Jumat, 15 Juli 2011

ANALISIS DRAMA " ADUH" KARYA PUTU WIJAYA

ANALISIS NASKAH DRAMA ADUH KARYA PUTU WIJAYA


Oleh : GIGIH WAHYU WIJAYANTI

Analisis Drama Aduh Karya Putu Wijaya

Drama merupakan salah satu bentuk karya satra fiksi. Berbeda dengan karya sastra yang lainnya, drama lahir dalam bentuk dialog-dialog antar tokoh. Walupun begitu, drama memiliki unsur-unsur pembangun seperti unsur pembangun suatu prosa.
Karya sastra yang berbentuk drama, meskipun termasuk dalam cerita fiksi atau imajinasi, namun oleh pengarang cerita yang diangkat disesuaikan dengan kenyataan yang ada di dunia ini. Para ilmuan menyebutkan bahwa drama merupakan karya sastra yang bersifat otonom. Hal ini bermaksud bahwa sebagai karya sastra, drama memiliki dunia tersendiri dan memiliki logika pemahaman tersendiri. Sehingga untuk menemukan nuansa dan nilai-nilai drama, penikmat harus memperlakukan drama sesuai dengan dunia yang telah dibentuknya dan dipahami sesuai denagn logika sebagai teks sastra.
Kita sebagai penikmat karya sastra yang berupa drama harus memahami bahwa peristiwa-peristiwa yang ada dalam teks drama adalah kenyataan. Kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan imajinatif, kenyataan fiktif, maupun kenyataan fantasi. Dengan begitu, tidak akan ada benturan dalam pemahaman.
Kita mengkhususkan pada karya sastra drama yang berjudul Aduh karya Putu Wijaya. Untuk mengetahui lebih jelas tentang drama aduh, kita akan membahasnya dari segi sosiologi sastra. Dalam sosiologi sastra ini, kita akan mengetahui latar belakang pengarang membuat karya atau cerita semacam itu. Melalui sosiologi sastra ini pula kita akan mengetahui lebih lanjut tentang kehidupan pengarang, pengaruh karya ini terhadap masyarakat, dan apakah cerita ini sangat digemari atau bisa diterima di masyarakat atau tidak. Hal itu semua akan kita bahas dalam ruang lingkup sosiologi sastra.
Sepintas tentang drama Aduh, dapat kita ketahui atau kita pahami ide cerita yang ingin disampaikan pengarang kepada kita dengan mereka-reka logika apa yang ada dalam drama Aduh. Jika kita lihat secara sekilas, logika cerita yang ada dalam drama Aduh tidak ada hubungannya dengan logika dalam kehidupan nyata. Pengarang hanya mendasarkan cerita pada kenyataan dalam kehidupan sehari-hari kemudian menambah-nambahkan atau membumbui ceritanya itu dengan logika tersendiri dalam dunia sastra drama.
Setelah membaca secara keseluruhan dan memahami isi cerita yang disampaikan, maka kita akan mengambil kesimpulan bahwa drama Aduh ceritanya tidak masuk akal, tidak bisa dinalar, atau sesuatu yang tidak benar-benar ada di dunia nyata. Hal itu bisa terlihat dari adegan orang-orang yang sebegitu bodohnya yang tidak bisa berbuat apa-apa terhadap satu mayat saja. Mungkin kalau di dunia nyata tidak akan separah itu kejadiannya. Selain itu, cerita tentang mayat yang masih bisa kentut dan kencing, membuat kuat anggapan atau persepsi kita bahwa cerita itu tidak nyata dan hanya imajinasi pengarang belaka.
Drama Aduh tidak hanya menceritakan kebodohan dan kekonyolan semata ,namun dalam drama itu juga diceritakan tentang hal-hal yang mistik. Cerita-cerita setan atau hantu juga ditayangkan dalam drama tersebut. Bukti-bukti semacam itu membuat kita berkesimpulan bahwa drama Aduh merupakan cerita rekaan atau imajinatif semata. Dalam suatu karya sastra, cerita imajinatif juga mempunyai makna tersendiri. Hal itu merupakan makna atau pesan tersirat dari pengarang untuk pembaca. Dalam naskah drama itu misalnya terlihat adanya mayat yang bisa kentut dan kencing sehingga menyusahkan dan membuat takut orang banyak. Kejadian itu mungkin saja melambangkan tentang seseorang (mayat) yang semasa hidupnya memiliki sikap yang tidak baik.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cerita drama Aduh dengan berdasar pada ilmu sosiologi sastra, maka untuk mempermudah pemahaman kita terhadap karya sastra berupa drama Aduh, kita gunakan beberapa pendekatan yang berkaitan atau berhubungan dengan sosiologi sastra. Pendekatan yang bisa kita gunakan untuk memahami drama Aduh adalah beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams, yaitu pendekatan objektif, pendekatan mimesis, pendekatan ekspresif, dan pendekatan pragmatis. Dari keempat pendekatan itu, mempunyai bidang pembahasan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya.
Pendekatan objektif adalah suatu pendekatan yang hanya membahas karya sastra itu sendiri tanpa menghubungkan hal-hal di luar karya sastra. Pendekatan ini menganggap bahwa pengarang sebagai pencipta karya sastra dan lingkungan sumber cerita, serta pembaca tidak penting dan tidak mempengaruhi karya sastra. Jadi, pendekatan ini hanya berfokus pada karya sastra itu saja.
Pendekatan mimetis adalah pendekatan yang masih menganggap sesuaru di luar karya sastra itu penting. Jadi, pada pendekatan ini, setelah kita melakukan analisis terhadap karya sastra secara otonom, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis karya sastra itu dengan menghubung-hubungkan dengan pengarang dan lingkungan yang mengembangkan karya sastra itu.
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menganggap perlu menganalisis pengarang sebagai penciptanya. Pendekatan ini beranggapan bahwa karya sastra itu tidak bisa lepas dari penciptanya karena walau bagaimana pun karya sastra yang lahir itu merupakan hasil ekspresi dari pengarang.
Yang terakhir adalah pendekatan pragmatis. Berbeda dengan beberapa pendekatan sebelumnya, pendekatan pragmatis ini memandang penting hubungan karya sastra dengan pembaca atau penikmat. Dengan pendekatan inilah kita bisa menganalisis hubungan antara karya sastra dengan pembacanya. Apakah karya sastra itu cocok untuk pembaca seperti apa dan bagaimana penyebaran karya sastra itu dalam lingkungan pembaca, serta tanggapan pembaca terhadap karya sastra yang mereka baca.
Setelah melihat dan memahami sedikit uraian tentang empat pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams, maka dengan pendekatan-pendekatan itulah kita menganalisis karya sastra yang berupa drama Aduh sesuai dengan tujuan awal yaitu mengenai sosiologi sastra.
Pertama adalah menganalisis berdasarkan pendekatan objektif. Dengan pendekatan ini, kita akan mengetahui unsur-unsur pembangun drama Aduh. Drama Aduh dibangun dari beberapa unsur yaitu tema, tokoh dan penokohan, latar atau setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Tema yang diangkat oleh pengarang dalam membuat drama itu mungkin berkenaan dengan sosial. Kehidupan sosial yang tidak patut untuk dicontoh dan mengenai kehidupan sosial yang sangat tidak baik. Melalui tema itu, pengarang mengembangkan cerita dalam bentuk dialog anatar tokoh guna menyampaikan amanat atau maksud yang ngin dia sampaikan. Pengarang mengambil tema tentang sosial yang buruk dengan tujuan mengajak pembaca agar tidak melakukan hal yang sama seperti yang ada dalam cerita.
Tokoh dan penokohan yang ada dalam cerita drama Aduh tidak tampak jelas. Pengarang hanya menuliskan tokoh dengan sebutan `salah seorang` tanpa menyebutkan nama tokoh-tokohnya. Hal ini yang menyulitkan pembaca atau penikmat cerita drama itu karena pembaca tidak bisa mengidentifikasi tokoh satu dengan tokoh yang lainnya. Tokoh yang disebutkan dengan nama salah seorang merupakan nama umum yang ada dalam masyarakat. Dengan sebutan yang sama, pengarang berusaha menampilkan beberapa tokoh dengan karakter yang berbeda-beda. Misalnya saja ada tiga tokoh yang diberi sebutan `salah seorang` oleh pengarang dan satu tokoh yang dijadikan si sakit. Si sakit ini lah yang akan menimbulkan konflik. Dengan menggunakan pemisalan seperti di atas, kita akan mengenali karakter masing-masing tokoh. Kita mulai dari tokoh si sakit. Berdasarkan cerita dalam drama Aduh, kita dapat membuat catatan bahwa si sakit merupakan orang yang kurang baik. Hal itu dilihat dari sikapnya saat bertemu dengan beberapa kawanan orang di suatu tempat. Si sakit diam saja tidak memberikan keterangan apa-apa kepada para kawanan yang membicarakannya. Selain itu, si sakit yang terlunta-lunta dan berakhir dengan kematian, namun setelah meninggal dia masih saja merepotkan orang banyak dan mayatnya pun berkelakuan tidak baik seperti yang telah diceritakan dalam naskah drama. Sedangkanuntuk tokoh salah seorang yang pertama kita sebut dengan karakter yang peduli, punya daya iba yang tinggi, dan penurut. Hal itu terlihat saat ada orang yang tergeletak, dia berusaha untuk melihat dan mendekatinya serta menanyai si sakit. Tindakannya itu merupakan awal niatnya untuk menolong si sakit yang baru saja datang di hadapannya. Salah seorang yang kedua kita beri sebut seseorang yang berkarakter penuh curiga dan prasangka buruk, serta berusaha belajar dari pengalaman. Hal itu terlihat dalam dialog-dialog tokoh yang menyebutkan bahwa seseorang itu tidak mau menolong si sakit dengan alasan bahwa si sakit itu hanya pura-pura sesuai dengan pengalamannya pada beberapa waktu yang lalu. Dan salah seorang yang ketiga misalnya kita beri karakter yang jelek karena dalam keadaan yang genting semacam itu dia masih saja menyempatkan dirinya untuk merampok si sakit yang telah meninggal. Dijelaskan dalam cerita bahwa untuk merampok si sakit, dia berusaha menakut-nakuti teman-temannya. Begitu kiranya karakter dari beberapa tokoh yang ada dalam drama Aduh tersebut.
Latar yang ditampilkan oleh pengarang pada drama itu juga tidak jelas. Hanya ada satu latar yang mendominasi cerita tersebut yaitu di sebuah jalan atau lebih tepatnya pinggir jalan. Latar atau setting itu pun belum sepenuhnya benar karena pengarang tidak menyebutkan secara tesurat dalam naskah drama. Namun, dapat kita sebut bahwa latar dalam cerita adalah jalan atau pinggir jalan karena, dalam cerita disebutkan ada segerombolan orang yang sedang melakukan suatu pekerjaan dan mereka menghentikan pekerjaanya karena ada mobil yang lewat dan menurunkan orang kemudian mobil itu pergi lagi. Yang mananya tempat yang digunakan untuk lewat mobil tidak lain adalah jalan. Dengan alasan semacam itu, maka saya menyimpulkan latar dalam cerita itu adalah jalan. Di jalan itulah cerita dibangun dan di jalan itu juga terjadi konflik.
Dalam cerita drama ini, pengarang bertindak sebagai orang ketiga serba tahu. Hal itu karena pengarang tidak ikut andil dalam cerita, namun pengarang mengetahui secara detail jalan cerita.
Kedua adalah analisis berdasarkan pendekatan mimesis. Pendekatan ini membahas mengenai latar belakang lingkungan masyarakat tempat karya sastra berupa drama itu muncul dan berkembang. Mengingat pengarang naskah drama Aduh ini adalah seorang sastrawan terkenal bernama Putu Wijaya, maka cerita yang ada dalam naskah drama ini kemungkinan juga tidak jauh-jauh dari kehidupan masyarakat pada zaman itu.
Pengarang adalah seorang satrawan yang lahir dan besar di Bali, namun saat pembuatan naskah drama ini beliau sudah tidak menetap di Bali lagi melainkan di Jawa. Naskah drama Aduh diciptakan sekitar tahun 1973. Kita ketahui bahwa pada zaman itu, masyarakat belum semuanya mengenal pendidikan. Jadi, tidak menutup kemungkinan bagi orang-orang yang lemah tumbuh sebagai orang yang bodoh. Kebodohan akan menimbulkan orang tidak cekatan dalam bertindak. Karena kemampuan ynag terbatas itu, maka kemungkinan besar orang akan lama bertindak atau lama dalam menyikapi suatu hal. Dari keadaan masyarakat yang seperti itu, kemungkinan pengarang mengambil tema cerita seperti yang ditampilkan dalam drama Aduh. Dalam drama Aduh itu diceritakan betapa bodohnya orang saat itu dalam menyikapi suatu persoalan.
Ketiga adalah analisis berdasarkan pendekatan ekspresif. Pendekatan ini membahas mengenai hubungan pengarang sebagai pencipta karya sastra itu dengan karya sastra itu sendiri. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, pengarang naskah drama Aduh adalah Putu Wijaya.Pengarang bernama asli I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Beliau hidup sebelum negara ini merdeka, yaitu pada tahun 1944. Pengarang memiliki kehidupan yang komplek dengan keluarga yang besar dan lingkungan perumahan yang luas. Pengarang hidup dalam keluarga yang gemar membaca, mungkin karena itulah pengarang memiliki kemampuan yang menonjol pada bidang bahasa. Pengarang sesungguhnya bukan lah lulusan dari fakultas sastra, melainkan dari fakultas hokum. Namun, kemampuan beliau menulis sangat hebat. Berdasarkan pengalamannya dalam kehidupan sehari-harinya dan pengamatannya, pengarang berusaha menyelipkan unsur maslah yang berkenaan dengan hokum dalam cerita dramanya. Masalah itu misalnya saat-saat orang yang menggunakan kesempatan yang sempit untuk mendapatkan sesuatu atau melaksanakan aksi pencurian terhadap orang yang lemah. Bukankah hal itu mencerminkan kehidupan hukum yang sedang digelutinya? Selain itu, pengarang menggunakan sebutan untuk para tokohnya dengan sebutan salah seorang, si sakit, dan lain sebagainya yang merupakan sebutan umum. Jika hal itu saya sangkutpautkan dengan pengalaman pengarang, hal itu masuk akal. Hal itu karena kehidupan pengarang yang bergelut dalam dunia hukum seperti jurusan perkuliahan yang beliau ambil, hal semacam itu sudah biasa disebutkan. Dalam dunia hokum, orang biasa menggunakan sebutan-sebutan umum, seperti saudara terdakwa, saudara penuntut, jaksa, dan lain sebagainya. Dengan begitu, penyebutan nama tokoh dengan menggunakan ungkapan salah seorang merupakan cerminan dari hal itu.
Pada saat naskah drama itu dibuat atau diekspos adalah dalam sayembara mengarang drama dewan kesenian Jakarta pada tahun 1973 dan mendapatkan juara pertama. Mengingat pengarang lahir pada tahun 1944, maka pada usia 29 tahun pengarang membuat naskah drama itu. Diusianya yang sudah lumayan matang, pengarang berhasil mengambil makna kehidupan dalam naskah dramanya. Apalagi sekitar zaman naskah drama Aduh itu dibuat, pengarang telah tergabung dalam suatu organisasi permajalahan dan beliau berperan sebagai wartawan. Telah kita ketahui bahwa kehidupan atau aktivitas wartawan adalah mencari berita dan menggerumuni sesuatu yang berkaitan dengan berita. Kehidupan itu juga ditampilkan oleh pengarang dalam naskah drama Aduh yang dibuatnya. Hal itu terlihat pada adegan orang yang menggerumuni orang sakit. Kita ibaratkan si sakit adalah sumber berita. Namun, jika dikaitkan dengan nilai-nilai kehidupan yang ada, maka pengarang berhasil mengungkap suatu pelajaran untuk disampaikan kepada pembaca. Hal itu ditampilkannya pada adegan yang orang takut dengan hantu, padahal hantu itu hanya rekayasa salah seorang yang lain. Selain itu, pengarang juga menampilkan tokoh si sakit yang sangat menderita namun tidak segera mendapatkan pertolongan dan si sakit menjadi mayat serta setelah menjadi mayat, si mayat itu kentut dan mengeluarkan cairan. Hal itu dapat kita ambil pelajaran mungkin saja si sakit itu adalah orang yang tidak baik, maka dari itu sampai dia mati pun menyusahkan orang lain dan tidak mendapatkan perhatian. Jadi, cerita dalam naskah drama Aduh itu ada hubungannya dengan kehidupan pengarang.
Keempat adalah analisis berdasarkan pendekatan pragmatis. Pendekatan ini membahas mengenai hubungan karya sastra dengan pembaca atau penikmatnya. Mengingat bahwa naskah drama Aduh merupakan naskah drama yang menjadi pemenang dalam sayembara dewan kesenian se-Jakarta, maka dari itu penikmat naskah drama ini tidak lain adalah orang-orang ynag berpengalaman dalam bidangnya. Drama Aduh mendapatkan juara pertama mungkin karena ceritanya yang unik. Pengarang berusaha menampilkan konflik yang sederhana namun rumit penyelesaiannya dikarenakan tokoh yang diberi karakter seperti itu. Mungkin pengarang sengaja membuat naskah drama dengan model cerita yang rumit dan tokoh yang umum penyebutannya karena mungkin menurut pengarang penikmat naskah drama saat itu adalah para juri sastrawan yang hebat. Jadi, waluapun dengan model cerita drama semacam itu, para juri tidak merasa kesulitan dalam memahami.
Setelah karya sastra yang berupa naskah drama berjudul Aduh ini berkembang di masyarakat, maka menurut saya naskah drama itu tidak hanya berkembang di kalangan para satrawan tinggi. Jarang saya temukan naskah drama ini di sekolah-sekolah menengah atas maupun menengah. Hal itu mungkin karena kerumitan ceritanya yang sulit diterima nalar. Namun, oleh para penikmatnya, cerita yang ditampilkan dalam naskah drama ini sangat memberikan manfaat dan pelajaran bagi pembacanya. Mulai dari kejadian debat yang dilakukan oleh para tokoh salah seorang yang berujung dengan konflik, hal itu mengandung makna bahwa musyawarah juga ada batasnya. Ada juga tingkah tokoh sakit yang tidak secepatnya mendapatkan bantuan, mungkin ada misteri dalam hal ini. Peristiwa itu akan membuat pembaca berpikir tentang latar belakang peristiwa itu terjadi dan mengait-kaitkan hal itu dengan kehidupannya sehari-hari.
Bagi pembaca, kejadian yang ada dalam drama itu tidak wajar jika dikaitkan dengan kehidupannya sehari-hari. Jika dalam kehidupan sekarang ini, mungkin jika ada hal semacam itu orang akan cepat-cepat melaporkan pada yang berwenang. Selain itu juga, adanya sikap mayat yang aneh akan membuat pembaca menafsirkan hal yang tidak baik. Setiap peristiwa yang ada dalam naskah drama itu akan berpengaruh pada penfsiran pembaca tentang hal yang ingin disampaikan pengarang.








DAFTAR PUSTAKA

Drs. Hasanuddin. 1996. Drama Kaya Dalam Dua Dimensi.Bandung: Angkasa

1 komentar: