Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sastra Bandingan
Dosen
pengampu : Prof. Raminah Baribin
Oleh :
Gigih
Wahyu Wijayanti
2101410057
Rombel
02
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
I.
PENGANTAR
Sastra
bandingan adalah kajian kesusastraan yang menyeberangi batas Negara. Sastra
bandingan menitikberatkan pada kajian jenis sastra (genre) yang menjdi tumpuan
dan pokok kajian sastra karena wujudnya unsur-unsur kebenaran dan fakta sebagai
dasar tunjangan kajian. Tujuan sastra bandingan adalah membandingkan dua karya
sastra yang dianggap serupa untuk mengetahui isi masing-masing karya sastra
sehingga dapat diketahui apakah karya sastra yang satu dengan lainnya mempunyai
hubungan atau tidak.
Pada
makalah ini akan dibandingkan puisi “Krawang Bekasi” karya Chairil Anwar dengan
puisi “ The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish. Kedua puisi tersebut digunakan dalam kegiatan
membandingkan sastra bandingan karena kedua karya sastra itu memenuhi syarat
sastra bandingan yaitu memiliki genre sastra yang sama yakni puisi. Selain itu,
kedua karya sastra tersebut memiliki tema yang sama yaitu tentang kepahlawanan.
Puisi
“Kerawang Bekasi” memiliki tipografi yang biasa saja yaitu rata kiri, berisi
tentang cerita kepahlawanan dan harapan para pahlawan kepada para kaum muda.
Diksi yang digunakan dalam puisi tersebut menggunakan bahasa sehari-hari. Sama
halnya dengan puisi “Kerawang Bekasi” , puisi “The Young Dead Soldiers” karya
Archibald Mac Leish juga memiliki bentuk yang sama yaitu berbait dan
menggunakan tulisan rata kiri. Isinya juga tentang kepahlawanan dan harapan
para pahlawan pada kaum mudanya. Diksi yang digunakan pun sederhana yakni
menggunakan bahasa sehari-hari.
Puisi Karawang-Bekasi merupakan puisi yang dibuat
pada tahun 1946 oleh Chairi Anwar setelah ia mendapatkan inspirasi dari
kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi ini menceritakan perjuangan
para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan menjaga tokoh negara. Mereka
gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya memperoleh kemerdekaan. Sedangkan puisi The Young Dead Soldiers
karya Archibald mendapatkan inspirasi dari kejadian perang yang ada di dunia.
Ia menggambarkan keinginan para prajurit untuk dikenang dan keinginan lain
seperti mendapatkan perdamian, kejayaan seusai perang, dan perang segera
berakhir.
II.
PERBANDINGAN
A.
Puisi
“ Krawang Bekasi” karya Cahiril Anwar
KARAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliput debu.
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba
apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5
ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah
terus digaris batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliput debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Chairil
Anwar 1946
Analisis
puisi “Kerawang Bekasi” karya Chairil Anwar berdasarkan lapis-lapis normanya
yaitu sebagai berikut:
1. Lapis bunyi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “merdeka” dan angkat senjata lagi.
Pada
bait pertama puisi “Kerawang Bekasi” mengandung bunyi yang semacam/sama. Pada
bait satu terdapat asonansi “a” dan “i” dan aliterasi “k-l”. pada bait satu
juga terdapat sajak awal, tengah, dan akhir yang sama yaitu “i”. asonansi “a”
dan “i” juga terlihat pada bait kedua. Begitu juga aliterasi pada bait kedua
juga menggunakan huruf “k-l”. Namun, sajak yang digunakan tidak senada. Hal itu
dapat dilihat pada penggalan puisi berikut ini.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar
deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Pada
bait ketiga dan keepat pada puisi di atas mengandung asonansi “a” dan “i”.
selain asonansi, kedua bait tersebut juga mengandung aliterasi yaitu “t” dan
“d”. Persajakan awal menggunakan sajak “I”, sajak tengahnya ‘u”, dan sajak
akhirnya “I”. hal itu dapat dilhat dari penggalan berikut ini.
Kami bicara padamu dalam hening dimalam
sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang
diliput debu.
Kenang, kenanglah kami
Bait lima dan bait enam memiliki
asonansi bunyi “a” dan “I” yang diselingi dengan bunyi “u”. Aliterasi dari
kedua bait tersebut berbeda. Untuk bait kelima, memiliki aliterasi “ k-m”
sedangkan pada bait keenam memiliki aliterasi “ k-b”. perbedaan aliterasi itu
dimaksudkan agar bunyi yang dihasiklan berbeda dan bervariasi. Selain asonansi
dan aliterasi, kedua bait tersebut memiliki persajakan yang hampir sama.
Keduanya memiliki sajak awal “I” sajak tengah “ I” dan sajak akhir” a”. hal tiu
terlihat dari kutipan di bawah ini.
Kami sudah
coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum
apa-apa
Kami sudah
beri kami punya jiwa
Kerja belum
selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu
nyawa
Sama halnya dengan bait-bait
sebelumnya. Pada bait ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh memiliki
sajak akhir yang sama yaitu “a”. sajak tengah “a” dan “u”. sedangkan sajak
awalnya dominan “I”. Asonansi yang digunakan pada keempat bait itu dominan
“a-I” dan diselingi dengan “u-e”. selain asonansi, ada juga aliterasi.
Aliterasi yang dominan yaitu “k-m” dan diselingi b-p-t”. hal itu dapat dilihat
pada penggalan berikut ini.
Kami cuma
tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi
yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak
tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah
sekarang yang berkata
Kami bicara
padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Bait kekesebelas merupakan bait yang
berisikan pesan dari pengarang. Hal tiu terlihat dari susunan kata yang selalu
diulang-ulang. Hal itu dimaksudkan untuk mempertegas makna. Pengulangan kata
tersebut mempengaruhi bunyi yang dihasilkan. Untuk itu, pada bait kesebelas ini
asonansi bunyi yang digunakan “a-u” yang diselingi dengan “e-i”. Aliterasi yang
digunakan yaitu “b-m”. hal itu terlihat dari kata “Bung” yang selalu diulang
pada baris berikutnya dan kata “Menjaga” yang selalu diulang-ulang pula.pada
kedua kata tersebut terdapat bunyi huruf “u” dan “e” serta “m” dan “b”. hal itu
dapat diperjelas dengan penggalan puisi berikut ini.
Kenang,
kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung
Karno
Menjaga
Bung Hatta
Menjaga
Bung Syahrir
Pada dua bat terakhir, mengandung
asonansi “a” diselingi “i-e-u”. selain itu juga mempunyai aliterasi “k” yang
diselingi “m-b-t”. persajakan yang digunakan pun dominan mengguanakan
persajakan awal “ e” sajak tengah “ a” dan sajak akhir “i”. persajakan yang
bervariasi tersebut membuat puisi menjadi terkesan berwarna dan tidak monoton.
2. Lapis arti
Lapis arti berupa
rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Analisis lapis arti pada puisi
“Kerawang Bekasi” adalah sebagai berikut.
Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi
…
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5
ribu nyawa
Pada
kata “Kami yang terbaring antara
Krawang-Bekasi” ini mengandung makna berapa banyak para pejuang yang telah
gugur di daerah Krawang dan Bekasi. Hal itu di perkuat lagi dengan kata:
“Tapi kerja belum
selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”
Pada Kalimat tersebut tertulis “Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”. Betapa banyaknya pahlawan yang telah gugur sampai-sampai sang penyair mengingatkan pada kita apa arti dari 4 sampai 5 ribu nyawa yang telah menjadi tulang-tulang yang berserakan,dan tulang-tulang yang berserakan itu berada di daerah kecil yang bernama “KRAWANG dan BEKASI”. Sebuah pengorbanan menjadi total ketika segenap jiwa dan raga menjadi taruhannya. Bumi akan bahagia bila sang putranya menyiram dengan darah para pejuang. Bumi mempunyai nilai lebih bila di tempat itu bersemayam bunga-bunga bangsa yang senantiasa menjadi pembelanya. Bumi tidak akan kecewa karena dari situlah dilahirkan putra-putra terbaiknya yang senantisa siap untuk menjaga dan membelanya.
Pada Kalimat tersebut tertulis “Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa”. Betapa banyaknya pahlawan yang telah gugur sampai-sampai sang penyair mengingatkan pada kita apa arti dari 4 sampai 5 ribu nyawa yang telah menjadi tulang-tulang yang berserakan,dan tulang-tulang yang berserakan itu berada di daerah kecil yang bernama “KRAWANG dan BEKASI”. Sebuah pengorbanan menjadi total ketika segenap jiwa dan raga menjadi taruhannya. Bumi akan bahagia bila sang putranya menyiram dengan darah para pejuang. Bumi mempunyai nilai lebih bila di tempat itu bersemayam bunga-bunga bangsa yang senantiasa menjadi pembelanya. Bumi tidak akan kecewa karena dari situlah dilahirkan putra-putra terbaiknya yang senantisa siap untuk menjaga dan membelanya.
Makna
selanjutnya dijelaskan pada bait di bawah ini:
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Rangkaian kata di atas
menggambarkan bahwa para pahlawan yang telah gugur di Kerawang dan Bekasi
tinggal tulang-tulang saja. Namun, tulang-tulang itu adalah milik para pejuang
selanjutnya yang masih hidup. Hal itu menandakan bahwa para pejuang yang telah
gugur membela tanah air demi para pejuang selanjutnya, demi kita semua rakyat
Indonesia.
Hal itu dipertegas dengan rangkaian
kata pada bait selanjutnya. Tulisan itu menyatakan bahwa perjuangan mereka
(para pahlawan yang telah gugur) demi hidup ita semua memiliki nilai yang
sangat besar. Oleh sebab itu, perjuangan yang mengorbankan jiwa itu
mengharapkan nilai dari kita semua. Nilai yang dimaksud adalah kesediaan para
pejuang untuk meneruskan perjuangannya.
Selanjutnya, pada bait
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Pada baris pertama memiliki arti
bahwa para pahlawan bicara pada kita, penerus perjuangan dalam dunia baru
mereka yaitu alam kubur yang sunyi sepi. Dilanjutkan pada baris selanjutnya,
memperkuat harapan pengarang terhadap kaula muda untuk mengingat perjuangan
mereka supaya kaula muda memiliki tekad untuk melanjutkan perjuangan.
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Rangkaian kata dalam satu bait
tersebut merupakan ungkapan para pejuang yang telah gugur kepada para pemuda
sebagai penerus bangsa. Para pejuang yang telah gugur mengharapkan para pemuda
untuk meneruskan dan menjaga hasil perjuangannya. kata-kata menjaga para tokoh
tersebut memiliki maksud bahwa kita harus menjaga kemerdekaan yang mana para
tokoh-tokoh itulah yang memproklamasikan kemerdekaan negara kita. Rangkaian
kata-kata itu merupakan pesan inti dari penyair kepada kita sebagai pembaca.
3. Lapis dunia
Puisi Karawang-Bekasi
merupakan puisi yang dibuat pada tahun 1946 oleh Chairil Anwar setelah ia
mendapatkan inspirasi dari kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi
ini menceritakan perjuangan para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan
menjaga tokoh negara. Mereka gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya
memperoleh kemerdekaan. Hal itu dapat dilihat dari pilihan kata yang ada dalam
puisi tersebut.
4. Lapis metafisis
Lapis metafisis
merupakan lapis yang menumbuhkan minat pembaca tersebut merenungkan (berkontemplasi)
isi dari setiap puisi yang diungkapkan. Lapis metafisis yang terdapat pada
puisi.
Pada puisi “Krawang-Bekasi” ini sikap penyair terhadap pembaca adalah rendah hati dan tegas hal itu terlihat pada kata pengharapan yang ada yaitu :
Kenang,kenanglah
kami
Kami sudah coba
apa yang kami bisa
Tapi kerja belum
selesai,belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
Kami cuma
tulang-tulang berserekan
Tapi adalah
kepunyaanmu
Pada
bait di atas terlihat betapa sang penyair dengan kalimat pengaharap kepada
pembacanya, penikmatnya, pemerhatinya menggunakan pilihan akhiran “lah” pada
kata “kenanglah” dan rasa rendah hati itu dipertegas pada kalimat berikutnya
yaitu : “Kami sudah coba apa yang kami
bisa”. Pada kalimat tersebut dapat kita ketahui bahwa perjuangan itu penuh
risiko tetapi sang penyair menyatakan bahwa ia sudah mencoba apa yang ia bisa
walaupun nyawa jadi taruhannya. Meskipun begitu tetap ia menyatakan apa yang
dilakukan belum selesai, memang selamanya perjuangan itu akan berkelanjutan
sampai hayat dikandung badan. Kalimat lain yang menyatakan merendah adalah :”Kami Cuma tulang-tulang yang
berserakan.Tapi adalah kepunyaanmu”. Pada kalimat itu ada kata “Cuma” yang
seakan-akan hal itu tidak berarti, karena dinyatakan sebagai tulang-tulang yang
berserakan. Padahal tulang-tulang yang berserakan itu adalah tulang para
pejuang yang telah mengorbankan diri untuk tanah air dan bangsa.
B.
Puisi
“ The Young Dead Soldiers” karya Archibald
The Young Dead Soldier
Archibald MacLeish
The young dead soldiers do not speak
Nevertheless
they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)
They have a
silence that speaks for them at night
And when the clock counts.
They say,
We were young.
We have died. Remember us.
They say,
We have done
what we could
but until it is
finished it is not done.
They say,
We have given
our lives
but until it is
finished no one can know what our lives gave.
They say, Our
deaths are not ours,
they are yours,
they will mean what you make them.
They say,
Whether our
lives and our deaths were for peace and a new hope
or for nothing
we cannot say. it is you who must
say this.
They say,
We leave you
our deaths,
give them their
meaning,
give them an
end to the war and a true peace,
give them a
victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their
meaning.
We were young,
they say,
We have died.
Remember us.
Prajurit (yg)
Mati Muda
Archibald MacLeish
Prajurit-prajurit
muda yang telah mati tak dapat bicara
tetapi mereka didengar di rumah- rumah sunyi
( siapa tidak mendengar mereka? )
tetapi mereka didengar di rumah- rumah sunyi
( siapa tidak mendengar mereka? )
Mereka dalam diam berbicara padamu di malam hari
Dan ketika jam dinding
berdetak
Mereka berkata,
Kami (masih) muda, kami (telah) mati. Ingatlah kami.
Mereka berkata,
Kami telah bekerja apa yang kami dapat
Tetapi sampai selesai (kerja) belum apa-apa
Mereka berkata,
Kami telah memberikan jiwa kami.
Tetapi sampai selesai tak seorang pun tahu pengorbanan kami
Kami telah memberikan jiwa kami.
Tetapi sampai selesai tak seorang pun tahu pengorbanan kami
Mereka berkata,
Kematian kami bukan milik kami
(kematian) Itu milikmu.
(kematian) Itu berarti bila engkau (member) arti
Mereka berkata,
Baik kehidupan dan kematian kami untuk perdamaian dan sebuah harapan baru
Atau tidak untuk apapun
Kami tidak dapat berkata, itu kamu yang harus berkata ini
Baik kehidupan dan kematian kami untuk perdamaian dan sebuah harapan baru
Atau tidak untuk apapun
Kami tidak dapat berkata, itu kamu yang harus berkata ini
Mereka berkata,
Beri mereka keinginan mereka,
Beri mereka sebuah ahir peperangan, perdamaian yang sesungguhnya
Beri mereka sebuah kemenangan dalam ahir peperangan, perdamaian yang abadi.
Beri merka keinginan mereka.
Kami masih muda, mereka berkata,
Kami telah mati
Ingatlah kami.
Puisi
“The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish dapat dianalisis
berdasarkan lapis-lapis norma sebagai berikut.
1.
Lapis
bunyi
Pada
bait pertama puisi di atas mengandung asonansi bunyi “e”. Hal itu dibuktikan
pada setiap kata yang ada mengandung huruf “e”. Aliterasi yang ada pada bait
tersebut yaitu “ t-d”. persajakan awal, tengah, dan akhir didominasi dengan
persajakan “e”. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini.
The
young dead soldiers do not speak
Nevertheless
they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)
Pada
bait kedua, ketiga, keempat, dan kelima mengandung asonansi “e-o”. Aliterasi
yang digunakan dominan “t-w’. persajakan awalnya menggunakan sajak “ e”, sajak
tengahnya “ e” dan sajak akhirnya “ i-u-e”.Berdasarkan identifikasi tersebut
dapat kita lihat bahwa persajakan yang digunakan dominan “e”.
They have
a silence that speaks for them at night
And when the clock counts.
They say,
We were young. We
have died. Remember us.
They say,
We have
done what we could
but until
it is finished it is not done.
They say,
We have
given our lives
but until it is
finished no one can know what our lives gave.
Bait-bait
berikutnya jugan dominan menggunakan asonansi “e’ dan diselingi “o-u”. Aliterasi
yang digunakan dominan “t” karena terdapat pengulangan kata “they” yang
digunakan sebagai penekanan.
Berbeda
dengan bait-bait sebelumnya, pada bait terakhir terdapat asonansi yang beraneka
ragam. Asonansi yang digunakan yaitu “e”, “I”, “a”, yang porsinya sama jadi
tidak ada yang dianggap dominan. Aliterasi yang digunakan yaitu “t” ,”w”, “g” ,
dan “v” yang jumlahnya juga hampir sama. Asoanansi yang digunakan itu merupakan
perpaduan antara sajak awal, sajak tengah, dan sajak akhir. Hal itu terlihat
pada kutipan di bawah ini.
They say,
We leave
you our deaths,
give them their
meaning,
give them an
end to the war and a true peace,
give them a
victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their
meaning.
We were young, they
say,
We have
died.
Remember
us.
2.
Lapis
arti
Sama halnya dengan puisi “Kerawang
Bekasi” karya Cahiril Anwar, puisi “The Young Dead Soldiers” karya Archibald
Mac Leish juga mengandung makna yang disampaikan melalui rangkian kata-katanya.
The young dead soldiers do not speak
Nevertheless
they are heard in the still houses:
(who has not heard them?)
Rangkaian kata itu
bermakna bahwa banyak prajurit bangsa mati muda dalam pertempuran. Namun,
kematiannya tidak sia-sia karena mereka dikenang oleh rakyatnya yang masih
hidup dan menikmati perjuangannya.
Pada puisi itu juga menceritakan
tentang perjuangan para prajurit demi perdamaian negaranya. Para prajurit itu
berjuang hingga ajal menjemput mereka. Mereka mengharapkan perdamaian dan
harapan. Mereka juga menginginkan agar para generasi penerusnya senantiasa
melanjutkan perjuangannya. karena mereka berpikir, sekarang bukan mereka yang
bicara, tapi para penerus yang masih hidup.Hal itu disampaikan oleh penyairnya
melalui kata-kata di bawah ini.
They say, Our
deaths are not ours,
they are yours,
they will mean what you make them.
They say,
Whether our
lives and our deaths were for peace and a new hope
or for nothing
we cannot say. it is you who must
say this.
Pada puisi itu juga terdapat pesan
bahwa para pejuang(prajurit) itu telah meninggal dunia. Mereka mengharapkan
nyawa mereka mempunyai nilai bagi para pemuda yang masih hidup. Para pejuang
juga mengharapkan agar perjuangan mereka tidak sia-sia. Ketidaksiaan itu dengan
diwujudkannya perdamaian dan harapan baru. Pesan-pesan itu disampaiakn melalui
penggalan puisi di bawah ini.
They say,
We leave you
our deaths,
give them their
meaning,
give them an end
to the war and a true peace,
give them a
victory that ends the war and a peace afterwards,
give them their
meaning.
We were young,
they say,
We have died.
Remember us.
3.
Lapis
dunia
Pada puisi The Young Dead
Soldiers karya Archibald mendapatkan inspirasi dari kejadian perang yang
ada di dunia. Ia menggambarkan keinginan para prajurit untuk dikenang dan
keinginan lain seperti mendapatkan perdamian, kejayaan seusai perang, dan
perang segera berakhir. Untuk menciptakan suasana yang berat, pengarang
menggunakan pengulang pada setiap bait menggunakan kalimat They say.
Pengulangan ini digunakan untuk memperlihatkan bahwa para prajurit ingin
menyampaikan harapan-harapan mereka yang tertunda dan tidak dapat disampaikan
langsung kepada pembaca.
4.
Lapis
metafisis
Sikap
pengarang terhadap pembaca pada puisi “ The Young Dead Soldier” yaitu rendah
diri. Hal itu sama dengan sikap pengarang pada puisi “ Kerawang Bekasi”. Sikap
rendah hati itu ditunjukkan pada penggalan puisi berikut.
They say,
We have done
what we could
but until it is
finished it is not done.
Selain
sikap rendah hati, penyair juga bersikap pantang menyerah untuk meminta para
pembaca mengingat perjuangannya. Hal itu ditunukkan pada kata “ remember us”
yang selalu diulang-ulang sebagai penegasan.
Penyair
juga bersikap mengurui pembaca dalam puisi tersebut. Hal itu secara tersirat
tertuang dalam rangkaian kata-kata yang dibuatnya. Kita dapat mengetahui sikap
menggurui itu dengan mengartikan puisi yakni dalam puisi tersebut penyair
berkali-kali mengingatkan pembaca untuk menjada perdamaian dan harapan.
C. Interpretasi
Puisi “Kerawang Bekasi” dan “The Young Dead Soldiers”
Puisi “Kerawang Bekasi” mengandung
arti bahwa pada zaman penjajahan dahulu, terdapat pertempuran di Kerawang dan
Bekasi. Kota kecil di Jakarta. Banyak para pejuang bangsa yang gugur di medan
pertempuran. Mereka tidak dapat lagi berteriak merdeka dan angkat senjata.
Namun, banyak masyarakat sekarang yang mendengar jeritan mereka dan harapan
mereka. Para pahlawan itu mengungkapkan impiannya pada para kaula muda sekarang
dalam keheningan kematiannya. Mereka meminta pada kaula muda untuk mengenang
mereka dan melanjutkan perjuangan mereka. Harapan mereka itu bertujuan agar
perjuangan dan kematiannya yang masih berumur muda tidak sia-sia. Kini mereka
tingal tulang-tulang yang berserakan. Yang hanya meminta belas kasihan atas
pengorbanannya. mereka berteriak dalam kuburnya dan menghinbau pada kita semua
untuk tetap emmpertahankan kemerdekaan dan harapan bangsa yang baik. Mereka
mengingatkan kita akan perjuangan para pahlawan proklamator kita Sukarno-Hatta.
Berdasarkan deskripsi tersebut, maka penyair mengharapkan kita untuk terus
mengenang jasa pahlawan dan melanjutkan perjuangannya.
Puisi “The Young Dead Soldier”
memiliki makna yang tidak jauh beda dengan puisi “Kerawang Bekasi”. Pada puisi
itu mengandung makna tentang perjuangan para prajurit muda dalam peperangan
membela perdamaian. Melalui syairnya, penyair berusaha mengungkapkan peristiwa
tragis itu kepada pembaca supaya pembaca tahu perjuangan demi mendapatkan
perdamaian itu tidaklah mudah dan butuh pengorbanan. Sama halnya dengan puisi
“Kerawang bekasi”, pada puisi itu juga mengungkapkan pada pembaca untuk tetap
mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dan terus melanjutkan
perjuangannya dalam menegakkan perdamaian demi harapan yang lebih baik. Melalui
penyair, pejuang-pejuang yang telah gugur itu meminta arti pengorbanannya
kepada para pembaca. Pemberian arti yang dimaksudkan adalah mengenang mereka
dan mewujudkan harapan mereka yang belum terlaksana.
D. Persamaan
dan Perbedaan Puisi “Kerawang Bekasi” dan “The Young Dead Soldiers”
Berdasarkan
uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedan antara kedua puisi tersebut.
Persamaan keduanya terletak pada tema yang diangkat yaitu mengenai
kepahlawanan. Selain itu, kedua pengarang puisi tersebut mempunyai latar
belakang yang sama yaitu hidup dimasa peperangan dan kehidupan yang tidak dalam
ketentraman.
Setelah
membicarakan mengenai persamaan, maka pada paragraph ini akan dibahas mengenai
perbedaan antara kedua puisi tersebut. Perbedaan antara kedua puisi tersebut
terlihat dari segia tujuan (arti) atau maksud masing-masing penyair. Untuk
puisi “ Kerawang Bekasi” mengandung maksud untuk meraih kemerdekaan dan
harapan. Sedangkan untuk puisi “The Young Dead Soldier” mengandung maksud untuk
menegakkan perdamaian setelah peperangan. Perbedaan juga terlihat pada
persajakan yang digunakan. Untuk puisi “Kerawang Bekasi” dominan menggunakan
persajakan “a” dan “I” namun juga ada selingan bunyi vocal yang lain. Sedangkan
pada puisi “The Young Dead Soldier” dominan menggunakan asonansi “e”. namun
juga ada selingan bunyi vocal lain. Bunyi konsonan yang digunakan juga berbeda.
III. SIMPULAN
Berdasarkan uraian pada
bab II, kita dapat menyimpulkan beberapa hal pada kedua puisi tersebut
diantaranya:
A.
Segi
Bentuk
Puisi
“Kerawang Bekasi” dan puisi “The Young Dead Soldier” mempunyai bentuk yang sama
yaitu sama-sama berbentuk puisi. Tampilannya (tipografinya) pun sama yaitu
menggunakan penulisan rata kiri.
B.
Diksi
Diksi
yang digunakan pada kedua puisi tersebut merupakan kata-kata yang umum
digunakan sehari-hari. Penyair memilih kata yang berkaitan dengan perjuangan
dan kepahlawanan. Setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, puisi “The
Young Dead Soldiers” menggunakan pilihan kata (diksi) yang hampir sama dengan
puisi “Kerawang Bekasi”.
C.
Isi
(tema)
Pada
puisinya Archibald Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers memiliki tema
yang sama yaitu tentang kepahlawanan dan perjuangan. Dalam kedua puisi ini
mengisahkan seorang prajurit muda yang gugur di dalam peperangan, dan mereka
gugur untuk bisa selalu diingat oleh banyak orang, karena mereka gugur bukan
untuk dirinya sendiri tetapi mereka gugur untuk membela dan memperjuangkan
tanah air yang sekarang di tempati oleh orang-orang tersebut. Hal ini bisa di katakan
sama dengan puisinya Chairil Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi, bahkan
bait-bait yang terdapat dalam kedua puisi ini mempunyai kemiripan.
D.
Lingkungan
masyarakat
Berdasarkan
penafsiran yang dilakukan dalam menganalisis kedua puisi di atas, dapat kita
lihat bahwa kedua penyair hidup dalam lingkungan masyarakat yang tidak baik.
Dari keadaan lingkungan yang sama, namun memiliki perbedaan penyebab keadaan
yang tidak baik itu. berdasarkan rangkaian kata yang digunakan dapat
ditafsirkan bahwa penyair puisi “Kerawang Bekasi” hidup pada masa penjajahan
yang memiliki musuh untuk mendapatkan kemerdekaan. Berbeda halnya dengan
penyair puisi “The Young Dead Soldier” hidup pada masa yang kurang baik karena
tidak ada perdamaian di masyarakatnya.
E.
Kategori
karya puisi “Kerawang Bekasi”
Setelah kita bandingkan kedua puisi itu secara
cermat, tampak jelas bahwa sebenarnya Chairil Anwar telah menciptakan sesuatu
yang baru dalam puisinya itu dengan meminjam dan sekaligus diilhami oleh
beberapa larik pada puisinya Archibald Macleish. Puisi Archibald Macleish
mengandung nilai-nilai yang bisa diterima di mana saja. Para prajurit muda yang
telah mati dalam puisi yang berjudul The Young Dead Soldiers. Itu tidak terikat
oleh waktu dan tempat.
Pada puisi Kerawang-Bekasi bisa dianggap seperti
tafsir bangsa Indonesia pada zaman perjuangan fisik terhadap puisinya Archibald
Macleish yang berjudul The Young Dead Soldiers tentang adanya Perang Dunia II.
Dengan “mengubah dirinya” karya sastra bisa menembus yang namanya ruang dan
waktu. Hal itu sangat sering terjadi sehingga pembaca tidak memiliki kesempatan
dan kemampuan untuk berhubungan langsung dengan karya sastra yang berasal dari
zaman atau negeri lain. Jika demikian halnya maka kita tidak perlu gegabah
memandang rendah seorang penyair yang terpengaruh oleh penyair lainnya.
Lebih-lebih pada masalah adanya pengaruh kemiripan antara puisinya Chairil
Anwar yang berjudul Kerawang-Bekasi dengan puisinya Archibald Macleish yang
berjudul The Young Dead Soldiers. Jadi,
berdasarkan uraian tersebut, puisi “Kerawang Bekasi” karya Chairil Anwar
merupakan karya pengaruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar