Minggu, 15 April 2012

DRAMATISASI PUISI " SLA" WS RENDRA

Kelompok 4 Anggota: 1. Riya Ariyani sebagai narator suasana 2. Alien Kurnia sebagai guru 3. Marsista Eka sebagai narator cerita 4. Suci Mega sebagai murid 1 5. Gigih Wahyu W. sebagai sutradara&pembuat naskah 6. Tria Oktavia sebagai orang tua 2 7. Indika sebagai orang tua 1 8. Ahmad Zamaludin sebagai murid 2 9. Noora Lailatul muna sebagai murid 3 SAJAK S L A Oleh : W.S. Rendra Narator suasana: Zaman bisa dibilang edan. Semua tidak lagi murni pada aturan. Kerekayasaan selalu ada dan melekat erat tanpa jarak. Di sebuah bangunan yang kita sebut sebagai sekolahan, terlihat suasana yang kurang mencerminkan pendidikan yang sebagaimana mestinya. Kalang kabut tak karuan. Tua muda tak ada beda. Narator cerita: Murid-murid mengobel klentit ibu gurunya Bagaimana itu mungkin ? Itu mungkin. Karena tidak ada patokan untuk apa saja. Semua boleh. Semua tidak boleh. Tergantung pada cuaca. Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja. Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata. Narrator suasana: Di sebuah ruangan tanpa sekat yang tebal, terekam suatu percakapan. Beberapa orang itu tidak bodoh, namun apa yang mereka bicarakan membuat mereka terlihat tak berpendidikan. Orang tua 1: (berdiri, melangkah kesan kemari) Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang. Ibu guru ingin hiburan dan cahaya. Orang tua 2: (duduk) Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor. Dan juga ingin jaminan pil penenang, tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter. Narrator cerita: Maka berkatalah ia Kepada orang tua murid-muridnya : tanpa sedu sedan, tanpa rasa sungkan, dan tanpa ada batasan. Entah melalui olah pesan atau renungan tajam. Dia katakan sejujurnya. Apa adanya. Guru : (berdiri, duduk) “Kita bisa mengubah keadaan. Anak-anak akan lulus ujian kelasnya, terpandang di antara tetangga, boleh dibanggakan pada kakak mereka. Soalnya adalah kerjasama antara kita. Jangan sampai kerjaku terganggu, karna atap bocor.” Narrator cerita: Dan papa-papa semua senang. Di pegang-pegang tangan ibu guru, dimasukan uang ke dalam genggaman, serta sambil lalu, di dalam suasana persahabatan, teteknya disinggung dengan siku. Demikianlah murid-murid mengintip semua ini. Inilah ajaran tentang perundingan, perdamaian, dan santainya kehidupan. Guru: Ini barulah yang dinamakan kerja sama. Uang di tangan, oh, terasa benar nikmatnya. Tak perlu kumengelap keringat, Kipas tak lagi kertas. Uang. Uang. Hahahahaha.. upsss.. Oh,hampir kulupa. Saatnya ku bekerja. Murid-murid manisku, pasti telah menunggu. Narrator suasana: Murid tunggang langgang mencari pelenggahan. Setelah kepergian beberapa orang tua,guru menata amplop-amplop yang beriasi uang itu dalam tasnya. Senyum menyungging di wajahnya. Kepala yang hanya berjumlah satu digeleng-gelengkannya. Senang. Senang. Senang. Berjalanlah ia melakukan kerjanya. guru: “Kemajuan akan berjalan dengan lancar. Kita harus menguasai mesin industri. Kita harus maju seperti Jerman, Jepang, Amerika. Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.” Murid 1,2,3: Murid-murid tertawa, dan mengeluarkan rokok mereka. Guru: “Karena mengingat kesopanan, jangan kalian merokok. Kelas adalah ruang belajar. Dan sekarang : daftar logaritma !” Murid 1,2,3: Murid-murid tertawa semakin keras Murid 1: (tetap duduk) “Kami tidak suka daftar logaritma. Tidak ada gunanya !” Guru : (berdiri, berjalan mendekati murid) “kalian tidak ingin maju ?” Murid 1: (berdiri) “Kemajuan bukan soal logaritma. Kemajuan adalah soal perundingan. Guru: “Jadi apa yang kalian inginkan ?” Murid 2: (tetap duduk, menghadap kearah guru) “Kami tidak ingin apa-apa. Kami sudah punya semuanya.” Guru: (menggebrak meja) “Kalian mengacau !” Murid 3: (berdiri, menggebrak meja) “Kami tidak mengacau. Kami tidak berpolitik. Murid 2: (duduk jegang, merokok) Kami merokok dengan santai. Murid 1: (berjalan mendekati guru, menghadap penonton) Seperti ayah-ayah kami di kantor mereka : santai, tanpa politik berunding dengan Cina berunding dengan Jepang menciptakan suasana girang. Murid 3: (tetap berdiri, tangan menunjuk-tunjuk) Dan apa kau tahu? di saat ada pemilu, kami membantu keamanan, meredakan partai-partai.” Murid 1,2,3 : Murid-murid tertawa. Murid 2: (mengebulkan rokok, duduk santai) Mereka menguasai perundingan. Ahli lobbying. Faham akan gelagat. Pandai mengikuti keadaan. Narrator suasana: Setelah berdebat dengan guru, satu per satu murid-murid itu meninggalkan kelas. Mereka duduk di kantin, minum sitrun, menghindari ulangan. Guru: Hey,mau kemana kalian? (murid-murid cuek dan pergi) Dasar anak-anak tak tahu diri. (guru meninggalkan kelas) Murid 1,2 ,3: (setelah guru meninggalkan kelas, murid-murid kembali ke kelas. Mereka berbuat sesukanya) Narrator isi: Seperti itulah keadaannya. Mereka tertidur di bangku kelas, yang telah mereka bayar sama mahal seperti sewa kamar di hotel. Murid 1: Sekolah adalah pergaulan, yang ditentukan oleh mode, dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan. Murid 2: Dan bila ibu guru berkata : “Keluarkan daftar logaritma !” Busyet. Persetan dengan itu semua. Murid 1,2,3: (tertawa) Narrator suasana: Murid-murid tertawa. Dan di dalam suasana persahabatan, mereka mengobel ibu guru mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar