Esai
KETERLIBATAN PSIKOLINGUISTIK DALAM PROSES
BICARA PADA ANAK USIA DINI
Oleh: Gigih WW
Psikolinguistik
merupakan perpaduan antara ilmu psikologi dan lingustik. Secara umum, psikologi dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat
stimulus, hakikat respon, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus
atau respon itu terjadi (Subyantoro: 2012).
Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa (Bloomfield dalam
Subyantoro : 2012). Berdasarkan dua ilmu tersebut, muncullah ilmu baru yaitu
psikolinguistik yaitu ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang
terjadi apabila seseorang menghasilkan
kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana
kemampuan bahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak dalam Subyantoro 2012:2).
Jadi ilmu psikolinguistik merupakan ilmu yang berhubungan dengan perilaku
manusia dalam mendapatkan atau menggunakan bahasa.
Berdasarkan
pada salah satu dasar ilmu di atas, kita ketahui keterampilan berbahasa ada
beberapa macam yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat
keterampilan terseut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui proses.
Dalam suatu proses tersebut, bahasa dan perilaku ikut berperan aktif.
Agar
lebih spesifik, pada tulisan ini akan dibahas mengenai salah satu keterampilan
berbahasa yaitu berbicara. Kemampuan berbicara akan mulai diproses sejak anak
usia dini bahkan sebelum anak lahir pun biasanya sering kali dilakukan terapi
berbicara dengan anak dalam kandungan. Berbicara adalah salah satu indikator
perkembangan anak. Anak yang bisa bicara lancar maka menandakan bahwa anak
tersebut memiliki perkembangan yang baik.
Begitu pula sebaliknya ketika anak terlambat berbicara maka anak perlu
diwaspadai. Tujuannya adalah untuk
memberikan stimulasi yang baik dan benar kepada anak agar anak cepat berbicara.
Berbicara
sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan
anak, secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran,
gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud dalam
Handayani, 2005: 20). Mengacu pada pendapat di atas, maka keterampilan berbicara
penting dikuasai anak, sebab berbicara bukan hanya sekedar pengucapan kata atau
bunyi saja tetapi dengan berbicara anak dapat mengungkapkan kebutuhan dan
keinginannya, mendapat perhatian dari orang lain, menjalin hubungan sosial
sekaligus penilaian sosial dari orang lain, dapat menilai diri sendiri
berdasarkan masukan atau penilaian orang lain terhadap dirinya, serta mempengaruhi
perasaan, pikiran dan perilaku orang lain. Penguasaan bahasa khususnya
penguasaan keterampilan berbicara anak usia dini dapat diperoleh melalui
pembelajaran. Pembelajaran bahasa mengacu pada pengumpulan pengetahuan bahasa
melalui sesuatu yang disadari oleh pembelajar bahasa.
Fungsi
Keterampilan Berbicara pada anak usia dini menurut teori belajar (Tarigan dalam
Handayani 1981:282), anak –anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga
proses: asosiasi, imitasi dan peneguhan. Ketiga proses tersebut tidak luput
dari kemampuan berbahasa dan juga perilaku anak dalam berbahasa. Perilaku asosiasi
berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Untuk membuat suatu bunyi
itu lazim, maka pembelajar bahasa harus mengetahui cara atau sikap apa yang
akan dilakukan. Kegiatan asosiasi akan berpengaruh pada imitasi. Imitasi
berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Setelah
anak berhasil meniru kalimat yang ia dengar, maka anak akan cenderung
meneguhkan kata atau kalimat yang ia dapatkan. Kata atau kalimat itu kemudian
akan menjadi perbendaharaan kata pada anak. Peneguhan dimaksudkan sebagai
ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan
benar.
Melalui
tiga perilaku berbahasa yang dilakukan oleh anak di atas, maka perkembangan
berbicara merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam
membentuk arti. Perkembangan berbicara anak pada tahap awal yaitu menggumam
maupun membeo. Menurut pendapat Dyson bahwa perkembangan berbicara terkadang
individu dapat menyesuaikan dengan keinginannya sendiri, hal ini tidak sama
dengan menulis. Hal itu dapat dicontohkan dari perkembangan seorang bayi yang dari
hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun
tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara
ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya orang
tua dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan
masing-masing anak. Untuk itu, orang tua harus peka terhadap keunikan yang
dimiliki oleh anak-anaknya. Keunikan ini biasanya akan terlihat dari cara anak
bersikap dan memulai bicara awal.
Setiap
orang tua pasti bangga jika melihat anaknya sudah bisa berbicara walaupun hanya
dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak lengkap. Melihat kenyatakan semacam
itu, peran serta orang tua sangat diperlukan. Salah satu hal yang bisa
dilakukan orang tua adalah dengan memberikan stimulasi agar anak cepat bicara
dengan lancar. Ada banyak stimulus yang bisa diberikan oleh orang tua khususnya
ibu kepada balitanya. Menurut para anggota pecinta anak (almagribicindekia : 2013),
hal-hal yang harus dilakukan ibu dalam memberikan stimulus pada balitanya agar
bisa bicara yaitu (1) berkomunikasi dengan anak menggunakan kata-kata yang
benar (2) Hindari memotong bicara anak (3) Seringlah mengajak anak
berkomunikasi dengan berbicara (4) Membacakan cerita dengan anak (5) Melatih
anak berbicara (6) Melatih otot bicaranya (7) memberikan penghargaan.
Mengajak
anak untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang benar akan merangsang anak untuk
berbicara dan menirukan apa yang telah kita ucapkan dan yang ia dengar. Hal itu
karena pada dasarnya balita atau anak yang baru latihan untuk berbicara akan
mengucapkan apa yang ia dengar mengingat sumber kata yang ia dapat hanyalah
dari ia mendengar bukan membaca. Dengan mengajari mengucapkan kata-kata yang
benar walaupun pada kenyataannya anak belum bisa mengucapkan secara lengkap dan
benar , namun dalam mainsetnya akan ia simpan bahwa kata itu yang benar. Hal
itu akan berpengaruh positif pada perilaku berbahasa anak.
Kebiasaan
mengucapkan kata atau kalimat pada anak secara kurang tepat biasa dilakukan
oleh para orang tua yang kurang memahami cara membelajarkan bahasa anak. Orang
tua atau orang-orang yang dekat dengan anak terkadang suka memotong bicara anak
sehingga apa yang ingin ia ucapkan belum selesai ia sampaikan. Selain itu,
orang tua juga sering mengucapkan kata sesuai yang diucapkan oleh anak, padahal
dalam pengucapannya kurang sempurna. Hal itu akan mempengaruhi kemampuan bicara
anak.
Menjadi
pendengar yang baik kadang kala harus dilakukan orang tua dalam mengajarkan
anak bicara. Hal itu karena interaksi akan berpengaruh positif terhadap
psikologi anak pada saat bicara. Secara psikologi, anak akan semakin antusias
untuk berbicara jika apa yang ia ucapkan itu didengar oleh lawan bicaranya.
Untuk itu biarkan anak mengucapkan secara lengkap apa yang ingin disampaikan,
kemudin bila terdapat kesalahan dalam pengucapan atau pelafalan, kita dapat
membenarkan dengan cara yang baik sehingga anak tidak merasa dirinya menjadi
terdakwa atas kesalahan yang dilakukan.
Berbicara
merupakan suatu keterampilan yang harus sering dilakukan untuk bisa mencapai
kesempurnaan. Untuk itu, kita harus sering-sering mengajak balita kita untuk
berbicara walaupun pada kenyataannya kita berbicara sendiri seperti orang gila.
Namun, ada sisi positif dari kegiatan itu. Dengan mengajak bicara, anak akan
sering mendengarkan kata-kata yang kita lontarkan sehingga walaupun ia belum
bisa bicara, ia akan menyimpan kata-kata itu di memorinya dan akan membuat ia
terangsang untuk segera mengucapkan kata-kata yang masih abstrak tersebut.
Semakin sering diajak berbicara, semakin tajam pula rangsangan yang ia peroleh.
Kegiatan
orang tua melibatkan anak dalam bicara merupakan cara efektif untuk membantu
mengajarkan anak bicara. Hal itu karena kita ketahui bersama bahwa kemampuan
berbicara tidak bisa langsung dilakukan secara sempurna tanpa latihan. Seperti
halnya belajar berhitung, anak harus melalui tahap demi tahap. Pada setiap
tahap stimulus atau cara pembelajaran bicara pun akan beragam sesuai dengan
perkembangan psikologi anak. Anak yang mulai memiliki sinyal-sinyal akan mulai
melakukan kegiatan berbicara sehingga mendorong kita untuk segera melatihnya.
Latihan akan membuat anak semakin lancar dalam berbicara. Latihan berbicara ini
tidak luput dari aktivitas melatih otot bicara. Anak bisa bicara karena ada
otot-otot yang bekerja. Untuk anak usia dini yang masih dalam proses belajar
bicara hendaknya mengajarinya untuk menggunakan otot-otot itu secara maksimal.
Pengunaan otot-otot yang maksimal akan mempengaruhi pelafalan anak.
Berbicara
merupakan salah satu kegiatan berbahasa. Dengan kata lain, anak akan bisa bicara
jika ia telah memperoleh bahasa. Bahasa akan diterima anak secara relatif dan
berjalan secara alami. Chomsky mengatakan bahwa anak yang memperoleh bahasa
tidak hanya belajar sebuah akumulasi tuturan yang acak, tetapi mempelajari
seperangkat kaidah yang mendasari prinsip pembentukan pola ujaran. Berdasarkan
pendapat itu, kita ketahui bersama bahwa berbicara tidak merupakan keahlian
yang instan. Untuk memiliki kemampuan berbicara, anak harus mendapatkan bahasa
terlebih dahulu. Bahasa itu dapat diperoleh anak dari rekan bicaranya atau
masyarakat sekitarnya. Hal itu sesuai yang diungkapkan oleh kaum behaviorisme
yang berasumsi bahwa pemerolehan bahasa pertama lahir bukan dari diri si anak,
melainkan dari lingkungan sekitar. Namun, selain dipengaruhi oleh lingkungan,
kemampuan anak untuk menerima bahasa dipengaruhi oleh tingkat kognitif tiap
anak. Dalam hal ini terdapat kolaborasi antara teori behaviorisme dan teori
kognitivisme.
Anak
usia dini atau bisa dikatakan masih usia balita pada umumnya belum bisa mengucapkan
kata-kata secara benar dan tepat. Ia akan membuat perbendaharaan kata
tersendiri sesuai dengan apa yang dapat ia katakan atau ucapkan.
Ketidaksempurnaan ujaran anak karena alat bicaranya yang belum berfungsi secara
maksimal itu akan mempengaruhi proses perkembangan bicara anak.
Pada
proses perkembangan bicara anak, kita akan melihat secara nyata bahwa psikologi
anak akan terlihat nyata pada tingkah laku anak. Anak yang baru latihan
berbicara akan menampilkan sikap yang lucu, aneh, dan sikap-sikap lain yang
sekiranya menarik perhatian rekan bicaranya. Jurus jitu anak untuk menarik
perhatian rekan bicaranya adalah dengan sikap yang kekanak-kanakan. Hal itu
karena dalam benaknya ia tahu bahwa kata yang ia hasilkan kurang bisa dipahami
oleh orang dewasa dan untuk menutupi kekurangannya tersebut, anak
cenderung berperilaku manis.
Ketidakmampuan
anak untuk mengucapkan kata secara sempurna akan menyebabkan timbulnya
bentuk-bentuk kata baru. Bentuk kata baru itu yaitu (1) babbling (2) bahasa
planet (3) sepotong-sepotong (4) sulit mengucapkan huruf atau suku kata (5)
terbalik-balik (6) cadel (7) salah makna kata/kalimat (8) gagap.
Babbling
biasa dialami oleh sebagian anak diawal usia batita. Babbling yaitu
mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti “ma..” atau “ba..”.
namun itu masih belum bermakna. Setelah
melakukan babbling, anak akan berusaha berbicara lebih baik lagi. Biasanaya
ditandai dengan keluarnya bahasa planet. Contoh bahasa planet yaitu saat
meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak
dimengerti orang dewasa atau sekedar menggunakan bahasa tubuh. Bahasa planet
itu juga didukung dengan pengucapan kata hanya sepotong-sepotong. Hal itu dikarenakan
kemampuan untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih
dalam tahap belajar, sehingga pengucapan sepotong-sepotong dan tersendat-sendat
masih wajar dilakukan oleh anak. Sebagai contoh saat ingin mengucapkan kata
“minta” namun yang keluar adalah kata “ta”. Bahasa planet yang lain yaitu sulit
mengucapkan huruf/ suku kata, misalnya kata mobil disebut mobing atau toko
menjadi toto. Pengucapan seperti ini akan menjadi sulit ditangkap artinya.
Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambahnya usia.
Ada
banyak bahasa planet yang diprduksi oleh anak yang baru belajar bicara, namun
bahasa planet yang sulit diatasi adalah bahasa planet yang berkenaan dengan
alat ucap anak, misalnya cadel. Cadel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya
lidahnya pendek, tak punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk
menanganinya tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Efek dari cadel ini
akan berimbas pada kesalahan makna kata/ kalimat. Meskipun anak sudah bisa
mengucapkan kata-kata menjadi kalimat. Namun masih sering terjadi salah makna.
Sumber
bahasa planet yang lain yaitu gagap (stuttering). Pada masa batita, gagap dianggap
normal karena masih belajar mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara.
Namun, jika gagap itu selalu digunakan tanpa ada usaha untuk mengubahnya maka
lama-lama akan menjadi kebiasaan dan sulit dihilangkan. Biasanya gagap yang
berkelanjutan akan terus dipelihara sampai pertumbuhan anak menjadi dewasa.
Menurut
teori behaviorisme keluarnya bahasa planet semacam itu tidak instan terlontar
begitu saja dari mulut si anak. Ada proses yang harus dialami anak untuk menghasilkan
bahasa tersebut. Menurut Vigotsky dalam Suryani (2010), ada tiga tahap
perkembangan bicara pada anak yang berhubungan erat dengan perkembangan
berpikir anak yaitu (1) tahap eksternal, (2) tahap egosentris, dan (3) tahap
internal.
Tahap
eksternal terjadi pada anak ketika ia berbicara secara eksternal yakni ketika
sumber berpikir anak berasal dari luar diri anak. Sumber itu misalnya berupa
pengarahan atau informasi. Melalui
sumber-sumber tersebut, anak akan terangsang untuk berbicara. Dalam hal ini,
peran orang-orang di sekitar sangat mempengaruhi kosa kata yang akan
dilontarkan oleh anak. Tahap selanjutnya adalah tahap egosentris yaitu proses
berbicara anak disesuaikan dengan jalan pikirannya. Pola pikiran anak ini
biasanya akan meniru dari pola bicara orang dewasa. Tahap yang terakhir yaitu
tahap internal yakni keinginan bicara anak keluar dari diri anak itu sendiri.
Anak akan berpikir dan memiliki penghayatan tentang kemampuan berbicara. Tahap
terakhir ini terjadi pada anak yang sudah lumayan mendapatkan banyak kosa kata
dan lancar untuk mengucapkannya.
Berbeda
dengan teori Vigotsky, menurut Subyantoro (2012:69-71) ada empat proses dasar
yang terjadi pada tubuh seseorang ketika berbicara. Proses tersebut adalah (1)
respirasi yaitu proses yang menjadi sumber tenaga ketika berbicara. Semakin
panjang kalimat atau semakin banyak kata yang dilontarkan, maka semakin panjang
pula nafas yang dikeluarkan. (2) fonasi yaitu proses yang terjadi di dalam
tubuh manusia dimana udara dikeluarkan dengan melewati pita suara dan
menggetarkan pita suara. Hasilnya keluarlah suara manusia. (3) resonansi yaitu
proses keluarnya gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi. Proses ini
menyebabkan perbedaan suara pada tiap-tiap individu (4) artikulasi yaitu proses
terbentunya gelombang suara menjadi suara vocal dan konsonan yang merupakan
unsure penting dalam berbicara. Tahap-tahap yang telah disebutkan di atas
merupakan tahap bicara berdasarkan alat bicara anak. Apabila alat-alat itu
mengalami kerusakan atau ketidaknormalan maka akan mempengaruhi kemampuan
bicara anak. Tahap-tahap bicara anak dan rangsangan yang mempengaruhi memang
sangat penting untuk diperhatikan, namun yang tidak kalah penting lagi yaitu
sikap yang ditunjukkan anak ketika ia bicara. Hal itu karena sikap anak dalam
berbicara cenderung mendukung makna dari apa yang diucapkan anak.
Bicara
merupakan kegiatan yang sangat penting dan familiar untuk dilakukan oleh setiap
individu. Kegiatan berbicara harus diajarkan sedini mungkin. Berhubungan dengan
ilmu psikolingustik, berbicara anak usia dini biasanya melibatkan sikap atau
perilaku anak yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan anak. Ini membuktikan
bahwa dalam berbicara, sikap juga mempengaruhi tujuan berbiacara. Menurut Suryani
(2010), ada beberapa sikap anak dalam menyampaikan tujuan bicaranya yaitu (1)
anak memperlihatkan gerak tubuh atau ekspresi wajahnya serta menangis ketika ia
menginginkan sesuatu. Dengan demikian kemampuan bicara anak yang masih kurang
ia imbangi dengan gerakan-gerakan badan. (2) anak akan berperilaku cerewet dan
hiperaktif saat ia mulai mengenal kata. Sikap yang demikian itu dilakukan oleh
anak untuk menarik perhatian dari oaring lain atau rekan bicaranya. Sikap anak
semacam itu membuat anak menjadi mudah bergaul dengan temannya. (3) biasanya
anak akan berperilaku manis dan sopan serta berbicara secara halus dan pelan
ketika ia mempunyai tujuan tertentu terhadap rekan bicaranya.
Pencapaian
kemampuan bicara sejak dini memerlukan metode atau cara untuk mempermudah
proses penguasaan anak. Metode yang dapat digunakan misalnya metode
bercakap-cakap. Bercakap- cakap merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang
secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang
harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah percakapan
yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan (Dhieni, dalam Handayani 2008 :
64).
Metode
bercakap-cakap sangat efektif digunakan karena kita ketahui bahwa saat kita
bercakap-cakap, kita memperlihatkan kemampuan bicara kita. Jadi, jika metode
ini diterapkan pada anak usia dini yang baru belajar bicara akan sangat
membantu mereka. Anak akan antusias dan berusaha berinteraksi dengan dengan
kita. Selain itu, anak akan berusaha menanggapi apa yang kita bicarakan pada
mereka. Dengan begitu secara tidak langsung terjadi stimulus.
Selain
metode bercakap-cakap, ada metode lain yaitu mengajarkan bicara dengan media
gambar. Melalui media gambar ini anak akan
lebih tertarik dalam
mengungkapkan pengalaman dalam
bentuk bercerita dan diharapkan
dapat mengurangi kejenuhan
anak dalam pembelajaran berbahasa
khususnya pada keterampilan berbicara. Media gambar ini dapat memberikan
ragsangan atau stimulus pada anak karena pada umumnya anak-anak yang masih usia
balita sangat suka dengan gambar. Setelah melihat gambar, biasanya anak
mencelotehkan apa-apa yang berkenaan dengan gambar tersebut. Anak akan
menceritakan pengalaman atau hal apa yang ia ketahui tentang gambar. Ini akan
mengefektifkan belajar bicara anak. Jika anak sudah menceloteh dengn sendirinya
mengenai gambar yang kita suguhkan, maka akan meminimalkan kita untuk
memberikan stimulus yang lain.
Setelah
bercakap-cakap dan gambar, metode lain yaitu dengan bernyanyi. Anak-anak biasanya
sangat antusias dalam bernyanyi. Hal itu terlihat pada praktik pembelajaran di
PAUD yang lebih mengedepankan bermain dan bernyanyi. Dalam kegiatan bernyanyi,
anak akan meluapkan ekspresinya melalui gerakan tubuh dan suaranya. Dengan
begitu alat-alat bicara anak akan bekerja secara optimal. Keuntungan lain yang
didapat dari kegiatan menyanyi adalah anak belajar untuk mengingat kata yang
ada pada lirik lagu.
Beberapa
metode atau cara tersebut sangat efektif untuk membantu anak untuk memperlancar
proses bicara. Hal itu karena, ketiga metode tersebut sangat memerlukan kerja
sama antara alat-alat bicara dan alat indera. Apalagi menurut penelitian,
belajar dengan melibatkan semua alat indera akan mempercepat pemahaman anak.
Selain itu, metode-metode tersebut juga sangat menyenangkan dalam penerapannya
sehingga anak tidak merasa sedang belajar melainkan bermain.
Penerapan
metode tidak sepenuhnya menjadi faktor mutlak untuk membantu anak dalam
mengembangkan kemampuan bicaranya. Untuk itu, kehadiran faktor-faktor pendukung
juga sangat penting. Menurut Masuryani, faktor pendukung yang biasa ditemui di
lapangan atara lain (1) Kematangan alat berbicara. (2) kesiapan bicara (3)
adanya model yang baik untuk dicontoh anak (4) kesempatan berlatih (5) motivasi
beajar dan berlatih, dan (6) bimbingan.
Kemampuan
berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya
tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi
kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik
setelah sempurna dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai
permulaan berbicara. Kematangan alat bicara akan mempengaruhi kesiapan
berbicara, dalam ini adalah kesiapan mental. Kesiapan mental anak sangat
bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai
sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari
perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar
bicara yang sesungguhnya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat
berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, peran model sangat penting dalam bicara. Anak
dapat membutuhkan suatu model tertentu agar dapat melafalkan kata dengan tepat
untuk dapat dikombinasikan dengan kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang
berarti. Hal ini berhubungan erat dengan imitasi atau tiruan. Model tersebut
dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau saudara, dari radio
yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor film yang bicaranya jelas dan
berarti. Anak akan mengalami kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model. Hal
itu akan berimbas pada potensi anak yang tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Model ini juga akan menjadi pendukung anak untuk terus berlatih. Hal itu dapat
kita ketahui bahwa pada umumnya anak yang baru belajar bicara akan senantiasa
menggunakan kata yang baru ia dengar. Apabila anak kurang mendapatkan latihan
keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang
tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua. Pada keadaan tersebut anak kurang
memperoleh motivasi untuk belajar berbicara dan pada umumnya anak akan rentan
menjadi anak lamban.
Suatu
aktivitas atau pencapaian tidak luput dengan kendala atau hambatan. Begitu juga
dengan usaha untuk mengembangkan kemampuan bicara anak juga mengalami hambatan.
Hambatan itu misalnya gangguan keterlambatan bicara. Gangguan keterlambatan
bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan
pada kemampuan bicara pada anak-anak tanpa disertai keterlambatan aspek
perkembangan lainnya (Subyantoro 2012:58).
Pada
umumnya keterlambatan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu (1) hambatan
pendengaran, (2) hambatan perkembangan pada otak yang menguasai oral-motor, (3)
masalah keturunan, (4) masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua,
dan (5) faktor televisi. Masalah-masalah tersebut sangat dekat dengan kehidupan
anak.
Hambatan
pendengar ini sangat berpengaruh besar pada kemampuan bicara anak karena anak
akan bisa bicara jika ia telah bisa mendengar. Apa yang ia dengar akan dicerna
oleh otak kemudian baru diwujudkan dalam bentuk tindakan. Tindakan dalam hal
ini adalah ujaran dalam bicara. Selain itu garis keturunan juga mempengaruhi.
Jika anak berasal dari keturunan yang berpotensi untuk bisu, maka anak itu
sedikit atau banyak akan membawa gen tersebut. Hal semacam itu akan didukung
dengan interaksi anak dnegan orang tua atau televisi. Jika interaksi anak tidak
sering dilakukan, potensi untuk menjadi sulit bicara (bisu) juga akan semakin
terlihat.
Selain
penyebab di atas, menurut Suryani, penyebab keterlambatan bicara pada anak
umumnya adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat anak tidak mungkin
belajar berbicara sama baiknya seperti teman-teman sebayanya, yang
kecerdasannya normal. Hal itu karena anak mengetahui bahwa mereka dapat
berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua/orang
dewasa, terbatasnya kesempatan praktik berbicara karena ketatnya batasan
tentang seberapa banyak mereka diperbolehkan berbicara dirumah. Kekurangan
dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak. Hal
itu terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada
anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, akan
membuat kemampuan bicara anak berkembang sangat pesat dan cepat. Pada kehidupan
nyata itu bisa terlihat pada anak-anak dari golongan keluarga ekonomi menengah atau
menengah ke atas. Hal itu terlihat pada pola atau sikap orang tua yang ingin
sekali menyuruh anak belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik.
Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak.
Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya
tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan
waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara
pada anak didik tersebut. Hal itu membuktikan bahwa keadaan ekonomi keluarga
anak juga menjadi penyebab penting dalam pembelajaran kemampuan bicara awal
pada anak usia dini.
Hambatan
atau kendala yang terjadi dalam kegiatan bicara sangat banyak dan berasal dari
berbagai hal. Kendala dalam bicara selain yang telah disebutkan di atas, ada
hal lain yang biasa disebut dengan kelainan bicara. Menurut Harras (2009:111)
kelainan bicara dan/atau
bahasa adalah adanya
masalah dalam komunikasi
dan bagian-bagian yang berhubungan
dengannya seperti fungsi
organ bicara. Keterlambatan dan
kelainan mungkin bervariasi
dari yang ringan atau tidak ada pengaruhnya berhadap
kehidupan sehari-hari dan sosialisasi, sampai yang tidak mampu untuk mengeluarkan
suara atau memahami dan mempergunakan bahasa. Betapa pentingnya bahasa dan keterampilan
berkomunikasi dalam kehidupan
anak-anak, baik ringan
atau sedang, kelainan atau gangguannya
dapat berpengaruh terhadap
seluruh aspek kehidupan. Dampak terbesarnya yaitu bisa saja
anak yang mengalami gangguan bicara dapat terisolasi dari kelompok bermainnya.
Hal itu sering kita temukan di lapangan. Anak yang kurang mampu berbicara akan
tersisih dari pergaulan.
The
American Speech‑Language‑Hearing Association
dalam Harras (2009) mendefinisikan kelainan komunikasi sebagai “adanya
kelainan dengan menunjukkan
ketidakmampuan menerima,
menyampaikan, memproses, dan
memahami konsep-konsep atau
simbol-simbol verbal, nonverbal, dan
gambar”. Kelainan komunikasi
ini mungkin muncul dengan jelas pada proses mendengar,
berbahasa, dan/atau berbicara. Jika hal itu dialami oleh anak, maka secara
tidak langsung anak tersebut bagaikan mati dalam hidup. Anak tidak akan bisa
menguasai apa itu ilmu-ilmu baru karena kelainan yang dideritanya. Untuk itu,
kelainan pada anak harus kita deteksi sedini mungkin karena jika tidak,
akibatnya akan fatal.
Penyebab kelainan
bahasa dan bicara
dapat diakibatkan oleh
berbagai macam yaitu dari segi fungsional atau organik (Harras
2009:111). Penyebab fungsional, seperti stres, tidak ada dasar kerusakan secara
fisik. Dalam hal ini peran psikologi orang sangat mempengaruhi. Psikolongi anak
yang tahan banting atau kuat terhadap berbagai keadaan, maka tidak aka nada kejadian
stress yang akan menghambat proses belajar bicara. Kondisi anak yang stres
semacam itu pada dasarnya alat-alat bicara anak berfungsi dengan baik hanya
saja karena adanya tekanan pada psikis anak maka anak tidak berkeinginan untuk
bicara dan melatih alat-alat bicaranya. Seperti halnya suatu mesin, jika tidak
sering digunakan maka ia akan berkarat dan lama kelamaan akan disfungsi. Begitu
juga alat bicara anak. Selain kelainan fungsional, ada juga kelainan organik,
seperti bibir sumbing. Kelainan ini dapat
dihubungkan dengan kelainan
fisiologis.
Penyebab kelainan
komunikasi adalah sangat
kompleks. Meskipun kebanyakan anak-anak dievaluasi
dalam konteks sistem
pendidikan mempunyai kelainan komunikasi fungsional,
tetapi pengenalan faktor-faktor
penyebab lainnya yang bersifat
organik sangat penting
diketahui oleh para
guru. Penyebab dapat
termasuk di dalamnya ketidaknormalan sebelum lahir, kecelakaan prenatal,
tumor, dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak, atau mekanisme bicara
itu sendiri. Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau janin, termasuk
sinar X, virus, obat-obatan, dan
racun lingkungan dapat
juga menyebabkan kelainan
yang dibawa sejak
lahir. Jadi, kelainan bicara pada anak tidak hanya disebabkan oleh
faktor dari luar diri anak setelah anak itu dilahirkan melainkan juga bawaan
lahir anak.
Masalah bicara
dan bahasa yang diakibatkan karena sakit juga termasuk kelainan
komunikasi yang diperoleh (Harras 2009: 112). Kecelakaan yang
mengakibatkan luka otak sebagai
akibat dari kecelakaan
ketika mengendarai sepeda
motor merupakan contoh dari
kelainan yang diperoleh
yang sering mempunyai
implikasi negatif terhadap kemampuan
bicara dan bahasa.
Meningitis, suatu penyakit yang mengakibatkan adanya iritasi pada lapisan
otak, biasanya secara umum berhubungan dengan
kelainan pediatrik. Komplikasi
dari meningitis ini
dapat mengakibatkan
ketunarunguan dan disertai
dengan kurangnya komunikasi. Itu merupakan contoh penyebab
kelainan bicara pada anak dari segi ilmu kesehatan.
Berbicara
tidak bisa lepas dari bahasa. Bahasa termasuk patologi yang menyertainya.
Bahasa itu dapat dibagi menjadi dua
bentuk dasar, yaitu
bahasa reseptif atau kemampuan
memahami apa yang dimaksud dalam
komunikasi lisan, dan bahasa ekspresif atau kemampuan memproduksi bahasa yang
dapat dipahami oleh dan berarti bagi orang lain (Friend & Bursuck dalam
Harras, 2009). Kita sebagai guru ataupun orang tua harus mampu mengenali
ciri-ciri atau karakter yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami
kelainan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari aktifitas anak setiap
harinya, misalnya (1) anak-anak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan
pikirannya atau memahami apa yang diucapkannya, (2) kesulitan menggunakan
bahasa ekspresif yang termasuk
di dalamnya tata bahasa,
struktur kalimat, kefasihan,
perbendaharaan kata, dan pengulangan. Hal itu terlihat ketika
seorang anak yang tidak mampu berkomunikasi secara jelas karena tata bahasanya
jelek, perbendaharaan katanya kurang, atau masalah produksi seperti kelainan
artikulasi, (3) lemah dalam berbahasa
reseptif yakni berhubungan
dengan menanggapi, mengabstraksikan, menghubungkan, dan menggali
pemikiran. Kelemahan dalam bahasa reseptif ini ditandai dengan siswa yang
tidak mampu mengikuti
perintah secara efisien
di dalam kelasnya. Anak-anak yang mengalami kelainan
seperti itu akan mengalami ketertinggalan dalam akademisnya ataupun dunia yang
lebih luas lagi.
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa
kelainan bicara dan bahasa dapat berpengaruh terhadap
prestasi dan perilaku
siswa. Hubungan ini ditemukan oleh para ahli di sekolah, dan
karena kondisi itu para ahli secara
bersama-sama bekerja dengan
para guru kelas
lainnya, guru khusus,
atau orang-orang lain yang menjamin semua siswa menerima bantuan
komunikasi sedini mungkin yang diperlukan untuk pengembangan yang krusial
keterampilan bahasa dan pengenalan
huruf. Kinerja yang dilakukan oleh para ahli dan guru itu adalah (1) memberikan
layanan bicara dan pembelajaran kemampuan
pengenalan huruf, (2) komunikasi dengan mempergunakan teknologi.
Guru
beserta pihak yang peduli terhadap keterampilan berbicara anak usia dini merencanakan
dua layanan yang sangat baik dan dimungkinkan dapat mengatasi kelainan bicara
pada anak. Menurut the American
Speech-Language-Hearing
Association (Kamhi dalam
Harras, 2009), para ahli bicara/bahasa
dapat menguatkan hubungan antara bahasa lisan dan keterampilan pra
pengenalan huruf, memberikan
intervensi yang berhubungan dengan kesadaran
fonem dan ingatan,
menganalisis penggunaan bahasa
yang ditemukan di dalam buku bacaan dan bahan-bahan sekolah lainnya
serta media, dan menganalisis bahasa siswa sehingga intervensi akan sesuai
dengan kebutuhan anak. Para ahli bicara/bahasa dapat memainkan peran dalam
melakukan pencegahan, intervensi dini, asesmen, terapi, pengembangan program
dari berbagai dokumen yang
dihasilkan. Mereka juga
dapat membantu dengan mendukung program pengenalan huruf
baik pada tingkat daerah maupun pusat.
Berdasarkan
ide kreatif tersebut, para ahli bicara/bahasa berinisiatif untuk melakukan
pembicaraan dengan guru-guru untuk mendiskusikan
kebutuhan siswa dan
langkah-langkah untuk intervensi.
Dengan demikian komunikasi yang jelas dan sering sangat diperlukan. Rencana
besar dan mulia itu akan terlaksana dengan baik jika ada kerja sama yang baik
pula. Rencana besar itu tidak bisa berjalan sendiri karena butuh peran serta
orang tua dan orang-orang yang ahli dibidangnya. Jika rencana mulia itu
terlaksana dengan baik, dimungkinkan kesulitan anak dalam berbicara dapat
diminimalisasi.
Kebanyakan
anak dengan kelainan
bicara dan bahasa
dapat dibantu banyak dengan
penggunaan teknologi (Lund
& Light dalam Harras
,2009). Teknologi yang diaksudkan yaitu
berupa perangkat keras dan perangkat
lunak komputer, PDA (personal
digital assistants), dan berbagai pilihan lainnya
yang dewasa ini
tersedia melalui internet
dapat membantu anak
berkomunikasi secara efektif
dan memperaktikan keterampilan-keterampilan mereka dalam
belajar. Dengan bantuan teknologi semacam itu akan membantu anak untuk berpikir
secara menyenangkan. Teknologi yang bisa disetting sedemikian rupa sehingga
menarik akan membantu anak untuk melanyahkan bahasa ekspresif dan reseptif.
Kedua bahasa itu bisa dipelajari anak dengan pembelajaran yang menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan juga akan merangsang psikis anak. Jika kondisi
psikis anak baik, maka stimulus yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar.
Pada
pembelajaran berbasis teknologi ini akan diterapkan komunikasi augmentatif
dan alternatif serta
teknologi untuk praktik
bahasa. Menurut Harras (2009:116), komunikasi augmentatif
dan alternatif berhubungan dengan
strategi untuk mengkompensasikan keterbatasan
komunikasi individu.
Komunikasi augmentatif dan alternatif ini
biasanya dibagi ke
dalam dua bagian yaitu tidak
dengan mempergunakan alat bantu (mereka yang tidak memerlukan penggunaan
alat-alat atau bahan-bahan khusus, seperti bahasa isyarat), dan yang memerlukan
alat bantu (mereka yang mempunyai ketergantungan pada jenis alat atau bahan).
Contoh
penerapan komunikasi augmentatif adalah dengan penggunaan papan. Biasanya alat
bantu ini menggunakan gambar, simbol, atau huruf cetak untuk memfasilitasi
komunikasi anak. Alat-alat itu bisa
dibuat dengan teknologi
tinggi atau rendah.
Contoh papan komunikasi yang berisi gambar-gambar kecil yang ditata
berbentuk benda yang menyenangkan bisa digunakan untuk anak yang membutuhkan
komunikasi secara sederhana. Cara pemanfaatan papan tersebut yaitu siswa
menunjuk pada gambar yang tertera untuk mengungkapkan keinginannya
(contoh: “Saya ingin
minum”, dengan menunjuk pada
gambar gelas, atau
“saya lapar” dengan
menunjuk pada gambar
piring).
Pembuatan
media papan semacam itu disesuaikan dengan kebutuhan anak yang akan
menggunakannya. Papan komuikasi untuk anak yang masih kecil mungkin sederhana,
tetapi papan komunikasi untuk remaja
dan dewasa mungkin
mengandung berbagai macam simbol
dan memungkinkan untuk
dilakukan komunikasi yang
lebih tinggi lagi. Selain papan komunikasi, dapat juga
dilakukan dengan menggunakan
program komputer untuk
mempraktikkan kemampuannya
tentang huruf dan suara. Anak mungkin telah belajar bagaimana membuat satu kata
dengan mengkombinasikan huruf-huruf. Teknologi seperti ini menjadi sesuatu yang
umum dan
mempunyai makna bagi
para siswa yang
memerlukan praktik bicara intensif dalam dasar-dasar bicara dan
bahasa.
Teknologi
untuk anak dengan kelainan bicara
dan bahasa terus
dikembangkan. Seperti yang
dilakukan oleh para guru dengan mempergunakan microphone dan siswa duduk dekat
dengan pengeras suara sehingga mereka dapat mendengar dengan jelas suara guru
ketika berbicara.
Melihat
kenyataan itu semua dapat kita jadikan pelajaran betapa pentingnya kemampuan
bicara. Orang yang mengalami hambatan atau mempunyai kelainan dalam bicara akan
sulit untuk menghadapi persaingan kehidupan yang makin keras ini. Untuk itu,
kemampuan bicara anak harus diperhatikan sejak dini. Hal yang jangan sampai
kita lupakan bahwa sikap dan perilaku anak saat usia dini memiliki arti dalam
mengawali kegitan bicara. Untuk itu sebagai guru atau orang tua kita harus peka
terhadap perkembangan sikap dan perilaku anak terlebih jika anak sudah memasuki
usia bicara.
SUMBER:
Harras , Kholid A. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung :
UPI PRESS atas kerja sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS Universitas Pendidikan Indonesia
Handayani, Putri Ayu.-. Pentingnya Peningkatan Keterampilan
Berbicara Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercakap-Cakap. Jurnal.
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Bandung
Subyantoro. 2012. Psikolinguistik : Kajian Teori dan Implementasinya. Semarang :
Unnes Press
Suryani, Ade Irma. 2010. Perkembangan Bahasa (Berbicara) Pada Anak
Usia Dini. Makalah. http://adeirmasuryani.wordpress.com/2010/11/29/makalah
perkembangan-bahasa-berbicara-pada-anak-usia-dini/ (diunduh pada tanggal 30
april 2013 pukul 21.19)
-. 2013. Cara Agar Anak Cepat dan Lancar Bicara. http://www.al-maghribicendekia.com/2013/03/cara-agar-anak-cepat-dan-lancar-bicara.html (diunduh pada tanggal 30 april 2013 pukul 21.24)
-. 2011. Faktor Hambatan Berbicara Pada Anak Usia Dini.
http://nafascintaku2011.blogspot.com/2012/11/faktor-hambatan-berbicara-pada-anak.html (diunduh pada tanggal 30 april 2013 pukul
21.56)
Dik Gigih, saya mohon izin ambil bahan psikolinguistik untuk rujukan pengajaran saya.
BalasHapusmantap kak
BalasHapus