Jumat, 05 Juli 2013

ESAI PSIKOLINGUISTIK


Esai
KETERLIBATAN PSIKOLINGUISTIK DALAM PROSES BICARA PADA ANAK USIA DINI
Oleh: Gigih WW

Psikolinguistik merupakan perpaduan antara ilmu psikologi dan lingustik.  Secara umum, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respon, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu terjadi (Subyantoro: 2012).  Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa (Bloomfield dalam Subyantoro : 2012). Berdasarkan dua ilmu tersebut, muncullah ilmu baru yaitu psikolinguistik yaitu ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila  seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak dalam Subyantoro 2012:2). Jadi ilmu psikolinguistik merupakan ilmu yang berhubungan dengan perilaku manusia dalam mendapatkan atau menggunakan bahasa.
Berdasarkan pada salah satu dasar ilmu di atas, kita ketahui keterampilan berbahasa ada beberapa macam yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan terseut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui proses. Dalam suatu proses tersebut, bahasa dan perilaku ikut berperan aktif.
Agar lebih spesifik, pada tulisan ini akan dibahas mengenai salah satu keterampilan berbahasa yaitu berbicara. Kemampuan berbicara akan mulai diproses sejak anak usia dini bahkan sebelum anak lahir pun biasanya sering kali dilakukan terapi berbicara dengan anak dalam kandungan. Berbicara adalah salah satu indikator perkembangan anak. Anak yang bisa bicara lancar maka menandakan bahwa anak tersebut memiliki perkembangan yang baik.  Begitu pula sebaliknya ketika anak terlambat berbicara maka anak perlu diwaspadai.  Tujuannya adalah untuk memberikan stimulasi yang baik dan benar kepada anak agar anak cepat berbicara.
Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud dalam Handayani, 2005: 20). Mengacu pada pendapat di atas, maka keterampilan berbicara penting dikuasai anak, sebab berbicara bukan hanya sekedar pengucapan kata atau bunyi saja tetapi dengan berbicara anak dapat mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya, mendapat perhatian dari orang lain, menjalin hubungan sosial sekaligus penilaian sosial dari orang lain, dapat menilai diri sendiri berdasarkan masukan atau penilaian orang lain terhadap dirinya, serta mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku orang lain. Penguasaan bahasa khususnya penguasaan keterampilan berbicara anak usia dini dapat diperoleh melalui pembelajaran. Pembelajaran bahasa mengacu pada pengumpulan pengetahuan bahasa melalui sesuatu yang disadari oleh pembelajar bahasa.
Fungsi Keterampilan Berbicara pada anak usia dini menurut teori belajar (Tarigan dalam Handayani 1981:282), anak –anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi dan peneguhan. Ketiga proses tersebut tidak luput dari kemampuan berbahasa dan juga perilaku anak dalam berbahasa. Perilaku asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Untuk membuat suatu bunyi itu lazim, maka pembelajar bahasa harus mengetahui cara atau sikap apa yang akan dilakukan. Kegiatan asosiasi akan berpengaruh pada imitasi. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Setelah anak berhasil meniru kalimat yang ia dengar, maka anak akan cenderung meneguhkan kata atau kalimat yang ia dapatkan. Kata atau kalimat itu kemudian akan menjadi perbendaharaan kata pada anak. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar.
Melalui tiga perilaku berbahasa yang dilakukan oleh anak di atas, maka perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam membentuk arti. Perkembangan berbicara anak pada tahap awal yaitu menggumam maupun membeo. Menurut pendapat Dyson bahwa perkembangan berbicara terkadang individu dapat menyesuaikan dengan keinginannya sendiri, hal ini tidak sama dengan menulis. Hal itu dapat dicontohkan dari perkembangan seorang bayi yang dari hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya orang tua dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan masing-masing anak. Untuk itu, orang tua harus peka terhadap keunikan yang dimiliki oleh anak-anaknya. Keunikan ini biasanya akan terlihat dari cara anak bersikap dan memulai bicara awal.
Setiap orang tua pasti bangga jika melihat anaknya sudah bisa berbicara walaupun hanya dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak lengkap. Melihat kenyatakan semacam itu, peran serta orang tua sangat diperlukan. Salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan memberikan stimulasi agar anak cepat bicara dengan lancar. Ada banyak stimulus yang bisa diberikan oleh orang tua khususnya ibu kepada balitanya. Menurut para anggota pecinta anak (almagribicindekia : 2013), hal-hal yang harus dilakukan ibu dalam memberikan stimulus pada balitanya agar bisa bicara yaitu (1) berkomunikasi dengan anak menggunakan kata-kata yang benar (2) Hindari memotong bicara anak (3) Seringlah mengajak anak berkomunikasi dengan berbicara (4) Membacakan cerita dengan anak (5) Melatih anak berbicara (6) Melatih otot bicaranya (7) memberikan penghargaan.
Mengajak anak untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang benar akan merangsang anak untuk berbicara dan menirukan apa yang telah kita ucapkan dan yang ia dengar. Hal itu karena pada dasarnya balita atau anak yang baru latihan untuk berbicara akan mengucapkan apa yang ia dengar mengingat sumber kata yang ia dapat hanyalah dari ia mendengar bukan membaca. Dengan mengajari mengucapkan kata-kata yang benar walaupun pada kenyataannya anak belum bisa mengucapkan secara lengkap dan benar , namun dalam mainsetnya akan ia simpan bahwa kata itu yang benar. Hal itu akan berpengaruh positif pada perilaku berbahasa anak.
Kebiasaan mengucapkan kata atau kalimat pada anak secara kurang tepat biasa dilakukan oleh para orang tua yang kurang memahami cara membelajarkan bahasa anak. Orang tua atau orang-orang yang dekat dengan anak terkadang suka memotong bicara anak sehingga apa yang ingin ia ucapkan belum selesai ia sampaikan. Selain itu, orang tua juga sering mengucapkan kata sesuai yang diucapkan oleh anak, padahal dalam pengucapannya kurang sempurna. Hal itu akan mempengaruhi kemampuan bicara anak.
Menjadi pendengar yang baik kadang kala harus dilakukan orang tua dalam mengajarkan anak bicara. Hal itu karena interaksi akan berpengaruh positif terhadap psikologi anak pada saat bicara. Secara psikologi, anak akan semakin antusias untuk berbicara jika apa yang ia ucapkan itu didengar oleh lawan bicaranya. Untuk itu biarkan anak mengucapkan secara lengkap apa yang ingin disampaikan, kemudin bila terdapat kesalahan dalam pengucapan atau pelafalan, kita dapat membenarkan dengan cara yang baik sehingga anak tidak merasa dirinya menjadi terdakwa atas kesalahan yang dilakukan.
Berbicara merupakan suatu keterampilan yang harus sering dilakukan untuk bisa mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kita harus sering-sering mengajak balita kita untuk berbicara walaupun pada kenyataannya kita berbicara sendiri seperti orang gila. Namun, ada sisi positif dari kegiatan itu. Dengan mengajak bicara, anak akan sering mendengarkan kata-kata yang kita lontarkan sehingga walaupun ia belum bisa bicara, ia akan menyimpan kata-kata itu di memorinya dan akan membuat ia terangsang untuk segera mengucapkan kata-kata yang masih abstrak tersebut. Semakin sering diajak berbicara, semakin tajam pula rangsangan yang ia peroleh.
Kegiatan orang tua melibatkan anak dalam bicara merupakan cara efektif untuk membantu mengajarkan anak bicara. Hal itu karena kita ketahui bersama bahwa kemampuan berbicara tidak bisa langsung dilakukan secara sempurna tanpa latihan. Seperti halnya belajar berhitung, anak harus melalui tahap demi tahap. Pada setiap tahap stimulus atau cara pembelajaran bicara pun akan beragam sesuai dengan perkembangan psikologi anak. Anak yang mulai memiliki sinyal-sinyal akan mulai melakukan kegiatan berbicara sehingga mendorong kita untuk segera melatihnya. Latihan akan membuat anak semakin lancar dalam berbicara. Latihan berbicara ini tidak luput dari aktivitas melatih otot bicara. Anak bisa bicara karena ada otot-otot yang bekerja. Untuk anak usia dini yang masih dalam proses belajar bicara hendaknya mengajarinya untuk menggunakan otot-otot itu secara maksimal. Pengunaan otot-otot yang maksimal akan mempengaruhi pelafalan anak.
Berbicara merupakan salah satu kegiatan berbahasa. Dengan kata lain, anak akan bisa bicara jika ia telah memperoleh bahasa. Bahasa akan diterima anak secara relatif dan berjalan secara alami. Chomsky mengatakan bahwa anak yang memperoleh bahasa tidak hanya belajar sebuah akumulasi tuturan yang acak, tetapi mempelajari seperangkat kaidah yang mendasari prinsip pembentukan pola ujaran. Berdasarkan pendapat itu, kita ketahui bersama bahwa berbicara tidak merupakan keahlian yang instan. Untuk memiliki kemampuan berbicara, anak harus mendapatkan bahasa terlebih dahulu. Bahasa itu dapat diperoleh anak dari rekan bicaranya atau masyarakat sekitarnya. Hal itu sesuai yang diungkapkan oleh kaum behaviorisme yang berasumsi bahwa pemerolehan bahasa pertama lahir bukan dari diri si anak, melainkan dari lingkungan sekitar. Namun, selain dipengaruhi oleh lingkungan, kemampuan anak untuk menerima bahasa dipengaruhi oleh tingkat kognitif tiap anak. Dalam hal ini terdapat kolaborasi antara teori behaviorisme dan teori kognitivisme.
Anak usia dini atau bisa dikatakan masih usia balita pada umumnya belum bisa mengucapkan kata-kata secara benar dan tepat. Ia akan membuat perbendaharaan kata tersendiri sesuai dengan apa yang dapat ia katakan atau ucapkan. Ketidaksempurnaan ujaran anak karena alat bicaranya yang belum berfungsi secara maksimal itu akan mempengaruhi proses perkembangan bicara anak.
Pada proses perkembangan bicara anak, kita akan melihat secara nyata bahwa psikologi anak akan terlihat nyata pada tingkah laku anak. Anak yang baru latihan berbicara akan menampilkan sikap yang lucu, aneh, dan sikap-sikap lain yang sekiranya menarik perhatian rekan bicaranya. Jurus jitu anak untuk menarik perhatian rekan bicaranya adalah dengan sikap yang kekanak-kanakan. Hal itu karena dalam benaknya ia tahu bahwa kata yang ia hasilkan kurang bisa dipahami oleh orang dewasa dan untuk menutupi kekurangannya tersebut, anak cenderung  berperilaku manis.
Ketidakmampuan anak untuk mengucapkan kata secara sempurna akan menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk kata baru. Bentuk kata baru itu yaitu (1) babbling (2) bahasa planet (3) sepotong-sepotong (4) sulit mengucapkan huruf atau suku kata (5) terbalik-balik (6) cadel (7) salah makna kata/kalimat (8) gagap.
Babbling biasa dialami oleh sebagian anak diawal usia batita. Babbling yaitu mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti “ma..” atau “ba..”. namun  itu masih belum bermakna. Setelah melakukan babbling, anak akan berusaha berbicara lebih baik lagi. Biasanaya ditandai dengan keluarnya bahasa planet. Contoh bahasa planet yaitu saat meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti orang dewasa atau sekedar menggunakan bahasa tubuh. Bahasa planet itu juga didukung dengan pengucapan kata hanya sepotong-sepotong. Hal itu dikarenakan kemampuan untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar, sehingga pengucapan sepotong-sepotong dan tersendat-sendat masih wajar dilakukan oleh anak. Sebagai contoh saat ingin mengucapkan kata “minta” namun yang keluar adalah kata “ta”. Bahasa planet yang lain yaitu sulit mengucapkan huruf/ suku kata, misalnya kata mobil disebut mobing atau toko menjadi toto. Pengucapan seperti ini akan menjadi sulit ditangkap artinya. Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambahnya usia.
Ada banyak bahasa planet yang diprduksi oleh anak yang baru belajar bicara, namun bahasa planet yang sulit diatasi adalah bahasa planet yang berkenaan dengan alat ucap anak, misalnya cadel. Cadel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya lidahnya pendek, tak punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk menanganinya tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Efek dari cadel ini akan berimbas pada kesalahan makna kata/ kalimat. Meskipun anak sudah bisa mengucapkan kata-kata menjadi kalimat. Namun masih sering terjadi salah makna.
Sumber bahasa planet yang lain yaitu gagap (stuttering). Pada masa batita, gagap dianggap normal karena masih belajar mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara. Namun, jika gagap itu selalu digunakan tanpa ada usaha untuk mengubahnya maka lama-lama akan menjadi kebiasaan dan sulit dihilangkan. Biasanya gagap yang berkelanjutan akan terus dipelihara sampai pertumbuhan anak menjadi dewasa.
Menurut teori behaviorisme keluarnya bahasa planet semacam itu tidak instan terlontar begitu saja dari mulut si anak. Ada proses yang harus dialami anak untuk menghasilkan bahasa tersebut. Menurut Vigotsky dalam Suryani (2010), ada tiga tahap perkembangan bicara pada anak yang berhubungan erat dengan perkembangan berpikir anak yaitu (1) tahap eksternal, (2) tahap egosentris, dan (3) tahap internal.
Tahap eksternal terjadi pada anak ketika ia berbicara secara eksternal yakni ketika sumber berpikir anak berasal dari luar diri anak. Sumber itu misalnya berupa pengarahan atau  informasi. Melalui sumber-sumber tersebut, anak akan terangsang untuk berbicara. Dalam hal ini, peran orang-orang di sekitar sangat mempengaruhi kosa kata yang akan dilontarkan oleh anak. Tahap selanjutnya adalah tahap egosentris yaitu proses berbicara anak disesuaikan dengan jalan pikirannya. Pola pikiran anak ini biasanya akan meniru dari pola bicara orang dewasa. Tahap yang terakhir yaitu tahap internal yakni keinginan bicara anak keluar dari diri anak itu sendiri. Anak akan berpikir dan memiliki penghayatan tentang kemampuan berbicara. Tahap terakhir ini terjadi pada anak yang sudah lumayan mendapatkan banyak kosa kata dan lancar untuk mengucapkannya.
Berbeda dengan teori Vigotsky, menurut Subyantoro (2012:69-71) ada empat proses dasar yang terjadi pada tubuh seseorang ketika berbicara. Proses tersebut adalah (1) respirasi yaitu proses yang menjadi sumber tenaga ketika berbicara. Semakin panjang kalimat atau semakin banyak kata yang dilontarkan, maka semakin panjang pula nafas yang dikeluarkan. (2) fonasi yaitu proses yang terjadi di dalam tubuh manusia dimana udara dikeluarkan dengan melewati pita suara dan menggetarkan pita suara. Hasilnya keluarlah suara manusia. (3) resonansi yaitu proses keluarnya gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi. Proses ini menyebabkan perbedaan suara pada tiap-tiap individu (4) artikulasi yaitu proses terbentunya gelombang suara menjadi suara vocal dan konsonan yang merupakan unsure penting dalam berbicara. Tahap-tahap yang telah disebutkan di atas merupakan tahap bicara berdasarkan alat bicara anak. Apabila alat-alat itu mengalami kerusakan atau ketidaknormalan maka akan mempengaruhi kemampuan bicara anak. Tahap-tahap bicara anak dan rangsangan yang mempengaruhi memang sangat penting untuk diperhatikan, namun yang tidak kalah penting lagi yaitu sikap yang ditunjukkan anak ketika ia bicara. Hal itu karena sikap anak dalam berbicara cenderung mendukung makna dari apa yang diucapkan anak.
Bicara merupakan kegiatan yang sangat penting dan familiar untuk dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan berbicara harus diajarkan sedini mungkin. Berhubungan dengan ilmu psikolingustik, berbicara anak usia dini biasanya melibatkan sikap atau perilaku anak yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan anak. Ini membuktikan bahwa dalam berbicara, sikap juga mempengaruhi tujuan berbiacara. Menurut Suryani (2010), ada beberapa sikap anak dalam menyampaikan tujuan bicaranya yaitu (1) anak memperlihatkan gerak tubuh atau ekspresi wajahnya serta menangis ketika ia menginginkan sesuatu. Dengan demikian kemampuan bicara anak yang masih kurang ia imbangi dengan gerakan-gerakan badan. (2) anak akan berperilaku cerewet dan hiperaktif saat ia mulai mengenal kata. Sikap yang demikian itu dilakukan oleh anak untuk menarik perhatian dari oaring lain atau rekan bicaranya. Sikap anak semacam itu membuat anak menjadi mudah bergaul dengan temannya. (3) biasanya anak akan berperilaku manis dan sopan serta berbicara secara halus dan pelan ketika ia mempunyai tujuan tertentu terhadap rekan bicaranya.
Pencapaian kemampuan bicara sejak dini memerlukan metode atau cara untuk mempermudah proses penguasaan anak. Metode yang dapat digunakan misalnya metode bercakap-cakap. Bercakap- cakap merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah percakapan yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan (Dhieni, dalam Handayani 2008 : 64).
Metode bercakap-cakap sangat efektif digunakan karena kita ketahui bahwa saat kita bercakap-cakap, kita memperlihatkan kemampuan bicara kita. Jadi, jika metode ini diterapkan pada anak usia dini yang baru belajar bicara akan sangat membantu mereka. Anak akan antusias dan berusaha berinteraksi dengan dengan kita. Selain itu, anak akan berusaha menanggapi apa yang kita bicarakan pada mereka. Dengan begitu secara tidak langsung terjadi stimulus.
Selain metode bercakap-cakap, ada metode lain yaitu mengajarkan bicara dengan media gambar. Melalui media gambar ini anak akan  lebih  tertarik  dalam  mengungkapkan  pengalaman  dalam  bentuk bercerita  dan  diharapkan  dapat  mengurangi  kejenuhan  anak  dalam pembelajaran  berbahasa  khususnya pada   keterampilan  berbicara. Media gambar ini dapat memberikan ragsangan atau stimulus pada anak karena pada umumnya anak-anak yang masih usia balita sangat suka dengan gambar. Setelah melihat gambar, biasanya anak mencelotehkan apa-apa yang berkenaan dengan gambar tersebut. Anak akan menceritakan pengalaman atau hal apa yang ia ketahui tentang gambar. Ini akan mengefektifkan belajar bicara anak. Jika anak sudah menceloteh dengn sendirinya mengenai gambar yang kita suguhkan, maka akan meminimalkan kita untuk memberikan stimulus yang lain.
Setelah bercakap-cakap dan gambar, metode lain yaitu dengan bernyanyi. Anak-anak biasanya sangat antusias dalam bernyanyi. Hal itu terlihat pada praktik pembelajaran di PAUD yang lebih mengedepankan bermain dan bernyanyi. Dalam kegiatan bernyanyi, anak akan meluapkan ekspresinya melalui gerakan tubuh dan suaranya. Dengan begitu alat-alat bicara anak akan bekerja secara optimal. Keuntungan lain yang didapat dari kegiatan menyanyi adalah anak belajar untuk mengingat kata yang ada pada lirik lagu.
Beberapa metode atau cara tersebut sangat efektif untuk membantu anak untuk memperlancar proses bicara. Hal itu karena, ketiga metode tersebut sangat memerlukan kerja sama antara alat-alat bicara dan alat indera. Apalagi menurut penelitian, belajar dengan melibatkan semua alat indera akan mempercepat pemahaman anak. Selain itu, metode-metode tersebut juga sangat menyenangkan dalam penerapannya sehingga anak tidak merasa sedang belajar melainkan bermain.
Penerapan metode tidak sepenuhnya menjadi faktor mutlak untuk membantu anak dalam mengembangkan kemampuan bicaranya. Untuk itu, kehadiran faktor-faktor pendukung juga sangat penting. Menurut Masuryani, faktor pendukung yang biasa ditemui di lapangan atara lain (1) Kematangan alat berbicara. (2) kesiapan bicara (3) adanya model yang baik untuk dicontoh anak (4) kesempatan berlatih (5) motivasi beajar dan berlatih, dan (6) bimbingan.
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah sempurna dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai permulaan berbicara. Kematangan alat bicara akan mempengaruhi kesiapan berbicara, dalam ini adalah kesiapan mental. Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar bicara yang sesungguhnya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, peran model sangat penting dalam bicara. Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu agar dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Hal ini berhubungan erat dengan imitasi atau tiruan. Model tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor film yang bicaranya jelas dan berarti. Anak akan mengalami kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model. Hal itu akan berimbas pada potensi anak yang tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Model ini juga akan menjadi pendukung anak untuk terus berlatih. Hal itu dapat kita ketahui bahwa pada umumnya anak yang baru belajar bicara akan senantiasa menggunakan kata yang baru ia dengar. Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua. Pada keadaan tersebut anak kurang memperoleh motivasi untuk belajar berbicara dan pada umumnya anak akan rentan menjadi anak lamban.
Suatu aktivitas atau pencapaian tidak luput dengan kendala atau hambatan. Begitu juga dengan usaha untuk mengembangkan kemampuan bicara anak juga mengalami hambatan. Hambatan itu misalnya gangguan keterlambatan bicara. Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara pada anak-anak tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya (Subyantoro 2012:58).
Pada umumnya keterlambatan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu (1) hambatan pendengaran, (2) hambatan perkembangan pada otak yang menguasai oral-motor, (3) masalah keturunan, (4) masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua, dan (5) faktor televisi. Masalah-masalah tersebut sangat dekat dengan kehidupan anak.
Hambatan pendengar ini sangat berpengaruh besar pada kemampuan bicara anak karena anak akan bisa bicara jika ia telah bisa mendengar. Apa yang ia dengar akan dicerna oleh otak kemudian baru diwujudkan dalam bentuk tindakan. Tindakan dalam hal ini adalah ujaran dalam bicara. Selain itu garis keturunan juga mempengaruhi. Jika anak berasal dari keturunan yang berpotensi untuk bisu, maka anak itu sedikit atau banyak akan membawa gen tersebut. Hal semacam itu akan didukung dengan interaksi anak dnegan orang tua atau televisi. Jika interaksi anak tidak sering dilakukan, potensi untuk menjadi sulit bicara (bisu) juga akan semakin terlihat.
Selain penyebab di atas, menurut Suryani, penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman-teman sebayanya, yang kecerdasannya normal. Hal itu karena anak mengetahui bahwa mereka dapat berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua/orang dewasa, terbatasnya kesempatan praktik berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa banyak mereka diperbolehkan berbicara dirumah. Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak. Hal itu terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, akan membuat kemampuan bicara anak berkembang sangat pesat dan cepat. Pada kehidupan nyata itu bisa terlihat pada anak-anak dari golongan keluarga ekonomi menengah atau menengah ke atas. Hal itu terlihat pada pola atau sikap orang tua yang ingin sekali menyuruh anak belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut. Hal itu membuktikan bahwa keadaan ekonomi keluarga anak juga menjadi penyebab penting dalam pembelajaran kemampuan bicara awal pada anak usia dini.
Hambatan atau kendala yang terjadi dalam kegiatan bicara sangat banyak dan berasal dari berbagai hal. Kendala dalam bicara selain yang telah disebutkan di atas, ada hal lain yang biasa disebut dengan kelainan bicara. Menurut Harras (2009:111) kelainan  bicara  dan/atau  bahasa  adalah  adanya  masalah  dalam  komunikasi  dan bagian-bagian  yang  berhubungan  dengannya  seperti  fungsi  organ  bicara. Keterlambatan  dan  kelainan  mungkin  bervariasi  dari  yang  ringan atau tidak ada pengaruhnya berhadap kehidupan sehari-hari dan sosialisasi, sampai yang tidak mampu untuk mengeluarkan suara atau memahami dan mempergunakan bahasa. Betapa pentingnya bahasa dan keterampilan berkomunikasi  dalam  kehidupan  anak-anak,  baik  ringan  atau  sedang,   kelainan atau  gangguannya  dapat  berpengaruh  terhadap  seluruh  aspek  kehidupan. Dampak terbesarnya yaitu bisa saja anak yang mengalami gangguan bicara dapat terisolasi dari kelompok bermainnya. Hal itu sering kita temukan di lapangan. Anak yang kurang mampu berbicara akan tersisih dari pergaulan.
The American SpeechLanguageHearing Association dalam Harras (2009) mendefinisikan kelainan komunikasi sebagai  “adanya  kelainan  dengan  menunjukkan  ketidakmampuan  menerima, menyampaikan,  memproses,  dan  memahami  konsep-konsep  atau  simbol-simbol verbal,  nonverbal,  dan  gambar”.  Kelainan  komunikasi  ini  mungkin  muncul dengan jelas pada proses mendengar, berbahasa, dan/atau berbicara. Jika hal itu dialami oleh anak, maka secara tidak langsung anak tersebut bagaikan mati dalam hidup. Anak tidak akan bisa menguasai apa itu ilmu-ilmu baru karena kelainan yang dideritanya. Untuk itu, kelainan pada anak harus kita deteksi sedini mungkin karena jika tidak, akibatnya akan fatal.
Penyebab  kelainan  bahasa  dan  bicara  dapat  diakibatkan  oleh  berbagai macam yaitu dari segi fungsional atau organik (Harras 2009:111). Penyebab fungsional, seperti stres, tidak ada dasar kerusakan secara fisik. Dalam hal ini peran psikologi orang sangat mempengaruhi. Psikolongi anak yang tahan banting atau kuat terhadap berbagai keadaan, maka tidak aka nada kejadian stress yang akan menghambat proses belajar bicara. Kondisi anak yang stres semacam itu pada dasarnya alat-alat bicara anak berfungsi dengan baik hanya saja karena adanya tekanan pada psikis anak maka anak tidak berkeinginan untuk bicara dan melatih alat-alat bicaranya. Seperti halnya suatu mesin, jika tidak sering digunakan maka ia akan berkarat dan lama kelamaan akan disfungsi. Begitu juga alat bicara anak. Selain kelainan fungsional, ada juga kelainan organik, seperti bibir sumbing. Kelainan ini dapat  dihubungkan  dengan  kelainan  fisiologis.
Penyebab  kelainan  komunikasi  adalah  sangat  kompleks.  Meskipun  kebanyakan anak-anak  dievaluasi  dalam  konteks  sistem  pendidikan  mempunyai  kelainan komunikasi  fungsional,  tetapi  pengenalan  faktor-faktor  penyebab  lainnya  yang bersifat  organik  sangat  penting  diketahui  oleh  para  guru.  Penyebab  dapat  termasuk di dalamnya ketidaknormalan sebelum lahir, kecelakaan prenatal, tumor, dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak, atau mekanisme bicara itu sendiri. Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau janin, termasuk sinar X, virus, obat-obatan, dan  racun  lingkungan  dapat  juga  menyebabkan  kelainan  yang  dibawa  sejak  lahir. Jadi, kelainan bicara pada anak tidak hanya disebabkan oleh faktor dari luar diri anak setelah anak itu dilahirkan melainkan juga bawaan lahir anak.
Masalah  bicara  dan bahasa yang diakibatkan karena sakit juga termasuk kelainan komunikasi yang diperoleh (Harras 2009: 112). Kecelakaan  yang  mengakibatkan  luka otak  sebagai  akibat  dari  kecelakaan  ketika  mengendarai  sepeda  motor  merupakan contoh  dari  kelainan  yang  diperoleh  yang  sering  mempunyai  implikasi  negatif terhadap  kemampuan  bicara  dan  bahasa.  Meningitis,  suatu  penyakit  yang mengakibatkan adanya iritasi pada lapisan otak, biasanya secara umum berhubungan dengan  kelainan  pediatrik.  Komplikasi  dari  meningitis  ini  dapat  mengakibatkan ketunarunguan  dan  disertai  dengan  kurangnya  komunikasi. Itu merupakan contoh penyebab kelainan bicara pada anak dari segi ilmu kesehatan.
Berbicara tidak bisa lepas dari bahasa. Bahasa termasuk patologi yang menyertainya. Bahasa itu dapat dibagi menjadi dua  bentuk  dasar,  yaitu  bahasa reseptif atau kemampuan  memahami  apa yang dimaksud dalam komunikasi lisan, dan bahasa ekspresif atau kemampuan memproduksi bahasa yang dapat dipahami oleh dan berarti bagi orang lain (Friend & Bursuck dalam Harras, 2009). Kita sebagai guru ataupun orang tua harus mampu mengenali ciri-ciri atau karakter yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami kelainan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari aktifitas anak setiap harinya, misalnya (1) anak-anak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikirannya atau memahami apa yang diucapkannya, (2) kesulitan menggunakan bahasa  ekspresif  yang termasuk  di dalamnya  tata  bahasa,  struktur  kalimat,  kefasihan,  perbendaharaan  kata,  dan pengulangan. Hal itu terlihat ketika seorang anak yang tidak mampu berkomunikasi secara jelas karena tata bahasanya jelek, perbendaharaan katanya kurang, atau masalah produksi seperti kelainan artikulasi, (3) lemah dalam berbahasa  reseptif  yakni  berhubungan  dengan menanggapi, mengabstraksikan, menghubungkan, dan menggali pemikiran. Kelemahan dalam bahasa reseptif ini ditandai dengan siswa  yang  tidak  mampu  mengikuti  perintah  secara  efisien  di  dalam  kelasnya. Anak-anak yang mengalami kelainan seperti itu akan mengalami ketertinggalan dalam akademisnya ataupun dunia yang lebih luas lagi.
Sebagaimana  telah  dikemukakan  sebelumnya,  bahwa  kelainan  bicara  dan bahasa dapat berpengaruh  terhadap  prestasi  dan  perilaku  siswa.  Hubungan  ini ditemukan oleh para ahli di sekolah, dan karena kondisi itu para ahli secara  bersama-sama  bekerja  dengan  para  guru  kelas  lainnya,  guru  khusus,  atau orang-orang lain yang menjamin semua siswa menerima bantuan komunikasi sedini mungkin yang diperlukan untuk pengembangan yang  krusial  keterampilan  bahasa dan pengenalan huruf. Kinerja yang dilakukan oleh para ahli dan guru itu adalah (1) memberikan layanan bicara dan pembelajaran kemampuan  pengenalan huruf, (2) komunikasi dengan mempergunakan teknologi.
Guru beserta pihak yang peduli terhadap keterampilan berbicara anak usia dini merencanakan dua layanan yang sangat baik dan dimungkinkan dapat mengatasi kelainan bicara pada anak. Menurut  the  American  Speech-Language-Hearing  Association  (Kamhi dalam Harras,  2009), para ahli bicara/bahasa dapat menguatkan hubungan antara bahasa lisan dan keterampilan  pra  pengenalan  huruf,  memberikan  intervensi  yang  berhubungan dengan  kesadaran  fonem  dan  ingatan,  menganalisis  penggunaan  bahasa  yang ditemukan di dalam buku bacaan dan bahan-bahan sekolah lainnya serta media, dan menganalisis bahasa siswa sehingga intervensi akan sesuai dengan kebutuhan anak. Para ahli bicara/bahasa dapat memainkan peran dalam melakukan pencegahan, intervensi dini, asesmen, terapi, pengembangan program dari berbagai   dokumen  yang   dihasilkan.   Mereka  juga  dapat  membantu   dengan mendukung program pengenalan huruf baik pada tingkat daerah maupun pusat.
Berdasarkan ide kreatif tersebut, para ahli bicara/bahasa berinisiatif untuk melakukan pembicaraan dengan guru-guru  untuk  mendiskusikan  kebutuhan  siswa  dan  langkah-langkah  untuk intervensi. Dengan demikian komunikasi yang jelas dan sering sangat diperlukan. Rencana besar dan mulia itu akan terlaksana dengan baik jika ada kerja sama yang baik pula. Rencana besar itu tidak bisa berjalan sendiri karena butuh peran serta orang tua dan orang-orang yang ahli dibidangnya. Jika rencana mulia itu terlaksana dengan baik, dimungkinkan kesulitan anak dalam berbicara dapat diminimalisasi.
Kebanyakan anak  dengan  kelainan  bicara  dan  bahasa  dapat  dibantu  banyak dengan  penggunaan  teknologi  (Lund  &  Light dalam Harras ,2009).  Teknologi yang diaksudkan yaitu berupa perangkat  keras  dan perangkat  lunak  komputer,  PDA (personal  digital  assistants), dan  berbagai pilihan  lainnya  yang  dewasa  ini  tersedia  melalui  internet  dapat  membantu anak berkomunikasi  secara  efektif  dan  memperaktikan  keterampilan-keterampilan mereka dalam belajar. Dengan bantuan teknologi semacam itu akan membantu anak untuk berpikir secara menyenangkan. Teknologi yang bisa disetting sedemikian rupa sehingga menarik akan membantu anak untuk melanyahkan bahasa ekspresif dan reseptif. Kedua bahasa itu bisa dipelajari anak dengan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan juga akan merangsang psikis anak. Jika kondisi psikis anak baik, maka stimulus yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar.
Pada pembelajaran berbasis teknologi ini akan diterapkan komunikasi  augmentatif  dan  alternatif serta teknologi  untuk  praktik  bahasa. Menurut Harras (2009:116), komunikasi  augmentatif  dan  alternatif berhubungan  dengan  strategi  untuk  mengkompensasikan  keterbatasan  komunikasi individu.  Komunikasi  augmentatif  dan  alternatif  ini  biasanya  dibagi  ke  dalam  dua bagian yaitu tidak dengan mempergunakan alat bantu (mereka yang tidak memerlukan penggunaan alat-alat atau bahan-bahan khusus, seperti bahasa isyarat), dan yang memerlukan alat bantu (mereka yang mempunyai ketergantungan pada jenis alat atau  bahan). 
Contoh penerapan komunikasi augmentatif adalah dengan penggunaan papan. Biasanya alat bantu ini menggunakan gambar, simbol, atau huruf cetak untuk memfasilitasi komunikasi anak. Alat-alat itu bisa  dibuat  dengan  teknologi  tinggi  atau  rendah.  Contoh papan komunikasi yang berisi gambar-gambar kecil yang ditata berbentuk benda yang menyenangkan bisa digunakan untuk anak yang membutuhkan komunikasi secara sederhana. Cara pemanfaatan papan tersebut yaitu siswa menunjuk pada gambar yang tertera untuk mengungkapkan  keinginannya  (contoh:  “Saya  ingin  minum”,  dengan  menunjuk pada  gambar  gelas,  atau  “saya  lapar”  dengan  menunjuk  pada  gambar  piring).
Pembuatan media papan semacam itu disesuaikan dengan kebutuhan anak yang akan menggunakannya. Papan komuikasi untuk anak yang masih kecil mungkin sederhana, tetapi papan komunikasi  untuk  remaja  dan  dewasa  mungkin  mengandung  berbagai  macam simbol  dan  memungkinkan  untuk  dilakukan  komunikasi  yang  lebih  tinggi  lagi. Selain papan komunikasi, dapat juga dilakukan dengan menggunakan  program  komputer  untuk  mempraktikkan  kemampuannya tentang huruf dan suara. Anak mungkin telah belajar bagaimana membuat satu kata dengan mengkombinasikan huruf-huruf. Teknologi seperti ini menjadi sesuatu yang umum  dan  mempunyai  makna  bagi  para  siswa  yang  memerlukan  praktik  bicara intensif dalam dasar-dasar bicara dan bahasa.
Teknologi untuk anak dengan kelainan bicara  dan  bahasa  terus  dikembangkan.  Seperti yang dilakukan oleh para guru dengan mempergunakan microphone dan siswa duduk dekat dengan pengeras suara sehingga mereka dapat mendengar dengan jelas suara guru ketika berbicara.
Melihat kenyataan itu semua dapat kita jadikan pelajaran betapa pentingnya kemampuan bicara. Orang yang mengalami hambatan atau mempunyai kelainan dalam bicara akan sulit untuk menghadapi persaingan kehidupan yang makin keras ini. Untuk itu, kemampuan bicara anak harus diperhatikan sejak dini. Hal yang jangan sampai kita lupakan bahwa sikap dan perilaku anak saat usia dini memiliki arti dalam mengawali kegitan bicara. Untuk itu sebagai guru atau orang tua kita harus peka terhadap perkembangan sikap dan perilaku anak terlebih jika anak sudah memasuki usia bicara.


SUMBER:
Harras , Kholid A. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung : UPI PRESS atas kerja sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS Universitas Pendidikan Indonesia
Handayani, Putri Ayu.-. Pentingnya Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercakap-Cakap. Jurnal. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung
Subyantoro. 2012. Psikolinguistik : Kajian Teori dan Implementasinya. Semarang : Unnes Press
Suryani, Ade Irma. 2010. Perkembangan Bahasa (Berbicara) Pada Anak Usia Dini. Makalah. http://adeirmasuryani.wordpress.com/2010/11/29/makalah perkembangan-bahasa-berbicara-pada-anak-usia-dini/ (diunduh pada tanggal 30 april 2013 pukul 21.19)
-. 2013. Cara Agar Anak Cepat dan Lancar Bicara. http://www.al-maghribicendekia.com/2013/03/cara-agar-anak-cepat-dan-lancar-bicara.html  (diunduh pada tanggal 30 april 2013 pukul 21.24)
-. 2011. Faktor Hambatan Berbicara Pada Anak Usia Dini. http://nafascintaku2011.blogspot.com/2012/11/faktor-hambatan-berbicara-pada-anak.html  (diunduh pada tanggal 30 april 2013 pukul 21.56)

2 komentar: