relative beragam.
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
…
…
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Dalam
puisi itu juga terdapat asonansi e, u, dan i. Asonansi yang beragam membuat
puisi terkesan mempunyai bunyi yang bervariasi. Bunyi yang bervariasi membuat
puisi semakin indah, karena suara yang dihasilkan beraram dan tidak menimbulkan
rasa bosan. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini.
mengingat kau penuh
seluruh (asonansi e)
kepada pemeluk teguh (asonansi e)
Biar susah
sungguh (asonansi u)
di pintuMu
aku mengutuk (asonansi u)
aku tidak
bisa berpaling (asonansi i)
aku mengembara di
negeri asing (asonansi i)
Selain
asonansi, ada juga aliterasi.
Aku masih
menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Ada
rima identik dalam puisi tersebut. Rima identic ini akan mempertegas makna,
karena terjadi pengulangan kata atau diksi pada beberapa bait. Rima identic
yang terdapat pada puisi itu adalah kata `Tuhanku`. Kata ini digunakan secara
berulang karena sesuai dengan judul puisi yaitu doa, sehingga kata itu akan
lebih menunjukkan pada makna doa yang ditujukan padanya.
Selain
rima identic, ada juga rima rupa pada kata `penuh` dan `seluruh`.
mengingat kau penuh seluruh
4.
Bahasa
kias
Pada puisi doa karya
Chairil Anwar, terdapat beberapa bahasa kias, diantaranya `penuh seluruh` yang berarti sungguh-sungguh ada. Bahas kias itu
digunakan untuk memperindah puisi dan juga untuk memadatkan makna. Selain itu,
ada kata `hilang bentuk` yang berarti
tidak berwujud lagi. Untuk mempersingkat kata, maka pengarang menggunakan
istilah semacam itu. Kata `mengembara ke
negeri asing` juga merupakan ungkapan dalam bahasa kias yang berarti
kebingungan. Tokoh aku merasa bingung dengan hidup yang sedang dijalaninya.
Bahasa kias yang
digunakan oleh pengarang membuat puisi semakin padat. Pemadatan ini mempengruhi
bentuk puisi dan unsur keindahannya pula.
5.
Tipografi
Bentuk wajah yang
ditampilkan pada puisi tersebut lumayan menarik. Walaupun penulisannya rata
kiri dan bagian kanan terlihat tidak teratur, namun terkesan singkat dan indah
karena tiap baris puisi hanya disusun oleh beberapa kata saja. Jadi,
baris-baris dalam puisi itu tidak panjang-panjang, melainkan pendek. Selain jumlah
kata yang menyusun baris, wajah puisi juga dibentuk oleh penyusunan puisi yang
dibuat berbait-bait, tidak hanya utuh dalam satu bait saja. Puisi itu juga
dibuat dengan kombinasi huruf kecil dan huruf capital. Ada beberapa baris yang
penulisannya menggunakan awalan huruf kapital, namun ada juga yang diawali
dengan huruf kecil. Hal itu mungkin berpengaruh pada pemenggalan pada puisi.
6.
Enjambemen
Pemenggalan atau enjambemen yang dapat
dilakukan pada puisi itu misalnya seperti berikut.
Pada bait pertama:
Tuhanku /
Dalam termangu /
Aku / masih menyebut / namaMu
//
Pemenggalan
itu mempunyai arti tentang keadaan tokoh aku yang dalam keragu-raguannya dia
tetap menyebut tuhannya.
Pada
bait kedua:
Biar susah / sungguh/
mengingat kau / penuh
seluruh
cayaMu / panas suci
tinggal kerdip lilin /
di kelam sunyi//
Pemenggalan
ini mewakili makna puisi yaitu tentang kehidupan tokoh aku yang sedang susah
yang hanya mendapatkan sedikit pengasihan dari tuhannya sehingga dia mulai
sadar bahwa tuhan itu ada wujudnya yang selalu memancarkan kenikmatan pada
makhluknya.
Pemenggalan
selanjutnya adalah :
Tuhanku /
aku hilang / bentuk
remuk/
Tuhanku/
aku mengembara/ di negeri asing//
Tuhanku/
di pintuMu/ aku mengutuk//
aku / tidak bisa berpaling//
Pemenggalan
itu juga memberikan pengaruh pada proses pemaknaan. Selain itu, pemenggalan
juga berfugsi sebagai penekanan makna dan pengambilan nafas pada saat membaca.
7.
Sarana
Retorika
Pada puisi itu mengandung beberapa majas, misalnya
majas hiperbola, yang mana dengan kata itu, pengarang terkesan melebih-lebihkan
makna atau keadaan yang sedang terjadi.
aku hilang bentuk
remuk
Ada
juga majas personifikasi yang mana pengarang mengibaratkan benda mati
seolah-olah hidup. Hal ini guna membangkitkan kesan yang menarik dan mendalam.
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Selain
dua majas di atas, ada juga majas metafora yang terlihat pada baris dibawah
ini.
aku
mengembara di negeri asing
Pada kutipan itu, tokoh aku yang sedang
mengalami kebingungan diibaratkan seolah-olah dia sedang mengembara di negeri
asing.
8.
Citraan
Ada beberapa citraan dalam puisi di
atas, yaitu :
·
Citraan penglihatan (visual)
Tuhanku
Dalam
termangu
Setelah membaca kata tersebut, pembaca seolah-olah
melihat ada seseorang yang sedang terdiam.
tinggal kerdip lilin di
kelam sunyi
Rangkaian
kata itu mengajak kita melihat seberkas cahaya kecil walaupun itu hanya sebuah
perumpamaan semata
·
Citraan pendengaran (audio)
Aku
masih menyebut namaMu
Dari kata-kata itu, kita seolah-olah
diajak oleh pengarang untuk mendengar pengucapan tokoh aku dalam menyebut nama
tuhannya.
·
Citraan perabaan
cayaMu
panas suci
Pengarang ingin menyampaikan kesan panas
yang dirasakan oleh tokoh aku melalui kutipan kata tersebut.
·
Citraan perasaan
Biar
susah sungguh
Dari kata itu pengarang memberikan kesan
yang menyedihkan yang dirasakan oleh tokoh aku. Bahwa dia merasa benar-benar
susah.
B.
Struktur
Batin
1.
Makna
dan rasa
Makna yang ingin
disampaikan pengarang dalam puisi tersebut adalah tentang seseorang yang sedang
mengalami kesusahan ynag mendalam dan dia merasa jauh dengan tuhannya. Dia
merasa tuhan sudah tidak lagi sayang padanya karena tuhan membiarkan dia dalam
kebingungan bak mengembara ke negeri asing. Tokoh aku mewakili orang-orang yang
hampir melupakan tuhannya karena alasan sesuatu. Dalam penyesalannya tokoh aku
berpasrah pada tuhannya. Hal itu membuktikan bahwa kita sebagai makhluk tuhan
tidak bisa lepas dari tuhan.
Rasa susah yang
mendalam dan penuh dengan kebingungan dirasakan oleh tokoh aku. Perasaan
seperti itu ikut dirasakan oleh pembaca saat membaca puisi tersebut dan
memahami makna yang ada di dalamnya. Makna dan rasa itu akan menyatu dalam hati
dan memberikan pesan yang positif maupun negative kepada pembaca. Itulah tujuan
pengarang menghadirkan puisi semacam itu, agar kita selalu ingat pada tuhan,
karena sesungguhnya hidup ini diatur oleh-Nya.
2.
Nada
dan suasana
Melalui puisi itu,
pengarang berusaha menasehati dan mengingatkan kita para pembaca supaya selalu
ingat kepada tuhan. Tuhan adalah makhluk yang nyata dan benar-benar ada. Jadi,
kita tidak boleh meragukan keberadaannya.
Setelah membaca puisi itu, pembaca
akan merasakan perenungan dan instropeksi diri apakan selama ini dia sudah
melakukan yang selaras ataukah belum. Jadi, melalui puisi itu, pembaca bisa
berkaca tentang dirinya sendiri.
VII.
Puisi
Burung Kesepian karya Jamal D. Rahman
Burung Kesunyian
burung itu membangun
sarang. merajut cericit. merangkai
kicau. mengisi teduh
jiwaku di perbatasan sunyi
diamlah yang
menggelombang di langit-langit waktu.
mengaliri
lelembah hatiku yang
terjal. dan aku hanya mampu berdiri,
besedekap di keluasan
langit : dari rindu ke rindu,
permukaan hatimu telah
kulayari
sebelum burung itu
selesai membangun sarang matahari
(Jamal D. Rahman)
Analisis :
Berdasarkan
jenis kata yang digunakan mengandung banyak makna kias, cerita tidak
disampaikan secara langsung, sehingga puisi itu bisa digolongkan bermotif
prismatic.
A. Struktur Fisik
1. Diksi
Pilihan
diksi yang digunakan oleh pengarang lumayan bervariasi. Pengarang berusaha
menggunakan diksi yang berhubungan dengan alam. Hal itu terlihat pada beberapa
kata yang ada pada beberapa baris tersebut. Misal kata ` sarang, menggelombang, mengaliri, lelembah, terjal, kulayari, matahari,
dan langi`. Kata-kata itu merupakan sekumpulan kata yang berhubungan dengan
alam. Sarang yang berarti rumah
burung yang berada di alam bebas, menggelombang
yang semakna dengan gelombang yang umumnya berada di laut, mengaliri yang merupakan proses perjalanan benda cair yang biasanya
berupa air, lelembah yang berarti
lembah atau bagian dari kaki gunung, terjal
yang berarti sesuatu yang sangat tajam atau tidak rata atau yang
berhubungan dengan kedalaman suatu tempat, kulayari
yang berarti pelayaran yang biasanya perbuatan yang dilakukan di laut
bebas. Pengarang berusaha membandingkan dan meperjelas makna yang ingin
disampaikannya dengan kiasan bahasa atau kejadian-kejadian alam. Dengan itu,
pengarang berusaha menimbulkan kesan yang alami dan fresh.
2.
Bunyi
Melihat
tampilan puisi yang tidak beraturan itu, menurut saya pengarang tidak begitu
memperhatikan unsur keindahan yang berasal dari bunyi kata. Hal itu terlihat
pada diksi-diksi yang dituliskannya sangat beraneka ragam sehingga sulit bagi
kita untuk menemukan bunyi yang seragam atau yang salin mengiringi sehingga
terkesan indah. Namun, walupun sedikit memaksa, terdapat keseragaman bunyi pada
akhir baris, yaitu :
burung
itu membangun sarang. merajut cericit. merangkai
kicau.
mengisi teduh jiwaku di perbatasan sunyi
Bunyi
I yang ada pada kata itu merupakan bunyi tinggi yang menggantung, karena
kalimat itu masih berhubungan dengan kata pada baris setelahnya. Selain bunyi I
yang terdapat pada akhir baris, ada juga bunyi u yang secara berurutan dipakai
pada kata yang sama.
besedekap di keluasan langit : dari
rindu ke rindu,
3. Versifikasi
Pada
puisi itu ada asonansi a, e , dan u. Hal itu teterlihat pada kutipan dibawah
ini.
burung
itu membangun sarang. merajut cericit. merangkai
kicau.
mengisi teduh jiwaku di perbatasan sunyi
diamlah
yang menggelombang di langit-langit waktu.
mengaliri
lelembah
hatiku yang terjal. dan aku hanya mampu berdiri,
bersedekap
di keluasan langit : dari rindu ke rindu,
permukaan
hatimu telah kulayari
sebelum burung itu selesai membangun sarang matahari
Bunyi
asonansi itu membuat unsur keindahan pada puisi. Keberagam bunyi asonansi akan
menekankan pada makna dan berpengaruh pada pengucapan kata-kata itu. Apakan
kata itu haru diucapkan bulat seperti bunyi u ataukah dengan nada tinggi
seperti bunyi i, atau hanya denagn suara lemah saja seperti bunyi e dan a.
Selain
asonansi, ada satu alitersi pada puisi tersebut. Aliterasi itu juga timbul dari
kata ulang.
diamlah
yang menggelombang di langit-langit waktu.
Tidak
ada rima yang serupa, rima sempurna, maupun rima identik pada puisi itu.
Irama
yang terjadi pada puisi itu merupakan irama tinggi dan rendah. Hal itu terlihat
pada kata-kata yang ada kebanyakan mengandung unsur bunyi i.
4. Bahasa Kias
Pada
puisi ini terdapat banyak bahasa kias karena puisi ini termasuk dalam puisi
prismatic. Kata `mengisi teduh jiwaku`
yang dimaksud disini adalah cinta yang ada dihati. `menggelombang dilangit-langit waktu` maksudnya sesuatu yang masih
dalam angan-angan. `bersedekap di
keluasan langit` artinya berdiam diri. `permukaan
hatimu telah kulayari` maksudnya jatuh hati.
Kata-kata
semacam itu merupakan kata kias belaka. Pengiasan kata semacam itu dimasudkan
untuk memperindah rangkaian kata dalam puisi.
5.
Tipografi
Tampilan
wajah puisi yang ada pada puisi itu sangat unik. Puisi itu terkesan tidak
mengalami pemadatan, namun dibentuk seperti kalimat yang memperhatikan tanda
baca. Hal itu terbukti pada puisi itu terdapat tanda baca titik dan koma. Wajah
puisi itu tidak teratur. Puisi itu dibentuk oleh dua bit saja yang mana jumlah
baris tiap bait tidak sama. Pada bait pertama hanya terdapat dua baris saja.
Dua baris itu dibagi menjadi tiga kalimat yang mana terlihat ada dua titik.
Pada bait ketiga terdiri atas enam baris. Tiap baris mempunyai jumlah kata yang
berbeda-beda. Bait kedua ini merupakan bait yang seolah-olah seperti suatu
paragraph karena pada bait itu terdapat keterkaitan antara baris satu dengan
yang lainnya.
Selain
dibentuk dari susunan kata pada baris dan bait, wajah puisi itu juga dibentuk
dari tanda baca. Tanda baca yang terdapat pada puisi itu adalah titik, koma, dan
titik dua. Penulisan puisi itu seperti kumpulan kalimat yang diberi tanda baca,
namun pada awal kalimat tidak semuanya menggunakan hurug capital.
Kombinasi
tampilan seperti ini memberikan kesan yang unik pada puisi.
6. Enjambemen
Pemenggalan
pada puisi digunakan pada saat pembacaan puisi, karena pemenggalan itu berguna
untuk pengambilan nafas dan juga penekanan makna.
burung
itu / membangun sarang.// merajut cericit.// merangkai
kicau.
// mengisi teduh jiwaku/ di perbatasan sunyi//
diamlah
/ yang menggelombang / di langit-langit waktu.//
mengaliri/
lelembah
hatiku / yang terjal.// dan aku / hanya mampu berdiri,/
bersedekap
di keluasan langit /: dari rindu /ke rindu,//
permukaan
hatimu / telah kulayari/
sebelum
burung itu / selesai / membangun / sarang matahari//
Pada
puisi itu sudah terdapat tanda baca yang berupa titik dan koma, sehingga
pemenggalan kata disesuaikan dengan tanda baca tersebut. Namun, karena ada
beberapa kalimat yang panjang, maka terjadi pemenggalan di tengah-tengah
kalimat.
7. Sarana Retorika
Terdapat
beberapa perumpamaan pada puisi tersebut, misalnya suatu kesedihan diumpamakan
dengan hati yang terjal. Selain itu, pengarang menggunakan unsur metafora pada
kata `bersedekap di keluasan langit`
yang manarangkaian kata itu merupakan perumpamaan tidak langsung dari posisi
berdiri.
8. Citraan
Terdapat beberapa citraan pada puisi
tersebut, yaitu :
·
Citraan
penglihatan (visual)
Dengan citraan
ini, pengarang berusaha mengajak pembaca untuk ikut menikmati dan melihat
kejadian yang digambarkannya melalui rangkaian kata pada puisi tersebut.
burung itu membangun sarang. merajut cericit. merangkai
kicau.
mengisi teduh jiwaku di perbatasan sunyi
Dari kata-kata
tersebut kita serasa ikut melihat seekor burung sedang membuat sarangnya.
lelembah hatiku yang terjal. dan
aku hanya mampu berdiri,
bersedekap di keluasan langit : dari rindu ke
rindu,
·
Citraan
pendengaran (audio)
burung itu membangun sarang.
merajut cericit. merangkai
kicau. mengisi teduh jiwaku di perbatasan
sunyi
Melalui
kata-kata itu, alat pendengaran kita serasa terangsang dan melakukan fungsinya
untuk mendengar. Dengan kata-kata itu, kita dibawa oleh pengarang dalam alam
lepas yang penuh dengan bunyi kicauan burung liar.
·
Citraan
perabaan
lelembah hatiku yang terjal. dan aku hanya mampu berdiri,
Kata
terjal selain menimbulkan pencitraan penglihatan, juga menimbulkan citraan
perabaan karena terjal merupakan sejenis tekstur suatu benda yang bisa diraba
oleh alat indera kita.
B.
Struktur Batin
1.
Makna dan rasa
Pada
puisi itu terkandung makna tentang kisah seseorang yang sedang jatuh cinta atau
kasmaran. Timbulnya rasa suka itu
diibaratkan dengan burung yang sedang merajut sarangnya. Perlahan-lahan orang itu berusaha menikmati
perasaan ynag sedang dia alami. Dia merasakan kerinduan yang mendalam. Dia
merasa rasa cintanya itu sudah menelusp jauh pada seseorang. Sekarang dia hanya
bisa berdiam diri dalam penantian yang belum pasti.
Rasa
yang tercermin dalam puisi itu adalah rasa resah dan gelisah karena perasaan
cinta seseorang yang tidak segera mendapat balasan karena masih dalam
penantian. Dia merasa rindu yang tak berujung pada orang itu.
2.
Nada
dan suasana
Melaui
puisi itu, pengarang bermaksud bercerita tentang seseorang yang sedang
mengalami kesunyian dalam hidup karena rasa cinta yang dia hadapi. Pengrang
juga ingin menasihati bahwa cinta itu bukan semata-mata perasaan yang indah,
namun juga cinta bisa membuat kita merasakan kehidupan yang tidak baik.
Setelah
membaca puisi itu, mungkin pembaca akan
ikut merasakan kesedihan dan kehampaan dari tokoh yang digambarkan dalam puisi
itu. Pembaca akan mengambil manfaat yang positif dari rangkaian cerita yang
ditampilkan oleh puisi itu.
BAB III
PENUTUP
I.
Simpulan
Puisi merupakan salah
satu karya sastra yang memiliki unsur fisik dan unsur batin. Melalui kedua
unsur tersebut, kita dapat mengapresiasi suatu puisi. Dari beberapa puisi di
atas, tidak semua puisi masuk dalam jenis puisi yang sama. Selain itu, walaupun
unsur pembentuk puisi itu sama antara satu puisi dengan puisi yang lainnya, namun
wujud dari unsur-unsur itu berbeda-beda sesuai dengan kreatifitas masing-masing
pengarang.
II.
Saran
Sebelum melakukan
apresiasi suatu puisi, sebaiknya kita mengetahui unsur pebangun puisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Djoko Pradopo,
Rachmat.1990. Pengkajian Puisi Analisis
Strata Norma dan Analisis Srtuktur dan Semiotik.Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
D Jamal, Rahman. 2003. Reruntuhan Cahaya. Yogyakarta : Bentang
Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar