Selasa, 09 April 2013

 





Makalah
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DAN PENDIDIKAN KARAKTER
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kapita selekta
Dosen Pengampu: Drs. Suprapti, M.Pd


Oleh:
  Gigih wahyu Wijayanti              2101410057



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
Indonesia  adalah  salah  satu  negara  yang  multikultural  terbesar  didunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari sosio kultur maupun geografis yang begitu  beragam dan  luas.  Dengan  jumlah yang  ad  diwilayah  NKRI  sekitar  kurang lebih  13.000  pulau  besar  dan  kecil,  dan  jumlah  penduduk  kurang  lebih  200  juta jiwa,terdiri  dari  300  suku  yang  menggunakan  hampir  200  bahasa  yang  berbeda. Selain  itu  juga  menganut  agama  dan  kepercayaan  yang  beragam  seperti  Islam, Katholik,  Kristen  protestan,  hindu,  budha,  konghucu,  serta  bnerbagai  macam kepercayaan (Diknas: 2004). Keragaman ini diakui atau tidak, akan dapat menimbulkan berbagai macam persoalan  seperti  yang  sekarang  ini  dihadapi  bangsa  ini.  Seperti  korupsi,  kolusi, nepotisme,  premanisme,  perseteruan  politik,  kemiskinan,  kekerasan,  separatisme, perusakan  lingkunghan  dan  hilangnya  rasa  kemanusiaan  untuk  selalu  menghargai hak-hak  orang  lain  adalah  bentuk  nyata  dari  multikulturalisme  itu.  Contoh  konkrit terjadinya  tragedy  pembunuhan  besar-besaran  tehadap  pengikut  partai  PKI  pada tahun 1965, kekerasan etnis cina di Jakarta pada bulan mei 1998 dan perang antara islam Kristen di maluku utara pada tahun 1999-2003.
Berdasarkan permasalahan seperti diatas maka pendidikan multikulturalisme menawarkan  satu  alternatif  melalui  penerapan  strategi  dan  konsep  pendidikan berbasis pemanfaatan keragaman yang ada dimasyarakat. Khususnya yang ada pada siswa  seperti:  keragaman  etnis,  budaya,  bahasa  ,agama,  status  sosial,  gender, kemampuan  umur  dan  ras.  Walaupun  pendidikan  multikultural  merupakan pendidikan relatif baru di dalam dunia pendidikan. Sebelum  perang  dunia  II  boleh  dikatakan pendidikan  multikultural  belum  dikenal. Malah  pendidikan  dijadikan  sebagai  alat  politik  untuk  melanggengkan  kekuasaan yang  memonopoli  sistem  pendidikan  untuk  kelompok  atau  golongan  tertentu.
Dengan  kata  lain  pendidikan  multikultural  meupakan  gejala  baru  dalam  pergaulan umat manusia yang mendambakan persaman hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan  yang  sama  untuk  semua  orang.  Dalam  penerapan  strategi  dan  konsep pendidikan  multikultural  yang  terpenting  dalam  strategi  ini  tidak  hanya  bertujuan agar supaya siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajari, akan tetapi juga akan menigkatkan  kesadaran  mereka  agar  selalu  berperilaku  humanis,  pluraklis  dan demokratis.  Begitu  juga  seorang  guru  tidak  hanya  menguasai  materi  secra professional  tetapi  juga  harus  mamapu  meneanamkan  nilai-nbilai  inti  dari pendidikan multicultural sepreti : humanisme, demokratis dan pluralisme.
Wacana  pendidikan  multikultural  salah  satu  isu  yang  mencuat  kepermukan  di  era  globalisasi  seperti  saat  ini  mengandaikan,  bahwa  pendidikan  sebagai  ruang tranformasi  budaya  hendaknya  selalu  mengedepankan  wawasan  multikultural, bukan  monokultural.  Untuk  memperbaiki  kekurangan  dan  kegagalan,  serta memebongkar praktik-praktik diskriminatif dalam proses  pendidikan. Sebagaimana yang  masih  kita  ketahui  peranginya  dalam  dunia  pendidikan  nasional  kita,bahkan
hingga saat ini. Dalam  konteks  ini,  pendidikan  multikultural  merupakan  pendekatan progresif,  pebendekatan  ini  sejalan  dengan  prinsif  penyelenggaraan  pendidikan yang termaktub dalam undang undang dan sistem pendidikan (SISDIKNAS) tahun 2003  pasal  4  ayat  1,yang  berbunyi  bahwa  pendidikan  diselenggarakan  secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrinminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai agama, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan  multikultural  juga  didasarkan  pada  keadilan  sosial  dan persamaan  hak  dalam pendidikan.  Dalam  doktrin  islam,ada  ajaran  kita  tidak  boleh membeda-beda  etnis,  ras  dan  lain sebagainya.  Manusia  sama,  yang  membedakan adalah  ketaqwaan  kepada  Allah  SWT.  Dalam  kaitanya  dengan  pendidikan multikultural  hal  ini  mencerminkan  bagaimana  tingginya  penghargaan  islam terhadap  ilmu  pengetahuan,dalam  islam  tidak  ada  pembedaan  dan  pembatasan diantara manusia dalam haknya untuk menuntut atau memperoleh ilmu pengetahusn. Wajah  monokulturalisme  didunia  pendidikan  kita  masih  kentara  sekali  bila kita tilik dari berbagai dimensi pendidikan. Mulai dari kuirikulum, materi pelajaran, hingga  metode  pengajaran  yang  disampaikan  oleh  guru  dalam  proses  belajar mengajar  (PBM)  diruang  kelas  hingga  penggalan-penggalan  terakhir  dari  abad ke-20  sistem  penyelenggaraan  pendidikan  di  Indonesia  masih  didominasi  oleh pendekatan  keseragaman  (Etatisme)  lengkap  dengan  kekuassaan  birokrasi  yang ketat, bahkan otoriter. Dalam kondisi seperti ini, tuntutan dari dalam dan luar negeri akan pendekatan yang  semakin seragam dan demokratis terus mendesak dan perlu  di implementasikan (Tilaar:2004: 24).
Pendidikan  multikultural  di  Indonesia  perlu  mempertimbangkan  kombinasi model  yang  ada,  agar  seperti  yang  diajukan  Groski  (1990),  “pendidikan multicultural  dapat  mencakup  tiga  hal  jenis  tranformasi  yaitu,  trnformasi  diri, tranformasi  sekolah  dan  proses  belajar  mengajar  serta  tranformasi  masyarakat”. Dengan  menggunakan  berbagai  macam  cara  dan  strategi  pendidikan  serta mengimplementasikanya yang mempunyai visi dan misi yang selalu menegakan dan menghargai  pluralisme,  demokrasi  dan  humanisme.  Diharapkan  para  generasi penerus  menjadi  ”Generasi  Multikultural”  yang  menghargai  perbedaan,  selalu menegakan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan yang akan datang.
Selain pendidikan multicultural, pendidikan karakter juga sangat penting. Hal itu terjadi karena masyarakat sekarang ini telah terjadi pergeseran moral dan nilai yang signifikan dalam realita kehidupan, baik secara pribadi, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa. Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya: Nilai budaya bangsa yang mulai pudar, nilai-nilai kehidupan telah bergeser dari tatanannya,  budaya malu hampir musnah pada tiap tingkatan masyarakat, melemahnya kemandirian bangsa, dan manajemen keterbatasan perangkat, sampai saat ini belum ada manajemen yang positif dan efektif dalam menanggulangi persoalan bangsa yang sangat kompleks.
Sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika kita tahu tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta  didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi  warga  negara  yang  demokratis  serta  bertanggung  jawab. ( UU No. 20 / 2003 ).
Berdasarkan keadaan di atas, pada makalah ini akan dibahas mengenai seluk-beluk pendidikan multicultural dan pendidikan karakter.

ISI
I.       PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAN
Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan  dalam  merespon  perubahan  demografis  dan  kultural  lingkungan  masyarakat  tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan  menara  gading  yang  berusaha  menjauhi  realitas  sosial  dan  budaya.  Pendidikan menurutnya,  harus  mampu menciptakan  tatanan  masyarakat  yang  hanya  mengagungkan  prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan, baik pada tingkat deskriptif dan normatif yang menggambarkan  isu-isu  dan  masalah-masalah  pendidikan  yang  berkaitan  dengan  masyarakat multikultural.  Lebih  jauh  juga  mencakup  pengertian  tentang  pertimbangan  terhadap  kebijakan-kebijakan  dan  strategi-strategi  pendidikan  dalam  masyarakat  multikultural.  Dalam  konteks deskriptif,  maka  pendidikan  multikultural  seyogyanya  berisikan  tentang  tema-tema  mengenai toleransi,  perbedaan  ethno-cultural  dan  agama,  bahaya  diskriminasi,  penyelesaian  konflik  dan mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal, dan subjek-subje lain yang relevan.
Pendidikan  multikultural  adalah  suatu  pendekatan  progresif  untuk  melakukan  transformasi pendidikan  yang  secara  menyeluruh  membongkar  kekurangan,  kegagalan,  dan  praktik-praktik diskriminasi dalam proses pendidikan. Sejalan dengan itu, Musa Asy’arie mengemukakan bahwa pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya  yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, menurut Musa Asy’arie diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
Berkaitan  dengan  kurikulum,  dapat  diartikan  sebagai  suatu  prinsip  yang  menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum  serta  lingkungan  belajar  siswa  sehingga  siswa  dapat  menggunakan  kebudayaan pribadinya untuk memahami dan mengembangkan berbagai wawasan, konsep, ketrampilan, nilai, sikap, dan moral yang diharapkan. Pendidikan  multikultural  merupakan  respon  terhadap  perkembangan  keragaman  populasi sekolah  sebagaimana  tuntutan  persamaan  hak  bagi  setiap  kelompok. 
Dalam  dimensi  lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dalam aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi, dan perhatian terhadap orang-orang dari etnis lain. Hal  ini  berarti  pendidikan  multikultural  secara  luas  mencakup  seluruh  siswa  tanpa  membedakan kelompok-kelompok, baik itu etnis, ras, budaya, strata sosial, agama, dan gender sehingga mampu  mengantarkan siswa menjadi manusia yang toleran dan menghargai perbedaan.

B.     TUJUAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Tujuan-tujuan pendidikan multikultural antara lain:
1.      membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan
2.      membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian
3.      menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai
4.      bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
5.      untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
C.    MANFAAT PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Ada beberapa hal yang bisa didapat dari adanya pembelajaran multikultural, antara lain:
1.      Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.
2.       Metodologi dan strategi pembelajaran multikultural dengan menggunakan sarana audio visual telah cukup menarik minat belajar anak serta sangat menyenangkan bagi siswa dan guru. Karena, siswa secara sekaligus dapat mendengar, melihat, dan melakukan praktik selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini menjelaskan bahwa pembelajaran multikultural sangat baik untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan minat belajar siswa yang lebih tinggi.
3.       Guru-guru dituntut kreatif dan inovatif sehingga mampu mengolah dan menciptakan desain pembelajaran yang sesuai. Termasuk memberikan dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta memperkenalkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap toleransi, solidaritas, empati, musyawarah, dan egaliter kepada sesama. Para siswa pun bisa menjadi lebih memahami kearifan lokal yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
4.      Pendidikan multikultural membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996).
5.       Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994).
D.    DIMENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Dalam  sejarahnya,  pendidikan  multikultural  sebagai  sebuah  konsep  atau pemikiran  yang  tidak  muncul  dalam  ruangan  yang  kosong,  namun  ada  interes politik,  sosial,  ekonomi,  dan  intelektual  yang  mendorong  kemunculannya. (Jamaluddin:  2005:  67).  James  Banks  (1994)  menjelaskan:  bahwa  pendidikan multikultural  memiliki  beberapa  dimensi  yang  saling  berkaitan  satu  dengan  yang lain”, yaitu:
1.      Pertama, Content integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan  kelompok  untuk  mengilustrasikan  konsep  mendasar,  generalisasi  dan  teori dalam  mata  pelajaran  atau  disiplin  ilmu. 
2.      Kedua,  the  knowledge  construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran (disiplin).
3.      Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyusuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka mempasilitasi prestasi akademik siswa  yang  beragambaik  dari  segi  ras,  budaya,  (culture)  ataupun  sosial.
4.      Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
Pendidikan  multikultural  mempunyai  dimensi  sebagai  berikut  (Tilaar  2004)  dan (Benni:2006) :
1.      “Right to Culture” dan identitas budaya lokal. Multikulturalisme  meskipun  didorong  oleh  pengakuan  tergadap  hak asasi  manusia,  namun  akibat  globalisasi  pengakuan  tersebut  diarahkan  juga kepada  hak-hak  yang  lain  yaitu  hak  akan  kebudayaan  (right  to  culture). Lahirnya identitas kesukuan sebagai perkembangan budaya mikro di indonesia, memang semuanya itu memerlukan masa transisi yaitu seakan-akan melorotnya rasa kebangsaan dan persatuan indonesia. Hal ini dapat dimengerti oleh karena apa yang disebut budaya indonesia sebagai budaya mainstream belum jelas bagi kita  semua.  Identitas  budaya  makro,  yaitu  budaya  indonesia  yang  sedang  menjadi memang harus terus menerus kita bangun atau merupakan suatu proses yang tanpa ujung.
2.      Kebudayaan indonesia yang menjadi. Kebudayaan  indonesia  yang  menjadi  adalah  suatu  pegangan  dari  setiap insan  dan  setiap  identitas  budaya  mikro  indonesia.  Hal  tersebut  merupakan suatu sistem nilai yang baru yang ini kemudian memerlukan suatu proses yang mana  perwujudannya  antara  lain  melalui  proses  dalam  pendidikan  nasional. Oleh  sebab  itu  ditengah-tengah  maraknya  identitas  kesukuan,  sekaligus ditekankan  sistem  nilai  baru  yang  akan  kita  wujdkan,  yaitu  sistem  nilai  ke indonesiaan.  Hal  tersebut  bukannya  suatu  yang  mudah  karena  memerlukan paradigm  shift  didalam  proses  pendidikan  bangsa  indonesia.  Sebagai  suatu paradigma  baru  didalam  sistem  pendidikan  nasional,  maka  perlu  dirumuskan bagaimana  sistem  pendidikan  nasional  diarahkan  kepada  pemeliharaan  dan pengembangan konsep negara-bangsa yaitu negara kesatuan republik indonesia yang  didasarkan  kepada  kekayaan  kebudayaan  dari  berbagai  suku  bangsa  di indonesia.
3.      Konsep pendidikan multikultural yang normatif. Kita  tidak  bisa  menerima  konsep  pendidikan  multikultural  yang deskriftif  yaitu  hanya  sekedar  mengakakui  pluralitas  budaya  dari  suku-suku bangsa  di  indonesia.  Disamping  pengakuan  akan  pluralitas  budaya  kita  juga harus  mampu  mewujudkan  kebudayaan  indonesia  yang  dimiliki  oleh  suatu negara-bangsa.  Adapun  konsep  pendidikan  multikultural  normatif  adalah konsep  yang  dapat  kita  gunakan  untuk  mewujdkan  cita-cita  tersebut.  Untuk mewujudkan  semuanya  jangan  sampai  konsep  pendidikan  multikultural normatif  sebagai  suatu  paksaan  yang  menghilangkan  keanekaragaman  budaya-budaya  lokal.  Akan  tetapi  konsep  pendidikan  multikultural  normatif  harus mampu  memperkuat  identiatas  s uatu  s uku  yang  kemudian  dapat menyumbangkan  bagi  terwujudnya  suatu  kebudayaan  indonesia  yang  dimiliki oleh seluruh bangsa indonesia.
4.      Pendidikan multikultural Merupakan suatu rekontruksi sosial. Suatu  rekontruksi  sosial  artinya,  upaya  untuk  melihat  kembalai kehidupan  sosial  yang  ada  dewasa  ini.  Salah  satu  masalah  yang  timbul  akibat berkembangnya  rasa  kedaerahan,  identitas  kesukuan,  dari  perorangan  maupun suatu  suku  bangsa  indonesia,  telah  menimbulkan  rasa  kelompok  yang berlebihan.  Ini  semua  akan  menyebabkan  pergeseran-pergeseran  horizontal yang tidak dikenal sebelumnya.
5.      Pendidikan multikultural di indonesia memerlukan pedagogik baru.  Jelas  kiranya  untuk  melaksanakan  konsep  Pendidikan  multikultural didalam  masyarakat  pluralitas  tapi  sekaligus  diarahkan  kepada  terwujdnya masyarakat  indonesia  baru,  maka  pedagogik  yang  tradisional  tidak  dapat  kita gunakan  lagi.  Pedagogik  tradisional  membatasi  proses  pendidikan  didalam ruangan  sekolah  yang  sarat  dengan  pendidikan  intelektualistik.  Sedangkan kehidupan  sosial-budaya  di  indonesia  menuntut  pendidikan  hati  (Pedagogy  of hert)  yaitu  diarahkan  kepada  rasa  persatuan  dari  bangsa  Indonesia  yang pluralistiks.
6.      Pendidikan  multikultural  bertujuan  untuk  mewujdukan  visi  indonesia  masa depan serta etika berbangsa.
E.     CIRI-CIRI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Menurut  Tilaar  (2004:  59),  pendidikan  multikulturalisme  biasanya mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Tujuanya  membentuk”  manusia  budaya”  dan  menciptakan  “masyarakat berbudaya (berperadaban)”.
2.      Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (cultural).
3.      Metodenya  demokratis,  yang  menghargai  aspek-aspek  perbedaan  dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis).
4.      Evaluasinya  ditentukan  pada  penilaian  terhadap  tingkah  laku  anak  didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.

F.     PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural antara lain sebagai berikut.
1.      Pertama,  perubahan  paradigma  dalam  memandang  pendidikan  (education)  dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan  yang  lebih  luas  mengenai  pendidikan  sebagai  transmisi  kebudayaan  membebaskan pendidik  dari  asumsi  bahwa  tanggungjawab  primer  dalam  mengembangkan  kompetensi kebudayaan  di  kalangan  peserta  didik.  Hal  ini  semata-mata  berada  di  tangan  mereka  dan  justru seharusnya semakin banyak pihak yang bertanggungjawab karena program-program sekolah terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
2.      Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Yang dimaksud  adalah  tidak  perlu  lagi  mengasosiasikan  kebudayaan  semata-mata  dengan  kelompok-kelompok  etnik  sebagaimana  yang  terjadi  selama  ini.  Secara  tradisional,  para  pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient daripada dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain  dalam  satu  atau  lebih  kegiatan.  Dalam  konteks  pendidikan  multikultural,  pendekatan  ini diharapkan  dapat  mengilhami  para  penyusun  program-program  pendidikan  multikultural  untuk menghilangkan kecenderungan memandang peserta didik secara stereotype menurut identitas etnik mereka, dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan peserta didik dari berbagai kelompok etnik.
3.      Ketiga,  karena  pengembangan  kompetensi  dalam  suatu  kebudayaan  baru  biasanya membutuhkan  interaksi  inisiatif  dengan  orang-orang  yang  sudah  memiliki  kompetensi,  bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis. 
4.      Keempat,  pendidikan  multikultural  meningkatkan  kompetensi  dalam  beberapa  kebudayaan. Adapun kebudayaan mana yang akan diadopsi itu ditentukan oleh situasi yang ada disekitarnya.
5.      Kelima,  pendidikan  multikultural,  baik  dalam  sekolah  maupun  luar  sekolah  meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengelaman moral manusia. Kesadaran ini  mengandung  makna  bahwa  pendidikan  multikultural  berpotensi  untuk  menghindari  dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.

G.    IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
1.      Implementasi Pendidikan Mulitikulturak di TK dan SD Kelas I,II, III
a.       Mengenalkan beragam bentuk rumah dan baju adat dari etnis yang berbeda
b.      Mengajak siswa untuk mencicipi makanan yang berbeda dari berbagai daerah secara bergantian
c.       Mendengarkan kepada siswa lagu-lagu daerah lain
d.      Menunjukkan cara berpakaian yang berbeda baik dari suku bangsa maupun dari negara lain
e.       Mengenalkan tokoh-tokoh pejuang dari berbagai daerah dalam dan luar
f.       Menunjukkan tempat dan cara ibadah yang berbeda
g.      Meminta siswa yang berbeda etnis untuk menceritakan tentang upacara perkawinan di keluarga luasnya
h.      Mengenalkan berbagai kosa kata yang penting yang berasal dari suku bangsa atau ras lain
i.        Mengenalkan panggilan-panggilan untuk laki-laki da perempuan.

2.      Implementasi Pendidikan Multikultural Siswa SD Kelas IV,V,VI
a.       Melengkapi perpustakaan dengan buku-buku cerita rakyat dari berbagai daerah dan negara lain
b.      Membuat modul pendidikan multikultural untuk suplemen materi pembelajaran lain.
c.       Memutarkan CD tentang kehidupan pedesaan, di perkotaan daerah dan negara yang berbeda
d.      Meminta siswa memiliki teman korespondensi/email/facebook/ atau sahabat dengan siswa yang berbeda daerah, negara, atau latar belakangnya
e.       Guru menceritakan pengetahuan dan pengalamannya tentang materi di daerah atau di negara lain.
Tahap ini dilakukan untuk menanamkan pengetahuan yang luas bagi siswa. Rasa ketertarikan akan keragaman yang diperoleh di dalam kelas akan memotivasi siswa untuk tahu lebih banyak dengan membaca, melihat di internet, berkunjung, bertanya pada yang lebih tahu, dan sebagainya.

3.      Implementasi Pendidikan Multikulural pada Tingkat Lanjutan
Siswa pada jenjang ini sudah mampu memiliki sudut pandang. Mereka mampu melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Pada diri mereka sudang tertanam nilai-nilai budayanya. Jadi mereka dapat berkompetensi dan beradu argumen serta mulai berani melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Proses ini dapat dilakukan dnegan cara:
a.       Bila membentuk kelompok diskusi tiap kelompok sebaiknya terdiri dari siswa yang berbeda latar belakang ynag berbeda seperti kemampuan, jenis kelamin, perangai, status sosial ekonomi, agama, agar mereka dapat saling belajar kelebihan dan kekurangan masing-masing.
b.      Siswa dibiasakan untuk berpendapat dan berargumentasi yang sesuai dnegan jalan pikiran mereka. Guru tidak perlu khawatir akan terjadi konflik pendapat maupun SARA
c.       Guru dapat mengajak siswa untuk berpendapat tentang suatu kejadian atau isu aktual, misalnya tentang bom bunuh diri atau kemiskinan, biarkan siswa berpendapat manurut pikirannya masing-masing.
d.      Membiasakan siswa saling membantu pada kegiatan keagamaan yang berbeda
e.       Membuat program sekolah yang mengajak siswa mengalami peristiwa langsung dalam lingkungan yang berbeda.
f.       Mengajak siswa untuk menolong keluarga-keluarga ynag kurang beruntung ataupun berkunjung ke tempat orang-orang malang dari berbagai latar belakang agama, etnis, ras.
g.      Melatih siswa untuk menghargai dan memiliki hal-hal yang positif dari pihak lain
h.      Melatih siswa untuk mampu menerima perbedaan, kegagalan, dan kesuksesan
i.        Memberi tugas kepada siswa untuk mencari, memotret kehidupan nyata dan kegiatan tradisi dari etnis, agama, wilayah, bidaya yang berbeda.
Pengalaman pembelajaran di atas dapat melatih siswa bersikap sportif terhadap kelebihan dan kekurangan baik dari diri snediri maupun orang lain. Siswa juga dilatih mamapu menghargai, mengakui, dan mau mengambil hal-hal positif dari pihak lain walaupun itu dari kelompok minoritas di kelas atau negara kita. Sehingga ada proses transformasi dan proses akulturasi antarsiswa. Hal ini juga dapat melatih siswa menjadi orang yang terbuka, positive thinkking dan berjiwa besar, sehingag tidak mudah menuduh, berprasangka, dan memberi label pada kelompok lain.

H.    HAMBATAN-HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Mengimplementasikan  pendidikan  multikultural  di  sekolah  mungkin  saja  akan  mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut.
1.      Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural. Perbedaan  pemaknaan  akan  menyebabkan  perbedaan  dalam  mengimplementasikannya. Multikultural  sering  dimaknai  orang  hanya  sebagai  multi  etnis  sehingga  bila  di  sekolah  mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan pendidikan multicultural pada  mereka.  Padahal  pengertian  pendidikan  multikultural  lebih  luas  dari  itu.  H.A.R.  Tilaar mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan etnis yang  berkaitan  dengan  masalah  budaya  dan  agama,  tetapi  lebih  luas  dari  itu.  Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu. 
2.      Munculnya Gejala Diskontinuitas. Dalam  pendidikan  multikultural  yang  sarat  dengan  nilai-nilai  kemanusiaan  dan  kebersamaan sering  terjadi  diskontinuitas  nilai  budaya.  Peserta  didik  memiliki  latar  belakang  sosiokultural  di masyarakatnya  sangat  berbeda  dengan  yang  terdapat  di  sekolah  sehingga  mereka  mendapat kesulitan  dalam  beradaptasi  di  lingkungan  sekolah.  Tugas  pendidikan,  khususnya  sekolah  cukup berat.  Di  antaranya  adalah  mengembangkan  kemungkinan  terjadinya  kontinuitas  dan memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai unsur pelaku  pendidikan  di  sekolah,  baik  itu  guru,  kepala  sekolah,  staf,  bahkan  orangtua  dan  tokoh masyarakat  perlu  memahami  secara  seksama  tentang  latar  belakang  sosiokultural  peserta  didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke jalur kontinuitas.  Di samping itu, upaya tersebut perlu dilakukan pula terkait dengan penciptaan konsistensi dalam menyediakan kondisi dan situasi bagi peserta didik yang kondusif dan suportif demi terpeliharanya kontinuitas budaya antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3.      Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak. Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut komitmen yang  kuat  dari  berbagai  komponen  pendidikan  di  sekolah.  Hal  ini  kadang  sulit  untuk  dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya implementasi pendidikan  multikultural  sangat  bergantung  pada  seberapa  besar  keinginan  dan  kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru. Arah  kebijakan  pendidikan  di  Indonesia  di  masa  mendatang  menghendaki  terwujudnya masyarakat  madani,  yaitu  masyarakat  yang  lebih  demokratis,  egaliter,  menghargai  nilai-nilai kemanusiaan  dan  persamaan,  serta  menghormati  perbedaan.  Bila  berbagai  elemen  yang  terlibat dalam pendidikan menyadari akan hal ini, maka sebenarnya komitmen tinggi untuk pelaksanaan pendidikan  multikultural  akan  mudah  dicapai  sebab  dalam  pendidikan  multikultural  nilai-nilai masyarakat madani itu yang ingin ditanamkan pada siswa sejak dini.
4.      Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragaman. Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan kepentingan pendidikan selalu diseragamkan,  baik  yang  berwujud  benda  maupun  konsep-konsep.  Dengan  adanya  kondisi  ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan  tindakan  orang-orang  yang  ada  di  dunia  pendidikan  tersebut  sehingga  sulit  menghargai  dan mengakui keragaman dan perbedaan. Oleh  karena  itu,  untuk  pelaksanaan  pendidikan  multikultural  yang  sarat  dengan  nilai-nilai penghargaan terhadap rasa kemanusiaan, perbedaan, dan keragaman akan menjadi kurang disukai dan kurang dianggap penting. 

II.    PENDIDIKAN KARAKTER
A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Secara harfiah pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan  potensi  peserta  didik.  Sedangkan  budaya  diartikan  keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat.  Karakter  merupakan  watak,  tabiat,  akhlak,  atau  kepribadian  seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan  sebagai  landasan  untuk  cara  pandang,  berpikir,  bersikap,  dan  bertindak. Oleh karena itu, Pendidikan Karakter Bangsa disimpulkan sebagai suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses  internalisasi,  menghayati  nilai-nilai  karakter  yang  baik  menjadi  kepribadian mereka  dalam  bergaul  di  masyarakat,  dan  mengembangkan  kehidupan  masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
B.     FUNGSI PENDIDIKAN KARAKTER
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.
1.      Fungsi  Pembentukan  dan  Pengembangan  Potensi.    Pembangunan  karakter bangsa  berfungsi  membentuk  dan  mengembangkan  potensi  manusia  atau warga  negara  Indonesia  agar  berpikiran  baik,  berhati  baik,  dan  berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
2.      Fungsi  Perbaikan  dan  Penguatan.    Pembangunan  karakter  bangsa  berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan  pemerintah  untuk  ikut  berpartisipasi  dan  bertanggung  jawab  dalam pengembangan  potensi  warga  negara  dan  pembangunan  bangsa  menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
3.      Fungsi Penyaring.   Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa  sendiri  dan  menyaring  budaya  bangsa  lain  yang  tidak  sesuai  dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Demikian ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik  Indonesia  (NKRI),  (4)  Penguatan  nilai-nilai  keberagaman  sesuai  dengan konsepsi  Bhinneka  Tunggal  Ika,  serta  (5)  Penguatan  keunggulan  dan  daya  saing bangsa  untuk  keberlanjutan  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa,  dan  bernegara Indonesia dalam konteks global.”

C.    KEBIJAKAN PEMERINTAH ATAS PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
(Republik  Indonesia,2010:1),  situasi  dan  kondisi  kondisi  karakter  bangsa  yang memprihatinkan  tersebut,  mendorong  pemerintah  untuk  mengambil  inisiatif  untuk memprioritaskan  pembangunan  karakter  bangsa.  Pembangunan  karakter  bangsa dijadikan  arus  utama  pembangunan  nasional.  Hal  itu  mengandung  arti  bahwa  setiap upaya  pembangunan  harus  selalu  diarahkan  untuk  memberi  dampak  positif terhadap pengembangan  karaker.  Mengenai  hal  tersebut  secara  konstitusional  sesungguhnya sudah  tecermin  dari  misi  pembangunan  nasional  yang  memosisikan  pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional,  sebagaimana  tercantum  dalam  Rencana  Pembangunan  Jangka  Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu “...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia  dan  masyarakat  Indonesia  yang  beragam,  beriman  dan  bertakwa  kepada Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berbudi  luhur,  bertoleran,  bergotong  royong,  berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.” Oleh  karena  itu  pembangunan  karakter  bangsa  memiliki  cakupan  dan  tingkat urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan “...pengembangan  seluruh aspek  potensi-potensi  keunggulan  bangsa  dan  bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat
esensial  dalam  berbangsa  dan  bernegara,  hilangnya  karakter  akan  menyebabkan hilangnya  generasi  penerus  bangsa;  (2)  karakter  berperan  sebagai “kemudi” dan kekuatan  sehingga  bangsa  ini  tidak  terombang-ambing;  (3)  karakter  tidak  datang dengan  sendirinya,  tetapi  harus  dibangun  dan  dibentuk  untuk  menjadi  bangsa  yang bermartabat.  Selanjutnya,  ditegaskan  bahwa  pembangunan  karakter  bangsa  harus difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati  diri  bangsa,  (2)  untuk  menjaga  keutuhan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia (NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.”
Di  lingkungan  sekolah,  dimana  sebagai  lingkungan  pembudayaan,  peserta didik dan guru sebagai ”perekayasa” kultur sekolah tidak terlepas dari regulasi, kebijakan,  dan  birokrasi.    Kebijakan  dan  birokrasi  ditata  dan  disiapkan  untuk mendukung  terwujudnya  pendidikan  karakter  melalui  pengembangan  kultur pembelajaran  dan  sekolah  sebagai  ekologi  peekembangan  peserta  didik.  Reformasi mind set  pada birokrat pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat  dan  memposisikan  pendidikan  sebagai  proses  membangun  karakter, membangun kultur sekolah secara benar, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara tepat tentang esensi pendidikan. Reformasi  mind set ini didukung oleh  political  will  yang  kuat  dari  Pemerintah  Pusat  dan  Daerah,  dan  memposisikan pendidikan  bukan  sebagai  proses  birokratik  dan  administratif  semata  yang  bisa membuat  pendidikan  bergeser  menjadi  ranah  dan  beban  politik  daripada  sebagai layanan  profesional  yang  sejati.  Guru  dibina  menjadi  penyelenggara  layanan profesional sejati.
Secara  psikologis  dan  sosial  kultural  pembentukan  karakter  dalam  diri individu  merupakan  fungsi  dari  seluruh  potensi  individu  manusia  (kognitif,  afektif, dan  psikomotorik)  dalam  konteks  interaksi  sosial  kultural  (dalam  keluarga,  satuan pendidikan,  dan  masyarakat)  dan  berlangsung  sepanjang  hayat.  Konfigurasi  karakter dalam  konteks  totalitas  proses  psikologis  dan  sosial-kultural  tersebut  dapat dikelompokan  dalam:  Olah  Hati  (Spiritual  and  emotional  development)  ,  Olah  Pikir
(intellectual  development),  Olah  Raga  dan  Kinestetik  (Physical  and  kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan dalam diagram Venn dengan empat lingkaran sebagai berikut (Kemdiknas,2010:10)


Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)
D.    NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
Nilai
Deskripsi
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan  tugas.
Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cinta tanah air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Bersahabat/komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Cinta damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

E.     IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
Pelaksanaan Pendidikan Karakter  sebagai upaya meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan. Empat hal yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan Pendidikan Karakter, yaitu:
1.      Olah Hati / Kholbu ( Spiritual And Emotional Development ) yaitu mengembangkan asset yang berkaitan dengan nilai religi ( KeTuhanan, Hablumminalloh ) sehingga bisa bekerja dan berbuat dengan ikhlas.
2.      Olah Rasa / Karsa ( Affective and Creativity  Develomment ) yaitu mengembangkan  asset  yang  berhubungan dengan  sesama  manusia. ( Hablumminanas ), sehingga mampu menjalin cinta kasih terhadap sesama  baik secara pribadi, social maupun bermasyarakat.
3.      Olah Pikir / Dzikir ( Intellectual Development ) yaitu mengembangkan asset yang berhubungan dengan akal, sehingga dapat berpikir dengan jernih dan cerdas.
4.      Olah Raga dan Kinestetik ( Physical and Kinestetic Development ) yaitu mengembangkan asset  fisik agar selalu sehat dan mampu bekerja dengan keras.
Dalam pelaksanaan Pendidikan Karakter menjadi tanggung jawab semu elemen bangsa, terutama guru sebagai pengawal garda terdepan dalam pendidikan. Pendidikan Karakter yang diterapkan dalam satuan pendidikan menjadikan sarana pembudayaan dan pemanusiaan ( Koesoema, 2007: 114 ) sesuai dengan subtansi utama yaitu membangun pribadi  dengan karakter mulia sebagai individu, masyarakat dan bangsa. Menurut Foesster ada empat ciri Pendidikan Karakter, yaitu:
1.      Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki   nilai.   Nilai   menjadi pedoman normative setiap tindakan.
2.      Koherensi yang memberi keberanian , membuat  seseorang teguh pada prinsip tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko . Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa saling percaya satu sama lain.
3.      Otonomi yang berarti seseorang memiliki kebebasan untuk menginternalisasikan nilai – nilai dalam mengambil keputusan pribadi tanpa intervensi orang lain.
4.      Keteguhan dan Kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang untuk mencapai sesuatu yang dipandang baik.Sedangkan Kesetiaan merupakan bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.




PENUTUP
Secara  umum  tentang  konsep  pendidikan  dan konsep multikulturalisme di Indonesia yang diantaranya adalah:
1.      Pendidikan multikultural sebagai sarana alternatif pemecahan konflik sosial. Spektrum  kultur  masyarakat  Indonesia  yang  amat  beragam  menjadi  tantangan bagi  dunia  pendidikan  guna  mengolah  perbedaan  tersebut  menjadi  suatu  aset, bukan  sumber  perpecahan.  Saat  ini,  pendidikan  multikultural  mempunyai  dua tanggung  jawab  besar:  menyaiapkan  bangsa  Indonesia  untuk  menghadapi  arus budaya  luar  di  era  globalisasi  dan menyatukan  bangsa  sendiri  yang  terdiri  dari berbagai budaya.
2.      pendidikan  multikultural  sebagai  pembina  agar  sisiwa  tidak  tercerabut  dari akar budayanya  selain sebagai sarana alternatif perpecahan konflik,  pendidikan multikultural juga signiifikan dalam membina siswa agar mereka tidak tercerabut dari  akar  budaya  yang  dimiliki  sebelumnya  tatkal  berhadapan  dengan  realitas sosial dan budaya di era globalisasi.
3.      sebagai  landasan  pengembangan  kurukulum  penidikan  nasional.  Dalam melakukan  pengembangan  kurikulum  sebagai  titik  tolak  dalam  proses  belajar mengajar, atau guna memberikan sejumlah materi dan isiu pelajaran yang harus dikuasai  siswa  dengan  ukuran  atau  tinfgakatan  tertentu,  maka  pendidikan multikultural  sebagai  landasan  pengembangan  kurikulum  menjadi  sangat penting.
4.      menciptakan  masyarakat  multikultrural.  Cita-cita  reformasi  untukl membangun  Indonesia  baru  harus  dilakukan  dengan  cara  membangun  kembali dari  hasil  perombakan  terhadap  keseluruhan  tatanan  kehidupan  yang  dibangun oleh  orde  baru.  Inti  dasri  cita-cita  tersebut  adalah  terwujudnya  sebuah masyarakat  sipil  yang  demokratis,  ditegakkanya  hukum  untuk  supremasi keadilan, pemerintah bebas KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam  kehidupan  masyarakat  yang  menjamin  kelancaran  produktivitas  warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang menyejahterakan rakyat Indonesia.
Sedangkan pada  tahap  implementasi  pendidikan  karakter  bangsa,  perlu  dikembangkan pengalaman  belajar  (learning  experiences)  dan  proses  pembelajaran  yang  bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui  proses  pembudayaan  dan  pemberdayaan  di  setiap  proses  pembelajaran  pada setiap  mata  pelajaran  oleh  masing-masing  guru  bidang  studi.  Sedangkan  proses  di masyarakat,  proses  implementasi  pendidikan  karakter  bangsa  ini  berlangsung  dalam tiga  pilar  pendidikan  yakni  dalam  satuan  pendidikan,  keluarga,  dan  masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Kurniati, Yati. 2012. Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Meningkatkan Kualitas Peserta Didik di Sekolah. Bumi http://sejjojo.blogspot.com/2012/03/makalah-pendidikan-karakter-bangsa.htmlSejarah Indonesia diunduh talnggal 27 maret 2013.
Mania, Sitti. 2010. Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran. UNJ: Lentera Pendidikan
Arifudin, Iis. 2007. Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah. Purwokerto : INSANIA|Vol. 12|No. 2|Mei-Ags 2007|220-233
Wahyuni, Sri. 2012. -. Jakarta: UPI
Fathudin, Syukri. -. Pendidikan Karakter dan Implementasinya. Yogyakarta: UNY


Tidak ada komentar:

Posting Komentar